Forty Nine [BSHvSMP]

2 0 0
                                    

bismillah ...

assalamu'alaikum. annyeong!!

Selamat membaca bestie, hihi<33.

🎬🎬🎬

"Semenjak aku udah gak di sini mereka makin menjadi, ya, Nad?"

Anggukan Annadya membuat emosi Izzah dan Nadya naik.

"Ihh, asli, ya. Denger ceritanya aja bikin aku gondok sendiri. Apa-apaan?! Tinggal seatap bukannya rukun, ini malah musuhin temennya sendiri tanpa sebab. Harusnya tuh saling support, bikin suasana sehangat keluarga. Kalo misalnya mereka emang gak suka sama kamu, setidaknya jangan ajak orang buat ikut musuhin kamu."

"Makanya, Teh. Aku pindah aja kali, ya?"

Izzah menggeleng tidak setuju. "Jangan lari dari masalah, Nad. Lagian, kalo kamu pindah, nanti kita jadi bakal jarang ketemu, dong?"

"Kan bisa janjian dulu kalo mau ketemu."

"Jangan dehh, ribett. Nanggung satu tahun lagi, Nad. Eh, btw ... Ibumu masih belum bisa dihubungi, Nad?"

Raut wajah Annadya kembali lesu. Ia mengangguk lemah. "Iya, aku chat cuman di-read doang. Aku telpon, malah di-reject."

"Tapi, Bapakmu masih suka kasih uang jajan, 'kan?"

"Masih, tapi, ya ... gitu. Kalo nengokin akupun, cuma kasih uang doang terus pulang."

Deg.

"Ternyata masih ada yang kurang beruntung dari gue. Kasihan Annadya, dipatahkan oleh keluarga dan dijauhi teman-temannya. Gak bersyukur banget sih lo, Nadya. Keluarga lo utuh, bahkan sekarang Bang Aziel mulai berubah lebih baik. Lo masih punya temen, walaupun hanya satu dan yang lainnya kebanyakan virtual. Sedangkan Annadya? Gue inscure deh, dia kuat banget mentalnya."

"Eh, Teh. Aku mau pesen masker wajah pake hp Teh Izzah boleh, gak? Nanti aku yang bayar, kok."

Berhubung hari ini jadwal pesantren sedang libur, Izzah mengajak kedua Adiknya ke Indoaugust. Sekaligus membayar masker wajah yang Annadya pesan secara online menggunakan ponsel Izzah. Sembari menunggu antrean kasir, mereka mengelilingi Indoaugust. Mencari makanan yang akan dimakan bersama.

"Kayaknya enak, gimana kalo ini aja?" tanya Izzah meminta pendapat sambil memegangi bungkusan mie.

"Mie? Aku punya mie di pondok."

"Mie apa?"

"Mieindo rasa ayam geprek mau, gak? Kalo mau, mending itu aja, deh."

Nadya dan Izzah saling pandang, semenit kemudian keduanya mengangguk setuju. Mereka kini mengganti pencarian menjadi makanan ringan. Banyak yang mereka pegang-pegang, tetapi hanya satu cemilan terpilih yang dibeli. Keju, hanya Annadya yang membelinya. Kini mereka tengah membayar di kasir. Nadya menunggu dari belakang keduanya dengan bibir yang ia kerucutkan.

"Pengin keju juga, tapi pasti gak dibolehin sama Kak Izzah," batin si imut tanpa mengeluarkan suara hatinya.

Mereka bertiga berkumpul terlebih dahulu di bawah tangga. Tanpa ba-bi-bu, Annadya membuka bungkusan keju dan melahapnya.

"Kwamwu mwau?"

Sontak Nadya menoleh, menelan ludah membayangkan betapa lezatnya keju itu. Namun, kepalanya ia gelengkan lantaran malu. Beberapa menit mereka di dapur, memasak mie goreng rasa ayam geprek. Ustadz yang berada di ambang pintu menggelengkan kepala.

"Mieindo selera santri," ledek Ustadz tersebut sambil terkekeh.

"Selera semua orang kali, Tadz." Annadya menyahuti sembari mengaduk mie.

Bukan Sekadar Halu vSMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang