Thirty Six [BSHvSMP]

6 2 0
                                    

Bismillah ...

Assalamu'alaikum, annyeong!

Dapet semangat dari Nadya, katanya, "Semangat selalu untuk meng-upglade dili jadi lebih baik." (つ≧▽≦)つ

Happy reading~~

🎬🎬🎬

"Siswa-siswi sekarang mah 'kan kebanyakan mager tuh nulis-nulis jurnal, itu gimana caranya program kamu bisa berjalan?"

"Y-yaa ... dibikin menalik, Kak."

"Iya, dibikin menariknya tuh gimanaa?"

Nadya tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Otaknya sudah bekerja keras, tetapi 'tak kunjung mendapat ide. Di saat-saat genting, otak Nadya malah buntu. Namun, di waktu senggang, otak Nadya berpikir dengan lancar jaya. Kamu pernah merasakannya tidak?

"Gini deh, kamu yakin program kamu bisa berjalan?" pertanyaan terpasrah melihat lawan bicara tidak mampu menjawab.

"Yakin, Kak," jawab Nadya pelan.

"Oke, waktunya sudah habis."

Otaknya masih kepikiran kejadian beberapa menit yang lalu. Namun, setidaknya ia dapat bernapas lega telah melewati sesi wawancara ini walaupun tidak sesuai dengan harapan.

"Gimana tadi, Dya?"

"Ya, gitu. kayaknya gak lolos, deh."

"Ya udah, gak pa-pa. Yang penting udah berani maju terus, itu udah hebat. Kalo lolos, harus amanah. Kalo enggak, ya tetep harus amanah jadi pengurusnya."

Nadya mengangguk pelan meng-iya-kan ucapan Ummi.

Salah satu cara Nadya agar kejadian-kejadian yang terus menghantui pikirannya itu tersingkirkan adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas. Entah aktivitas yang produktif, ataupun aktivitas yang ditujukan untuk mengobati luka hati. Seperti sore ini Nadya menonton sinetron tv favoritnya, sudah beberapa hari ia tidak menonton karena sibuk mempersiapkan diri. Nadya ingin menonton dua tokoh pendamping favorit yang setiap melihat mereka otaknya selalu flashback dengan kedekatannya dan cowok berkaca mata.

"HA-HA-HA-HA. GEMES BANGET!"

Faktanya, tawa itu adalah seni menutupi luka.

****

Dua hari setelahnya, Miftah mengumumkan hasil tes wawancara calon ketua OSIS. Nadya tertawa, menertawakan dirinya sendiri. Iya, dia gagal. Nadya bersyukur akan kegagalannya. Karena ia gagal setelah mencoba, bukan gagal melawan rasa takut.

Anehnya, dengan mental yang sudah sangat rapuh, Nadya justru bersemangat mencalonkan diri sebagai ketua sekbid. Nadya merasa kalau ia gagal menjadi pengurus inti, setidaknya ia harus berhasil sebagai ketua sekbid. Dari sinilah otak, mental, dan waktu Nadya akan dikuras.

Tiap sekbid diminta untuk membuat program-program yang akan dilaksanakan. Yang ada dipikiran Nadya saat itu adalah membuat program itu mudah, tinggal nama program dan mekanismenya seperti apa. Ia pikir, ini baru perencanaan awal dan tidak perlu persiapan yang begitu matang.

Ternyata, pikirannya tidak tepat. Bahkan, Nadya kembali di posisi bingung harus menjawab apa.

"Kan sekarang banyak nih yang ngejiplak atau lihat dari g*ogle. Nah, gimana kita bisa tau puisi yang dia buat murni pemikiran dia atau copas dari go*gle?"

"K-kita cek dulu di g*ogle ada atau enggak. Kalo gak ada, belalti kemungkinan besal mulni hasil otak dia."

"Kalo dia lihat dari sumber lain? Bisa aja puisi yang dia salin gak dari g*ogle, tapi ada di buku, di web atau di aplikasi lain gitu."

Bukan Sekadar Halu vSMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang