Thirty Five [BSHvSMP]

5 2 0
                                    

Bismillah ....

Assalamu'alaikum, annyeong!

Reminder, jangan baca cerita ini ketika adzan. Jangan baca ini sebelum sholat!

Okey, kalau sudah selesai ibadahnya, let's reading this!

Happy reading~

🎬🎬🎬

"Eh, ini gimana, dah? Mencet-mencet asal mau kaltu walna apa, gitu?" tanya Nadya pada dirinya sendiri.

Ia sungguh tidak tahu, volume gmeet-nya pun Nadya kecilkan. Akhirnya Nadya asal memencet kartu. Hingga handphone-nya sepanas api dan berujung mati dengan sendirinya. Untungnya, kuis telah berakhir dan Nadya mendapat poin sangat minim.

Walaupun sudah berakhir, tetap saja Nadya buru-buru menghubungkannya dengan penambah daya. Ia merasa tidak enak keluar secara tiba-tiba. Ingin meminta maaf, tetapi rasanya sangat malu.

"Aduhh, nih hp butut nape tiba-tiba mati di saat kek gini si? Gak pas banget situasinya, bilang pelmisi dulu kek kalau mau mati."

Nadya menyalakan ponselnya kembali, kedua kalinya baru bisa menyala dengan benar dan tidak mati lagi. Meskipun ponselnya masih tetap harus di-charge.

"Oke sampai sini dulu. Makasih semuanya, sampai jumpa dites berikutnya. Wassalamu'alaikum."

"Yahh, poin gue kecil bet lagii. Itu tadi gimana sih calanya? Masa mencet-mencet doang?"

Nadya memukul-mukul keningnya sendiri, ia tidak membaca pengumuman kemarin dengan teliti. Kini, ia tahu cara yang benar bagaimana. Ada beberapa yang akan mengulang tes tadi. Nadya berniat mengulangnya, sebab merasa tidak adil kalau menjawab asal tanpa tahu caranya bagaimana.

"Eh bus**, ini mah soalnya lebih lumit dali mtk!" umpat Nadya keesokan harinya saat mengulang tes dan mendapat soal tes logika yang benar-benar mengasah otak.

Banyak yang tidak Nadya ketahui, sebab si imut tidak berlatih dengan serius. Ia menjawab yang sekiranya benar, alhasil poin yang didapatkan juga tidak besar. Nadya merasa sedikit puas, setidaknya poin kali ini lebih besar dari sebelumnya.

"Ya udah, lah. Gak pa-pa, yang penting udah usaha."

****

Nadya berusaha datang tepat waktu di tes terakhir. Ia menyipitkan mata memastikan kalau gadis di bawah pohon beringin ialah teman rohisnya dulu. Dengan segala keberanian yang ia miliki sekarang, Nadya melambaikan tangannya dan mendekati gadis itu.

Untungnya, Nadya mendapat balasan yang baik. Kalau tidak, mungkin Nadya akan mengumpat pada dirinya sendiri yang berusaha untuk bersosialisasi lebih baik lagi.

"Belum mulai, ya?"

"Belum kayaknya."

Nadya membuka layar ponselnya, jam sudah menunjukkan lebih dari pukul yang telah ditentukan.

"Mungkin sebentar lagi."

"Kamu balu masuk Osis sekalang atau dali kelas tujuh?" tanya Nadya memberanikan diri.

Hifza menoleh. "Dari kelas tujuh, tapi kelas tujuh aku gak lolos. Jadi, coba lagi, deh."

"Keren! Selalu mencoba lagi selama ada kesempatan. Gue demen nih yang kayak gini."

Bukan Sekadar Halu vSMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang