Sumber Rasa Sakit

2K 116 7
                                        

"Jangan satukan keluarga dengan perasaan, karena keluarga adalah keluarga, dan perasaan adalah perasaan. Mereka berbeda."

- My Brother -

***

- In the morning : 06:12 AM -

Al, Rexi dan juga Ice terduduk di kursi mereka masing-masing di ruang makan itu. Rexi bahkan makan dengan tenang dan juga nyaman.

"Pantas aja kemarin apart kacau banget, ternyata kalian satu kamar," kata Al sambil terkekeh.

"Hum ..." Ice berdeham sebagai jawaban.

"Ck! Kalian berdua malah enggak ngajak gue buat gabung lagi!" kesal Al.

"Kalian berdua, saudaraan sama gue atau enggak, sih?!" tanya Al lagi.

Ice yang mendengarkan penuturan dari Al mendecih sinis.

"Hahaha! Kita bertiga saudaraan lah, Bang!" sahut Rexi.

"Cuma gue sama Bang Ice merasa enggak enak kalau harus gangguin lo. Pasti, malam tadi lo udah tidur, kan?" lanjut Rexi.

Al memutar kedua bola matanya dengan begitu malas.

"Ck! Mana ada gue tidur, Rex? Gue enggak bisa kalau harus tidur cepat," kata Al malas.

"Hum ... Ya udah kalau gitu. Gue minta maaf enggak ngajakin lo," kata Rexi sambil tersenyum tipis.

"Hum ... Enggak apa-apa," jawab Al sambil tersenyum.

"Tapi, lain kali ajak gue juga! Kan, gue juga saudara kalian berdua!" kesal Al.

"Iya ... Iya ... Lain kali kita ajak. Sekarang, lo makan," kata Ice dengan begitu malasnya.

"Hum ..." Al berdeham.

Diam-diam Rexi melirik ke arah Al, bahkan wanita itu meremas rok abu-abunya dengan sedikit kuat untuk melampiaskan rasa sedih dan rasa kecewanya terhadap setiap kalimat Al.

"Rex ..." panggil Al tiba-tiba.

"Ah ... Iya?" jawab Rexi.

"Hari ini, lo ke school bareng gue, yah," tawar Al.

"Renata?" tanya Ice.

"Uhm ... Tadi subuh dia kirim pesan sama gue. Katanya, dia enggak ke sekolah karena enggak enak badan," jawab Al santai tanpa menyaring kalimatnya terlebih dahulu.

"So?" tanya Ice datar sambil mengangkat sebelah alisnya dengan tinggi.

"Hum ... Daripada gue di dalam mobil sepi banget enggak ada teman ngobrol, baik kalau gue ngajak Rexi buat ke sekolah bareng," jawab Al santai. Dia bahkan dengan tenangnya menyantap sarapan paginya tanpa rasa bersalah usai mengucapkan kalimat itu.

"Kalau ada Rexi, kan, bisa jadi heboh," kata Al lagi usai menelan makanan yang dia kunyah.

"Siap, Rex. Lo jadi bahan pelarian dia," batin Rexi di dalam hatinya sambil tersenyum kecut.

"Wait! Maksudnya, lo jadiin Rexi sebagai pela-"

"Bang Ice!" poting Rexi dengan cepat. Dia tahu arah pertanyaan Ice.

My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang