Bismillah ....
Assalamu'alaikum annyeong!!
Gimana kabarnya hari ini?
Eh, jangan bohongi diri kamu sendiri terus untuk selalu terlihat baik-baik saja di mata orang. Kalau kabarmu sedang tidak baik, gak apa-apa. Istirahat dulu, jangan dipaksakan, ya. Kamu berhak untuk bilang jujur kalau "Aku sedang tidak baik-baik saja."
Happy reading~
🎬🎬🎬
"Bang Aziel, tolong bimbing Ghea ngaji pakai nada yang biasa Abang pakai. Boleh, ya?"
Mata Aziel mendelik, tanpa menoleh sedikitpun ke arah Ghea. Jantungnya berolahraga tidak karuan, bari kali ini Aziel merasakannya. Tidak seperti saat menyukai cewek-cewek sebelumnya.
"Ziel? Gimana? Ada yang minta tolong dibimbing, tuh." Ummi menepuk pelan pundak Aziel yang mematung.
"Minta ajalin sama suami lo aja. Lagian, gue gak pake nada apa-apa. Nada di ngaji gak begitu penting, yang telpenting tuh taltil, sesuai tajwidnya."
Ghea dibuat melongo dengan balasan Aziel yang sungguh di luar dugaannya. "Suami? Maksudnya?"
"Gak usah pula-pula lupa sama suami sendili, deh," ketus Aziel melirik Ghea sekilas dengan pandangan sinis.
"Serius, Ghea gak paham yang Bang Aziel maksud suami tuh siapa?"
"Kalo suaminya gak bisa ngajalin, cali guru cewek aja. Nanti suaminya cembulu, loh."
Aziel bangun dari duduknya, mengembalikan Al-Qur'an yang tadi dipinjam. Lalu kembali menghampiri Umminya.
"Ummii, ayoo pulang! Aziel lapel!" rengek Aziel, ia memanyunkan bibirnya. Meskipun sifat kekanakkannya masih belum pulih total, Aziel sudah dapat mengganti panggilan 'Dede' menjadi namanya.
"Tapi, itu—"
Tanpa memberi kesempatan Ummi melanjutkan ucapannya, Aziel menarik pelan lengannya. Akhirnya Ummi terburu-buru mengambil tas dan mengikuti anak bujangnya ke parkiran.
Ghea menatap nanar kepergian Ibu dan anak itu. Senyum yang tadinya merekah lebar, kini berubah lengkungan ke bawah.
"Apa iya, yang dimaksud Bang Aziel tuh Bang Gian? Masa dia nganggep kita pasangan cuman karena aku ngasih makanan ke Bang Gian, sih? Emang salah aku perhatian ke Abang sendiri?"
"Eh, tapi ... itu artinya Bang Aziel cemburu dong? Cemburu? Beneran? Btw, tadi tingkahnya lucu bangett. Huaaaaa, Mamaaa anak gadismu lagi jatuh cinta! Mphhh—"
Teriakan Ghea berhenti sebab apel telah dimasukkan ke mulutnya. Ia memandang sebal pelakunya. Terpaksa Ghea mengunyah potongan apel yang sudah di mulut.
"Adek Abang lagi jatuh cinta sama siapa, sih?" tanya Gian dengan senyuman menggoda.
"Bang, Ghea mau belajar ngaji. Tapi, Bang Gian tolong pesenin guru yang Ghea mau, ya?"
Bukannya menjawab pertanyaan Abangnya, Ghea malah mengganti topik.
"Pesenin guru, emangnya guru makanan?"
"Ihh, seriuss! Ghea mau hijrah."
Gian menghela nafas gusar. Ia tersenyum tipis, kemudian menganggukkan kepala.
"Alhamdulillah kalo gitu. Kamu mau ngaji sama siapa emangnya?"
Sebelum menjawabnya, Ghea tampak berpikir kata-kata yang pas agar Abangnya tidak curiga.
"Bang Gian kenal Bu Rinda, 'kan? Tadi aku kenalan sama Bu Rinda, ngajinya enak, Bang. Aku mau diajarin ngaji sama Bu Rinda."
Ghea sungguh tidak ada niatan hijrah karena Aziel, ia betulan ingin memperbaiki diri agar kelak jodohnya juga baik. Melihat Aziel yang membaik, sepertinya bukan hanya karena dia berobat dengan Abangnya. Melainkan juga berkat keberkahan dari Al-Qur'an.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekadar Halu vSMP
Fiksi RemajaBukan Sekadar Halu versi SMP Attention ❗ ➷ Mau plagiat cerita saya? SIAP-SIAP TEMUI SAYA DI PENGADILAN AKHIRAT! ➷ No judge! Kalo mau kasih masukan, yang baik ya. Sila ambil baiknya n buang buruknya. ➷ Siders? Gpp, smoga cerita ini bisa mengedukasi k...