Bismillah ...
Assalamu'alaikum. Annyeong!
Buat kamu yang pernah di-bully kayak Nadya di part sebelumnya, atau mungkin lebih parah dari itu, aku cuman mau bilang ... kamu keren banget! Iyaa, kalau orang mem-bully kamu bukan berarti kamu cupu, justru itu nunjukkin kalo kamu orang hebat! Mereka yang mem-bully kamu, sebenarnya hanya iri dengan apa yang kamu punya. Tapi, mereka cuman bisa melampiaskan karena gak bisa menyaingi. Tetap semangat, ya? Tunjukkan pada dunia dan orang mem-bully kamu, kalo kamu bisa lebih hebat dari apa yang mereka irikan.
And yeah ... Happy reading~
🎬🎬🎬
Nadya duduk di bangkunya, menonton orang berlalu lalang, jam masih menunjukkan pukul 06.45 WIB dan pembiasaan belum dimulai. Si imut menarik kertas di tengah buku tulis dan mengambil stabilo berwarna merah muda.
Kutuliskan kenangan tentang caraku menemukan dirimu.
Eh, tidak. Nadya tuliskan namanya di kertas itu dengan stabilo. Hiro River Manafi, cowok yang belakangan ini mengganggu pikiran Nadya. Mungkin Nadya masih ditahap tertarik dan saat ini tidak ada kerjaan yang bisa ianlakukan. Daripada cuman jadi penonton, mending ikut jadi pemain.
Ya, walaupun hanya menulis tidak jelas seperti ini.
"Nad, kamu bawa buku bacaan, gak?"
Nadya terlonjak kaget. Kertas tadi segera ia lipat cepat dan menaruhnya di kotak pensil. Ashafi memperhatikan masih dengan wajah paniknya. Ia baru datang dan langsung menanyakan buku pada Nadya.
"Enggak, kenapa emang?"
"Aduh, aku juga gak bawa lagi. Hari ini ada literasi, Nad."
Tangan kiri Nadya mendarat di dahi. Sungguh, Nadya melupakan sesuatu yang semestinya ia ingat-ingat. Nadya membalas dengan tampang lugu. "Lupa."
Ashafi menaruh tasnya di kursi.
"Ya udah, kita ke depan, yuk!" ajaknya melangkah duluan tanpa menunggu Nadya. Dengan cepat Nadya mengikutinya dari belakang.
Langkah mereka berhenti di meja Safiya dan Lea. Lea tidak sedikitpun melirik Nadya di sebelah Ashafi. Mereka tidak musuhan lagi, tetapi mungkin masih canggung untuk menjadi seorang teman. Beda cerita dengan Celina dan Tisha yang sampai hari ini masih suka memandangnya sinis.
"Piy, ada buku bacaan lagi, gak?"
Cewek berjilbab segitiga putih itu menoleh sambil menggelengkan kepala dengan raut wajah sinisnya. Hampir sebelas dua belas memang Safiya dan Ashafi.
"Gak ada, cuman bawa satu. Mau gue baca juga."
"Ambil di situ aja, Pi! Gue juga ambil dari situ," Lea menunjuk rak buku di pojok kelas. "Tapi gak ada cerita. Palingan tentang ilmuan gitu."
Nadya dan Ashafi menatap apa yang Lea tunjuk. Ashafi mengangguk. "Ya udah deh gak pa-pa, daripada gak ada sama sekali."
Saat tiba di rak buku, Nadya menemukan sebuah buku cerita rakyat. Kata Lea tadi, tidak ada buku cerita. Lalu, cerita rakyat ini ... bukan cerita, 'kah? Atau bukunya baru ada di sini?
'Tak mau ambil pusing, Nadya mengambil cerita rakyat itu dan Ashafi mengambil asal sebuah buku self improvement.
***
Nadya menaruh buku cerita rakyat di atas meja. Kelupaan kalau buku ini bukan miliknya, ia sudah terlanjur duduk. Nanti saat istirahat saja dikembalikan. Nadya mengambil kertas tadi pagi dari kotak pensil.
"Bisa gak ya, gue jadi cewek dia? Telus kisah cinta kita kayak yang di w*ttpad w*ttpad gitu," gumam Nadya sangat pelan, berharap hanya ia seorang yang bisa mendengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekadar Halu vSMP
Teen FictionBukan Sekadar Halu versi SMP Attention ❗ ➷ Mau plagiat cerita saya? SIAP-SIAP TEMUI SAYA DI PENGADILAN AKHIRAT! ➷ No judge! Kalo mau kasih masukan, yang baik ya. Sila ambil baiknya n buang buruknya. ➷ Siders? Gpp, smoga cerita ini bisa mengedukasi k...