Forty Two [BSHvSMP]

2 2 0
                                    

Bismillah ...

Assalamu'alaikum, annyeong!

Terima kasih sudah menjadi manusia baik, meskipun di luar sana ada yang tidak memperlakukan kamu dengan baik. Terima kasih sudah kuat. Aku akan selalu ada di sini untuk menguatkanmu.
Virtual hug (つ≧▽≦)つ

Happy reading~

🎬🎬🎬

"Udah empat jam loh, rapatnya belom kelar juga. Kalian gak kasian apa sama kita? Kita juga ada kerajaan lain, gak cuman ngurusin program kalian," kata itu keluar dari mulut Kamal. Kata yang secara tidak sengaja melukai hati yang mudah rapuh.

"Iya, gue salah. Gue bodoh. Gue terlalu bodoh untuk masuk di tengah-tengah orang cerdas dan kreatif kayak kalian."

Usai rapat, Nadya melangkah gontai menuju ruang tv. Rupanya ada sosok malaikatnya di sini. Nadya langsung menumbangkan badannya di karpet merah. Membenarkan posisinya dan menjadikan paha Ummi sebagai sandaran.

"Mi, boleh gak sih Dede mundul? Boleh gak Dede mengundulkan dili dali Osis?" tanya Nadya parau.

"Eh?" Ummi yang tengah mengetikkan sesuatu di ponsel, tersentak kaget. Lalu Ummi menyimpan ponselnya di samping. Tangan lembut Ummi mengusap kepala Nadya. "Nadya kenapa? Ada masalah apa? Hm?"

Nadya menggeleng lemah. Dengan isakan tangis yang tidak dapat Nadya tahan, Nadya mencoba menjelaskannya.

"Dede gak pantes masuk Osis, gak cocok buat Dede yang lemot. Dede tellalu lemot dan bego, sedangkan meleka pintel-pintel dan kleatif, Mi. Otak Dede capek kalo telus-telusan dituntut belpikil klitis. Dede cuman jadi beban di situ. Dede malu, Dede gak pantes jadi Osis ... halusnya emang dali awal Dede gak usah nyoba-nyoba masuk Osis. Tapi, Dede nekat dengan segala ketelbatasan yang ada. Dan bodohnya, dengan mental yang mudah lapuh ini Dede sok-sokan ngajuin dili jadi ketua sekbid. Padahal, Dede gak mampu."

Beberapa menit Ummi terdiam mendengar keluh-kesah anak bungsunya. "Yah, Dek. Nadya 'kan kuat, Nadya gak boleh patah semangat. Gak boleh ngomong kayak gitu. Nadya juga pinter dan kreatif di waktu yang tepat. Nadya udah di titik ini, masa mau mundur gitu aja? Udah janji Osis juga, bukannya gak boleh mengundurkan diri?"

"Dijalani semampunya Nadya aja, Dek. Gak semuanya harus sempurna. Nadya juga 'kan masih belajar. Gak pa-pa, ya? Lanjutin, beberapa bulan lagi kok."

****

Nadya sudah siap dengan seragam putih birunya. Ia akan pergi ke sekolah. Bukan untuk belajar, melainkan mengurus proposal kegiatannya.

Sebelum berangkat, Nadya menyempatkan waktu sebentar menyikat gigi kuningnya agar bersih dan tidak bau. Saat hendak menyimpan sikat giginya kembali ke rak, ponsel di saku roknya bergetar. Nadya buru-buru menaruh sikat giginya dan menjawab telepon yang ia kira dari Kamal.

"Halo, Nad!"

"Nadya!"

Tebakannya salah, tadi ia tidak sempat melihat nama kontak yang meneleponnya. Dan rupanya yang terdengar suara Harish.

"Hah? Iya, halo."

"Gece dateng ke sekolah, ya. Ditunggu sama Kamal."

"Iyaa, ini mau otw."

"Oke."

Sambungan telepon diputuskan sepihak dari Harish. Nadya mendengus sebal. Tidak apik sekali menutup telepon hanya dengan 'oke' saja.

"Emang nyebelin banget si Halish! Lagian, gue tau udah ditunggu. Ini juga mau belangkat. Ngapain ditelpon-telpon? Dikila gue pelupa dan ingkal janji gitu? Untung gue udah selesai sikat gigi."

Bukan Sekadar Halu vSMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang