Sixty Four [BSHvSMP]

5 0 0
                                    

Bismillah ....

Assalamu'alaikum, annyeong!

Terus ulangi doa baikmu dibarengi ikhtiarnya, hingga nanti saatnya doa-doa itu terwujud diwaktu yang tepat. Tetap bersabar sampai waktu itu tiba, yaa.

Selamat membaca~

🎬🎬🎬

"Kamu sekelas lagi sama Napeed, ya?"

"Iya, udah mana sama-sama piket di hali Selasa. Telus, sesi dua yang piket hali Selasa cuman aku sama Napeed doang. Jadi, kita piket beldua. Ehh, si Napeed kemalin cuman ngangkatin bangku doang. Aku suluh nyapu, dia malah geleng-geleng. Ngeselin banget emang!"

Suara tawa khas Lova terdengar halus di telinga Nadya. Di balik masker, Nadya tersenyum hambar. Dulu, mereka sering tertawa bersama Naveed juga. Menertawakan Warda maupun menertawakan satu sama lain.

Langkah kaki Nadya berhenti di tempat biasa Nadya berkumpul dengan keluarganya. Padat sekali orang, sampai tidak ada bangku yang kosong. Tidak mungkin mereka berdesakan di sana.

"Oh iya, kamu bawa novelnya?"

Nadya menunjukkan tas yang ia gendong. "Bawa, dong. Nih, ada di tas!"

"Sekalang aja kali, ya? Dalipada nanti-nanti malah kelupaan, takut kebawa lagi sama aku."

Tangan Nadya mengeluarkan totebag kecil yang memuat novel milik Lova. Ia menyodorkannya pada gadis keturunan Ambon itu. Setelah beberapa menit beristirahat dan berfoto bersama, Nadya dan Lova mengelilingi taman sambil membicarakan banyak hal.

"Kamu lagi suka seseolang, gak, Lop?"

"Gak, sih. Lagi gak mau buka hati buat siapa-siapa. Gak ada yang cakep juga di sekolah, karena yang cakep cuman Jeno. Kamu sendiri, Kil?"

"Aku ... lagi suka seseolang, sih."

"Oh, ya? Siapa? Sekelas sama kamu?"

Anggukan kepala Nadya memancing rasa penasaran Lova. "Aku kenal, gak? Dulu dia kelas 7i juga, bukan?"

Lova menerka-nerka beberapa temannya yang dari kelas 7i.

"Marzuqi? Qamar? Napeed? Siapa?"

"Yang telakhil kamu sebut tadi."

Mata Lova hampir copot mendengar jawaban tidak disangka dari Nadya. "Napeed? Hah?! Serius?"

"Iyaa selius, gak tau kenapa bisa suka sama dia. Napeed beda aja dali yang lain. Kalo temen-temen cowok di kelas lata-lata banyak gaya. Beda sama Napeed yang apa adanya."

Sambil berhenti di tukang jajanan, mampir membeli jajan, mereka meneruskan obrolannya.

"Kamu sejak kapan suka sama Napeed, Kil? Baru-baru ini atau dari kelas tujuh?"

"Janji jangan bilang siapa-siapa, ya?"

Nadya tersenyum melihat Lova mengangguk. "Jujul, sebenelnya dali kelas tujuh aku udah suka. Tapi, dulu tuh aku kayak gak peka sama pelasaan aku sendili. Kalena aku mikilnya tuh, aku cuman suka sama Kak Hilo. Padahal, aku cuman sekedal nge-fans aja. Beda ke Napeed yang tiap hali belantem, saling meledek."

"Sampe sekarang, Kil?"

Gadis imut itu mengangguk disertai kekehan.

"Wuihh, kerenn mendem perasaan dari kelas tujuh!"

"Keren, sih. Dulu gue bisa bersikap biasa aja di depan dia seolah gak ada rasa apa-apa. Gue kira dulu, bercanda dan berantem sama dia tuh gak bakal melibatkan hati. Taunya, gue nelen ludah sendiri. Gue gak akan kasih tau perasaan gue yang sebenernya ke dia sekarang. Tapi, mungkin suatu saat bakal gue sampaikan. Dengan cara yang berbeda, gue pengin bikin cerita tentang kisah kita. Biar dia baca dan tau sendiri dari cerita itu."

Bukan Sekadar Halu vSMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang