Epilog [BSHvSMP]

22 2 1
                                    

Bismillah ....

Assalamu'alaikum, annyeong!

Terima kasih banyak udah bertahan sejauh ini, terima kasih banyak udah ngikutin perjalanan Nadya di SMP. Semoga suka dengan epilognya 💗.

Happy reading~

🎬🎬🎬

"Nadya, saya udah nemuin artist yang sekiranya cocok main di projek kita. Kemarin juga sudah sempat mengobrol langsung dengan artist-artist yang bersangkutan. In syaa Allah, fix bulan depan mulai reading," ucap Arsyla—salah satu tim rumah produksi yang akan mengangkat novel Nadya menjadi sebuah series.

"Maasyaa Allah, alhamdulillah. Jazakumullah khoir, Kak Syla dan semua tim yang tellibat."

"Dengan senang hati, Nadya. Semoga projek kita sukses, sukses terus buat Nadya."

Pertemuan singkat mereka diakhiri dengan berjabatan tangan. Kemudian Arsyla dan tiga dua orang tim lainnya pergi lebih dulu. Sementara Nadya masih ingin menikmati secangkir kopi. Mereka memang janjian untuk membicarakan series Nadya di restoran sebuah mall. Nadya ke sini sendiri tidak bersama siapapun.

Saat tengah menyeruput kopinya, seseorang tiba-tiba menghampirinya dengan seulas senyum tipis. Nadya mendongakkan kepala, menaruh cangkir kopinya di meja. Ia mengangkat satu alisnya.

"Napeed? Gak nyangka bisa ketemu di sini. Apa kabal?"

"Seperti yang lo lihat. Tapi, kayaknya kabar lo jauh lebih baik. Selamat, ya. Congratulations atas suksesnya novel yang lo buat. Lo keren sekarang, gue bangga, Nad."

Nadya terkekeh kecil mendengarnya. "Ah, biasa aja. Tapi, makasih pujiannya, Ped. Btw ... lo sama siapa ke sini?"

"Sendiri aja, sih. Lagi pengin me time."

"Ohh, kilain sama kelualga lo. Eh, duduk, Ped! Emang gak capek beldili telus?"

Naveed menggeleng. Ia memperdalam tatapannya pada Nadya, si imut yang kebingungan mengerutkan keningnya.

"Makasih, ya, Nad. Makasih banyak lo udah mengabadikan kisah kita."

Kening Nadya semakin berkerut, tidak mengerti apa yang Naveed maksud.

"Maksud lo? Kisah kita?"

"Gak usah ngelak, deh."

Tawa Nadya pecah mendengar ucapan Naveed. Ia sungguh tidak menyangka Naveed akan menebak sesuatu.

"Lo melasa itu kisah kita? Ha-ha-ha. Gak semua tentang kita, Ped. Itu kisah gue, bukan kisah kita. Cuman haluan gue, Ped. Kalena gue tau, lo sebenelnya gak suka balik ke gue."

"Enggak, Nad. Gue ... boleh jujur?"

"Apa?"

Cowok berkaca mata itu mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya berat.
"Gue emang sempet ada rasa sama lo. Semua kejahilan gue dulu ... tanda lo orang spesial di hati gue. Bahkan, rasa itu masih ada waktu kita kelas sembilan. Cuman gue gengsi buat ngungkapinnya."

Nadya tersenyum lebar. Tidak ada desiran lagi di hati saat Naveed mengungkapkan yang sebenarnya. Ia sudah benar-benar move on.

"Makasih atas kejujulannya. Makasih juga lo pelnah suka ke gue. Dan, kalo sekalang masih ada gue di hati lo ... tolong hapus lasa itu, ya? Gue gak mau lo belhalap gue bakal balik kayak dulu. Kalena itu mustahil, Ped."

"Gue tau, Nad. Gue bakal berusaha, walaupun sulit."

"Oh iya, gue ... punya pesan penting buat lo. Tolong, jangan belok sedikitpun, gue halap lo bakal tetep ada di jalan yang benel. Gue paham, dunia pelcintaan emang gak seindah haluan kita. Tapi, belok ke jalan yang salah akhilannya juga gak bakal indah. Gue halap setelah ini, lo bakal mempelbaiki dili dan fokus sama dili lo sendili. Gue bakal tetep dukung lo, gue tunggu lo sukses jadi psikolog."

Bukan Sekadar Halu vSMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang