Hanya Sekadar Kakak?

4.7K 173 1
                                    

Rexi kaget bukan main saat tahu fakta mengejutkan yang baru saja dia dapatkan.

"Kok, bisa?!" pekik Rexi kaget.

"Hum ... Oleh karena itu, gue turutin semua apa mau Mama gue ..." Al menjeda ucapannya.

"Karena gue tahu kalau suatu saat nanti, kalau bukan Mama yang ninggalin gue, gue yang bakalan ninggalin Mama ..." lanjutnya dengan begitu lirih.

Degh!

Jantung Rexi seakan terhantam bebatuan besar saat dia mendengarkan nada suara Al yang terdengar begitu sedih dan putus asa.

"Gue tahu banget, gimana rasanya kehilangan seorang Mama. Rasanya itu sesak banget," batin Rexi, dia kembali mengingat saat dirinya harus kehilangan sosok sang mama untuk selama-lamanya.

Grep!

Rexi tiba-tiba menghamburkan pelukannya pada tubuh Al, membuat Al langsung kaget, tetapi Al membalas pelukannya secara perlahan.

"Al ... Tolong bantu gue. Tolong bantu gue biar gue bisa terima Tante Bellina sebagai Mama gue dan gue juga bisa terima lo sebagai kakak gue ..." kata Rexi penuh permohonan.

Al tersenyum tipis saat mendengarkan ucapan Rexi. Ada rasa tak terima di dalam hati Al saat Rexi berkata kalau dia akan berusaha menerima Al sebagai kakaknya, walaupun hanya sekadar kakak tiri saja. Dia ingin lebih dari seorang kakak. Apa itu?

"Ya. Dan sekarang gue hanyalah seorang kakak," batin Al sambil tersenyum tipis.

"Iya. Gue bakalan bantu lo biar terima gue buat jadi kakak lo dan bantu lo buat terima Mama gue sebagai Mama lo juga," kata Al.

Rexi hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan sebagai jawaban. Tanpa dia tahu kalau Al sedang merasakan rasa sesak di dadanya saat setelah dia mengatakan pengakuan itu kepada Rexi.

***

"Pulang sama gue ajalah, Dei," kata Renata.

"Kan, lo jarang banget buat pulang bareng gue, kan, Dei?" kata Renata lagi dengan nada suara dibuat manja.

"Apaan, sih, Ren?! Pulang bareng gimana?! Ogah gue mau pulang bareng lo!" sinis Deian.

"Ck ... Sekali-kali napa, Dei!" kata Renata kesal.

"Dih ..." Deian menatap Renata dengan jijik.

Di tengah perdebatan Deian yang berusaha untuk menolak ajakan pulang bersama Renata, kedua bola matanya tak sengaja melirik ke arah Rexi yang tengah berjalan.

"Rexi!" teriak Deian.

"Ya?!" balas Rexi sedikit berteriak juga karena posisinya dengan Deian cukup berjarak.

Renata menoleh ke arah orang yang dipanggil oleh Deian, rasa kesalnya semakin menjadi-jadi saat melihat Rexi yang berjalan menghampiri mereka berdua.

"Cih ... Rexi ..." gumam Renata.

"Sini! Cepetan!" seru Deian lagi.

"Iya, tunggu!" balas Rexi sambil berlari kecil menghampiri Deian dan Renata. Ah ... Lebih tepatnya hanya Deian saja, sih.

"Kenapa, Dei?" tanya Rexi saat dia sudah berdiri tepat di hadapan Deian.

"Lo mau pulang bareng gue, enggak?" tawar Deian.

Renata membulatkan matanya dengan lebar saat mendengarkan tawaran Deian untuk Rexi.

"Loh, kok?! Dei, tadi gue yang ngajak lo buat pulang bareng, kan?! Tapi, kenapa lo malah ngajak Rexi, sih?!" protes Renata.

Rexi melirik ke arah Renata sambil mengerutkan keningnya, dia tidak tahu permasalahan Renata dan Deian.

"Dih ... Mobil gue, kan? Jadi, terserah gue mau ngajak siapa buat pulang bareng gue, kan?" kata Deian malas.

"Ah ... Jadi, Renata kesal sama Deian karena Deian nolak dia buat pulang bareng dia dan lebih milih buat pulang bareng gue?" batin Rexi di dalam hatinya.

"Ah iya. Ya udah deh kalau gitu, Dei, kita pulang bareng aja," kata Rexi tiba-tiba, dia ingin membuat Renata semakin kesal.

"Mantap deh!" seru Deian senang. Akhirnya Rexi menerima tawarannya.

"Lo masuk mobil duluan gih. Gue mau bicara sama si cabe dulu," kata Deian sambil melirik Renata dengan malas.

"Hum ..." deham Rexi, lalu berjalan masuk mobil Deian.

"Yakhhh! Kok, lo malah ngajakin Rexi, sih?! Mana lo manggil gue cabe! Maksud lo apaan?!" tanya Renata emosi.

"Suka-suka gue," jawab Deian tenang.

"Yakh! Suruh si Rexi turun dari sana, enggak?! Gue enggak terima!" kesal Renata.

"Siapa lo?!" tanya Deian ketus.

"Gue itu calon pacar lo, Dei!" balas Renata kesal, bisa-bisanya Deian tak tahu akan hal itu.

"Ck ... Ngarep lo?" tanya Deian meremehkan.

"Kalaupun emang lo yang jadi calon pacar gue, berarti Rexi bakalan jadi calon istri gue. Lo tahu maksudnya, kan?" tanya Deian lagi.

"Artinya, dia lebih berharga daripada lo!" lanjutnya sarkas.

Renata membulatkan matanya dengan lebar saat mendengarkan penuturan dari Deian.

"DEIAN!" teriak Renata penuh amarah, dia tak suka dibanding-bandingkan dengan Rexi.

"Bye!" final Deian, lalu berjalan masuk mobilnya tanpa menunggu ucapan Renata lagi. Dia yakin kalau amarah dan rasa emosi Renata sudah berada di ujung tanduk karena tingkahnya yang menyebalkan itu.

***

Rexi melirik ke arah Deian yang baru saja masuk mobilnya.

"Gimana, udah selesai?" tanya Rexi.

"Udah," jawab Deian sambil tersenyum lembut kepada Rexi.

"Emangnya, dia siapa lo, sih?" tanya Rexi penasaran.

"Fans gue," jawab Deian asal.

"Heh! Dia itu teman gue, yah!" seru Rexi, walaupun sebenarnya di dalam hati dia menertawakan Renata.

"Dih ... Lo suka banget temanan sama cabe," kata Deian dengan nada suara dibuat jijik.

Rexi hanya mengangkat kedua bahunya secara bersamaan sebagai respon, dia juga tak tahu dengan dirinya sendiri, mengapa dia ingin saja berteman dengan Renata yang nyatanya dia tahu sendiri kalau Renata adalah perempuan nakal dan penuh sifat negatif.

"Kita udah mau berangkat nih?" tanya Deian.

"Ya iya lah! Ngapain pakai laporan segala, sih?!" tanya Rexi kesal.

Deian memutar kedua bola matanya dengan malas. Tiba-tiba saja dia bergerak maju mendekati Rexi untuk mengikis jarak di antara mereka berdua, membuat Rexi kaget dan terdiam.

Deian memasangkan sabuk pengaman untuk Rexi.

Jarak Deian dan Rexi sangat dekat, bahkan deru napas mereka berdua bahkan terasa satu sama lain.
Kedua bola mata Deian dan Rexi saling menatap satu sama lain, menatap dengan begitu dalam tanpa berkedip sedikitpun.

"Maaf, Rex ..." kata Deian sedikit berbisik dan perlahan mendekati Rexi, sedangkan Rexi tiba-tiba refleks menutup kedua matanya.

Deian terkekeh pelan, membuat Rexi kembali membuka matanya.

"Ngapain lo tiba-tiba tutup mata?" tanya Deian usai kembali membuat jarak di antara mereka berdua.

"Lo lagi mikirin yang aneh-aneh, ya?!" tebak Deian dengan nada mengintimidasinya.

"A ... Apaan, sih?! Gue cuma tutup mata doang, kok!" jawab Rexi ketus, tetapi wajahnya yang merona dan tingkahnya yang salah tingkah tak dapat membohongi Deian.

Deian tertawa geli.

"Hahaha ... By the way muka lo merona, Rex," kata Deian menggoda sambil terkekeh.

Rexi semakin salah tingkah dibuatnya, ingin rasanya Rexi menghilang saja dari bumi.

"Sialan! Kenapa gue salah tingkah gini, sih?! Dasar Rexi Dajjal!" pekik Rexi di dalam hati sambil mendengkus kesal.

My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang