Sebuah Fakta Mengejutkan

4.2K 207 1
                                    

Pagi hari telah tiba.

Rexi melangkahkan kakinya berjalan turun menuju ruang makan. Kedua bola matanya mencari sesuatu di ruang makan itu.

"Mama sama Papa pergi ke Maldives. Mereka liburan di sana selama seminggu," kata Al yang paham dengan arah mata Rexi.

"What?! Mereka berdua liburan tanpa ada minta izin terlebih dahulu sama gue?!" tanya Rexi tak terima.

Al hanya diam saja di tempatnya dan tidak menanggapi pertanyaan heboh dari Rexi.

Rexi menatap Al dengan tajam karena pria itu tak memperdulikan dirinya.

"Woy, sialan!" teriak Rexi emosi.

Al mengangkat sebelah alisnya sebagai jawaban.

"Kok, mereka bisa pergi tanpa bilang sama gue, sih?!" tanya Rexi lagi, Al hanya mengangkat bahunya secara bersamaan sebagai jawaban.

Rexi mendecih sinis, lalu berjalan pergi dari ruang makan itu.

***

Rexi berjalan masuk kelasnya sambil menghentakkan kakinya dengan kesal di atas lantai. Renata yang tengah menikmati snack-nya melirik ke arah Rexi dengan malas.

"Ren, Nina sama Kiara mana?" tanya Rexi sambil melirik Renata.

"Enggak tahu. Gue bukan nyokap mereka berdua," jawab Renata ketus.

"Kok, lo sensi, sih?!" tanya Rexi tak suka.

"Ya terserah gue dong. Gue sensi atau enggak itu hak gue, kan?" balas Renata malas.

Rexi mendecih kesal dengan tingkah dan jawaban dari Renata.

"Malas gue sama lo," kata Rexi sinis lalu berjalan keluar dari kelas.

Bugh!

"Fuck!" seru Rexi saat dia terjatuh di atas lantai karena seseorang menabraknya.

Rexi mengangkat pandangannya sambil menatap si pelaku penabrak dengan tajam.

"Lo kalau jalan pakai mata dong!" serunya emosi, lalu berdiri dari posisi duduknya.

"Jangan asal main tabrak orang aja dong! Lo cari masalah sama gue?!" tanya Rexi lagi dengan emosi.

Al, si pelaku penabrak, memutar kedua bola matanya dengan malas.

"Stres lo?" tanya Al.

"Di mana-mana, orang kalau jalan itu pakai kaki! Bukan pakai mata. Gila lo?" tanya Al.

"Lo yang gila!" teriak Rexi.

"Up to you," final Al, dia berjalan menjauhi Rexi usai menyenggol pundak Rexi dengan sengaja.

Rexi yang disenggol pundaknya hampir terjatuh, emosi dan amarahnya kepada Al semakin menjadi-jadi.

"Woy! Maksud lo apaan, Bangsat?!" tanya Rexi penuh amarah.

Al hanya mendecih, lalu berjalan menjauhi Rexi.

Rexi yang tadinya sudah di ambang rasa kesalnya, dia lebih memilih untuk kembali ke dalam kelas.

Rexi mengambil tasnya dengan perasaan yang emosi, sehingga membuat Renata yang duduk tak jauh darinya langsung menatap Rexi dengan heran.

"Eits! Mau ke mana lo?" tanya Renata, dia mengerutkan keningnya.

Rexi menatap Renata dengan sinis.

"Urusan gue. Hak gue. Lo enggak usah ikut campur!" balas Rexi ketus sambil tersenyum sinis kepada Renata.

Renata yang mendapat respon itu mendecih kesal, sedangkan Rexi berjalan santai keluar dari kelas.

"Mampus kan lo?! Siapa suruh tadi sinis sama gue?! Gue balas, kan!" seru Rexi bahagia di dalam hatinya, dia senang melihat Renata yang mati kutu di hadapannya.

***

Target tempat utama Rexi membolos sekolah kali ini adalah rooftop sekolah. Ya, Rexi lebih memilih untuk membolos sekolah saja.

"Salah apa coba, sampai gue sama si Al berengsek itu harus jadi adik kakak?!" tanya Rexi kesal sambil melempar tasnya dengan asal.

"Ck ... Emangnya, Papa enggak bisa milih?! Kenapa dia harus pilih Mama sama anak yang modelnya sama aja?!" tanya Rexi lagi.

Rexi mengarahkan pandangan untuk menatap tasnya yang tergeletak di atas lantai. Rexi perlahan mengambil sesuatu di dalam tasnya, sebuah benda peninggalan mamanya sebelum meninggal.

"Hah ... Mama ... Kenapa Mama perginya cepat banget, sih? Emangnya, Mama tega banget, yah? Ck ... Mana Papa udah nikah pula ..." lirihnya usai melampiaskan amarahnya.

"Okey! Rexi emang tahu kalau Tante Bellina itu orangnya baik. Baik banget malahan! Dia sabar banget buat terima sifat dan sikap Rexi. Dari awal Rexi udah berusaha untuk terima Tante Bellina di dalam kehidupan Rexi. Tapi, Rexi enggak tahu, kenapa hati Rexi enggak bisa terima kehadiran Tante Bellina. Rexi enggak tahu, Ma ..." ucapnya berkeluh kesah.

"Sejujurnya, ada rasa bersalah juga di dalam hati Rexi kalau Rexi hina Tante Bellina, Ma. Rexi enggak tahu, kenapa bisa jadi orang jahat kayak gini. Rexi enggak tahu ..." lirihnya lagi.

"Gimana caranya biar hati dan pikiran Rexi terima semuanya, Ma? Rexi enggak tahu caranya! Hiks ..." lanjutnya, lalu kemudian memecahkan tangisnya.

"Terima dia dan anggap dia sebagai ibu kandung lo," kata seseorang dari belakang Rexi.

Rexi menoleh untuk melirik ke arah sumber suara.

"Al ..." gumam Rexi pelan saat melihat Al yang berdiri tak jauh dari posisinya saat ini.

Al hanya memasang ekspresi datar, lalu kemudian duduk di samping Rexi.

"Gue tahu kok, Rex. Lo bukan cewek jahat dan cewek berakal busuk kayak sekarang. Gue tahu kalau lo orang baik, Rex," kata Al.

"Cuma, lo lagi kemakan ego sampai lo jadi cewek kayak gini, Rex," lanjutnya.

"Ego lo yang terlalu tinggi yang buat lo langsung punya akal busuk kayak gitu, Rex. Gue tahu kalau lo itu wanita baik, Rex," kata Al untuk yang kesekian kalinya.

Rexi bergeming.

"Ego lo yang berhasil buat lo berubah, Rex ..." kata Al pelan.

"Dan gue benci dengan perubahan lo saat ini. Perubahan lo yang saat ini buat gue kangen sama lo yang dulu, Rex," lanjut Al di dalam hatinya sambil menundukkan kepalanya dengan dalam.

"Ck ... Darimana lo tahu kalau gue berubah?!" tanya Rexi sinis.

"Bahkan gue aja enggak tahu kalau gue ini berubah atau enggak," lanjutnya dengan nada suara yang terdengar begitu malas.

"Gue pernah dengar kata Papa kalau gue emang berubah. Berubah saat setelah kecelakaan itu terjadi ..." lirih Rexi.

"Dan karena kecelakaan itu, Rex, gue benci karena insiden kecelakaan itu, Rex. Lo lupa sama gue dan lo berubah," batin Al.

Rexi memicingkan matanya sambil menatap Al dengan penuh intimidasi.

"Kok, lo cuma diam aja, sih?!" tanya Rexi kesal.

"Dan darimana lo tahu kalau gue berubah?!" tanya Rexi lagi mengulangi.

"Karena gue tahu semuanya tentang lo! Gue tahu semua yang ada di dalam kehidupan lo, Rexi Alexa!" tegas Al.

Rexi bergeming lalu menundukkan kepalanya dengan lemah.

Al menghela napas panjang.

"Sekali aja, Rex. Sekali aja lo hargai orang lain, Rex. Lo cewek dan Mama gue juga cewek. Tolong, gue minta tolong banget sama lo, Rex. Tolong hargai Mama gue," kata Al dengan serius.

"Lo tahu sendiri, kan, gimana perasaan cewek? Perasaan cewek itu rapuh, Rex," kata Al pelan.

"Asal lo tahu, Rex. Mama gue enggak sebaik yang lo lihat sekarang ..." Al menjeda ucapannya.

"Mama gue punya penyakit kanker darah ..." lanjutnya dengan lemah, sedangkan Rexi membulatkan matanya dengan lebar karena kaget.

My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang