Eighty [BSHvSMP]

12 2 0
                                    

Bismillah ...

Assalamu'alaikum, annyeong!

Udah baca Qur'an hari ini?

Kalo belom, buka dan baca dulu Al-Qur'annya!! Jangan sampai baca cerita ini bikin kamu ninggalin bacaan pokok seorang muslim.

Jujur sama diri sendiri. Mungkin aku ga liat, tapi Allah Maha melihat.

Happy reading!

🎬🎬🎬

"Man? Lo ... ngerokok?"

Iya, foto tersebut menunjukkan Emran tengah mengisap putung rokok. Sungguh, Nadya sangat tidak menyukai cowok perokok. Suatu kebiasaan yang bagi Nadya hanya membuang-buang uang dan merusak kesehatan.

"Makasih udah ngasih tau gue. Sekalang nama lo udah gue colet dali daftal cowok idaman. Gue gak mau sama pelokok. Lo pintel-pintel kok ngelokok, ewhh!"

"Tapi, salah lo sendili sih, Nad. Belekspektasi tinggi tentang Emlan. Padahal jelas-jelas tampangnya anak bad boy. Cowok bad boy kebanyakan pelokok."

Semenjak tidak serumah lagi dengan Izzah, Nadya jadi lebih sering bercerita pada Ummi. Sekecil apapun suatu kejadian yang menarik pasti akan Nadya ceritakan. Nadya awalnya membahas SMA hingga merembet ke masalah Emran.

"Nah, bial gak stless mikilin SMA, Dede mau celitain sesuatu yang sangat amat gak telduga."

Umminya tersenyum tipis setelah mendengar cerita Nadya. "Berdoa aja, semoga dia gak kecanduan dan bisa tinggalin rokok. Masih muda semoga masih bisa diatasi."

"Iya, sih, benel. Aamiin, deh."

"Tapi, Mi, Dede deg-degan, deh."

"Deg-degan kenapa? Karena Emran?"

Mata Nadya menatap Umminya serius. Ia menggelengkan kepala. "Bukan, Dede deg-degan sama PPDB. 'Kan udah fix pilihan peltama ke SMA 888. Nah, Dede ambil jalul apa jadinya?"

"Kalo saran dari Bu Bita sih, nilai kamu bagus kalo mau masuk negeri."

"Tapi, SMA 888 tuh telmasuk SMA favolit. Takut kalah saing, pasti nilainya pada tinggi-tinggi. Gak belani, ah. Tahfiz gimana?"

"Poinnya kecil kalo cuman satu juz, Dek."

Nadya menundukkan kepala malu. Merasa gagal menjadi penghafal Al-Qur'an. Seharusnya hafalannya bertambah, setidaknya satu juz. Namun, ini? Satu juz saja bertahan sudah syukur.

"Dek, kalo saran Ummi, bismillah pake jalur anak guru, ya? Anak guru emang kuotanya dikit, tapi saingannya gak sebanyak kalo mau ambil jalur nilai dan tahfiz."

Si imut dengan kerasnya menggeleng tidak terima. Matanya sampai berkaca-kaca. "Enggak, mi. Dede gak mauu. Dede takut dituntut jadi sempulna kalo olang tau Dede anak gulu. Nanti kalo Dede gak belplestasi, olang bilang 'Anak gulu kok bodoh' atau kalo Dede belplestasi bisa dilemehin 'pantes sih pintel, 'kan dia anak gulu'. Takutt."

Ummi mengelus puncak kepala Nadya sambil tersenyum tulus. "Gak usah malu, jangan takut diejek. Justru kamu harus nunjukkin kalo kamu bisa. Jangan malu jadi anak guru. Harusnya kamu bangga, Dek. Ummi-Abi guru, Eyang Uti-Eyang Kung guru, Kakekmu pendakwah. Kamu gak cuman anak guru, tapi cucu guru juga. Jadi keturunan guru itu berkah, Sayang."

"Bener sih yang Ummi bilang. Tapi, gue pengin masuk SMA dengan prestasi gue sendiri bukan karena profesi ortu. Gue ... gagal ya belajarnya? Kenapa gak ambis dari kelas tujuh, sih, Nad?"

Dengan segala pertimbangan, Nadya menghela napasnya panjang untuk sebuah keputusan besar. "Iya, Mi. Sekolah 'kan udah pilihan Dede, gak ikut pilihan Ummi. Jadi, bismillah deh, Dede ikut jalul yang Ummi pilihin."

Bukan Sekadar Halu vSMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang