Thirty Nine [BSHvSMP]

9 2 0
                                    

Bismillah ...

Assalamu'alaikum, annyeong!

Semangat untuk hari ini. Karena masih ada hari esok yang lebih berat lagi. Untuk kebahagiaan yang akan hadir di saat yang tepat.

Happy reading~

🎬🎬🎬

"Menulutmu, aku halus gimana?"

"Eumm ... kalo kata aku sih, ikut hati kamu aja, Nad. Kamu gak perlu takut orang mau bilang apa tentang kamu. Penilaian dari manusia itu gak penting, Nad,"

"Kalo masalah takut jauh dari agama, sebenernya tergantung kamunya, sih. Aku yakin kamu gak bakal jauh dari agama, maksudnya jauh yang bener-bener jauh lah. Yang penting kuatin iman aja. Tapi, kembali lagi ke kata hati kamu. Aku mah cuman bisa dukung apapun keputusan kamu. Kamu udah berjuang sejauh ini, aku saksinya. So, kamu gak boleh mundur hanya karena omongan manusia yang mulutnya gak pernah di sekolahin."

Si imut terkekeh kecil mendengar kalimat terakhir yang Ashafi ucap. Lalu Ashafi kembali bersuara menyorakkan semangat.

"SEMANGATT AYANKK! Gak usah peduliin orang mau ngomong apa tentang kita. NADYAKU HEBAT DAN KERENN! TAYANGG, MUACHH!"

Sepertinya Ashafi mencium ponsel demi menyemangati sahabatnya. Mata Nadya sampai berkaca-kaca mendapat respon positif dari Ashafi. Ia merasa benar-benar beruntung memiliki teman dekat yang sudah Nadya anggap sahabat seperti Ashafi.

Nadya harap, selamanya Ashafi akan selalu seperti ini, bersamanya. Menjadi sahabat terbaik yang selalu mendukung dan mendengarkan keluh kesahnya. Begitupun dengan Nadya, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk bisa menjadi sahabat terbaik bagi Ashafi.

Untuk kamu yang baca ini, apa ada kata-kata yang ingin kamu sampaikan untuk sahabatmu?

****

Setelah banyak berdiskusi dan berdebat dengan diri sendiri, kini Nadya sudah mengambil keputusan sesuai kata hati. Skip yang ditentukan panitia sudah di print. Tadi siang, Nadya meminta tolong Aziel untuk menge-print-kannya. Beruntungnya ia memiliki Abang yang mau direpotkan.

"Eh, Kak. Coba lihat, ya! Gue cocokkan jadi plotagonis atau antagonis?"

Nadya tipekal anak yang suka berbicara dengan cermin. Itu yang ia lakukan setiap latihan akting.

"Gue tulus sayangg sama lo ... Tapi, kenapa lo mengkhianati gue? Gue salah apa sih sama lo? Dulu lo gak kayak gini. Ke mana lo yang dulu? Gue kangen lo yang dulu, Mi ...."

Tidak pernah mengikuti kelas akting, tetapi Nadya sudah lumayan pandai menghayati peran yang tersakiti. Sedari kecil ia menyenanginya, bahkan tidak jarang Nadya kecil mengeluarkan air mata buayanya. Padahal, hanya bermain-main. Matanya pun kini dipenuhi butiran-butiran air mata.

"Bental-bental. Coba yang anta, ya."

Senyum miring ia sunggingkan di depan cermin. "Lihat aja nanti. Gue gak akan tinggal diem. Kalo Laja gak bisa sama gue, belalti Laja juga gak boleh sama lo! Gak peduli lo sahabat gue atau bukan. Namanya cinta, siapapun saingannya bakal jadi musuh. Makanya, jangan belulusan sama gue kalo lo gak siap telima akibatnya!"

"BWAHA-HA-HA!"

"Lo cocok jadi jahat sumpah! Muka lo judes, cocok kalo jadi pemeran jahat."

Nadya mendelik tajam, tidak terima dengan respon Izzah. "Sembalangan! Gue gak judes, ya! Imut gini masa dikatain judes. Jelas beda jauh, lah!"

"Yeuu! Emang lo judes, kok. Apalagi kalo sama Kakaknya sendiri, beuhh judes banget! Diomelin mulu Kakaknya."

"Lagian Kakak-kakak gue pada ngeselin."

Bukan Sekadar Halu vSMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang