"Lo ternyata mahir berkuda ya."
"Hmm, dulu saat di London gue sering berkuda. Berawal dari ikut-ikutan, eh..jadi keterusan." Jawab Dirga sembari menatap sisi samping wajah Yoana yang menolehkan wajah kearahnya.
"You're a goddess."
"Pardon?" Yoana menaikan sebelah alisnya, masih dengan kepalanya yang menoleh ke belakang—menatap Dirga. Meminta laki-laki itu untuk kembali mengulang kalimat yang terdengar samar, terdengar seperti bisikan tepat di telinganya.
"You're beautiful, Ana."
"Ah," Yoana tersenyum lalu mengangguk, "Thanks for the compliment Mr. Audirga. Tapi gue yakin 'I'm not the only one' yang pernah mendapat pujian seperti itu kan?"
"No, just you."
"Should I've to believe that?"
Dirga tersenyum lalu mengendikan bahunya, "Is up to you. But that's the truth."
Omong kosong kalau Dirga bilang ia baik-baik saja. Pada kenyataannya ia setengah mati mencoba menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba menggila. Dalam posisi sedekat ini, mustahil jika Yoana tidak merasakan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Maka dari itu sebisa mungkin Dirga mencoba meredamnya.
Yoana dengan outfit santainya terlihat sangat berbeda di mata Dirga, karena ia yang terbiasa melihat Yoana dengan outfit formalnya. Juga wajahnya yang terlihat lebih natural tanpa polesan make up. Membuat Dirga bisa melihat dengan jelas semburat merah alami pada pipi Yoana karena udara dingin.
She's so gorgeous, batinnya.
"Ana,"
"Ya?"
"Sosok seperti apakah seorang Audirga di mata seorang Yoana?"
"Uhm, tiba-tiba?"
"Just curious."
"Well, menurut gue...I don't know what to say, singkatnya...you're the perfect one." Namun tiba-tiba Yoana menggelengkan kepalanya, " Oh, Nggak. Hampir, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini kan." Dirga mengangguk menyetujui.
"You've had everything. Apa yang semua orang inginkan, lo sudah punya." Tambah Yoana.
Dirga tersenyum tipis, "Belum semuanya." Yang dibalas decakan oleh Yoana, "Manusia memang nggak pernah merasa puas." Sindirnya, lalu memutar bola matanya.
"Just it?"
"Ya.." Yoana memicingkan matanya "Lo bukan seseorang yang gila akan pujian kan?"
Dirga menggeleng cepat, "Nggak,"
"Lalu?" Tanya Yoana, merasa Dirga terlihat belum cukup puas mendengar jawaban darinya.
Dirga tidak segera menjawabnya, pikirannya berkelana, sudah benarkah keputusannya ini? Terlalu terburu-burukah? Atau selama ini ia malah terlalu lama membuang-buang waktu?
Diamnya Dirga membuat suasana menjadi hening. Yang terdengar hanyalah langkah kaki kuda dan juga helaan nafas dari keduanya.
Sejujurnya Yoana mulai tidak nyaman dengan suasana seperti ini. Hingga akhirnya suara Dirga kembali terdengar membuat Yoana tanpa sadar mengembangkan senyumnya.
"Apakah gue juga sudah hampir sempurna untuk seorang Yoana?" Ujarnya.
Yoana terhenyak sejenak, lalu mengerutkan dahinya, "What do you mean, Dirga?" Ditolehnya lagi Dirga yang kini juga tengah menatapnya.
"I know you got the point."
Yoana mengerjap, sedangkan Dirga menaikkan sebelah alisnya.
Keduanya masih terus bertatapan hingga si perempuan memutus kontak mata mereka, tersenyum simpul lalu terkekeh.
"This man. Mencoba mempraktekan jurus andalan lo kepada gue huh?"
"Jurus andalan?"
"Womanizers are sweet talker as hell. And I'm pretty sure that's so you are."
Dirga terkekeh, "Damn, sejelas itukah?"
"Hmm. So try me next time. Itupun kalau lo bisa."
"How? Gimana kalau gue bisa?"
"Don't too confident sir."
Dirga menghela nafasnya, lega? Tidak.
"All right ma'am. I'm done. Sebaiknya kita balik ke yang lain, udah jam makan siang."
***
"Lain kali gue nggak bakal kalah." Ujar Calvin yang masih belum menerima kekalahannya siang tadi pada para sahabatnya yang sedang bermain billiard.
Leona berdecak, tak lupa mencibirnya.
"Lo udah berapa kali bilang seperti itu seharian ini?" Tanyanya sembari menyerahkan kaleng minuman soda yang diambilnya dari kulkas—catat atas perintah si bos sialannya.
Bukannya kesal, laki-laki itu malah tersenyum sembari menaikkan sebelah alisnya, "Wah, ternyata lo seharian ini memperhatikan gue, hmm?"
"Here we go again." Dengus Dirga sebelum kembali fokus pada permainan billiard yang kebetulan sekarang adalah gilirannya.
Leona yang baru saja mendudukkan dirinya pada sofa memilih untuk kembali bangkit dari tempat duduknya, menepuk keningnya, "Salah lagi."
Rendi dan Elang yang mendengarnya terkekeh, "Yang sabar ya.'' ujar Rendi pada Leona.
"Mau kemana?" Tanya Calvin yang melihat sang sekretaris melenggang pergi meninggalkannya.
"Nggak usah ngikutin gue!" Teriak Leona sembari menunjukkan kepalan tangannya pada Calvin, lalu kembali melangkahkan kakinya menuju dapur. Padahal niat awalnya ia ingin bersantai melihat para lelaki bermain billiard. Karena di dapur pun ia tidak bisa apa-apa.
"Kenapa lagi sih?" Tanya Audrea yang sedari tadi melihat tingkah Calvin dengan Leona.
Yoana tersenyum, "Biasa. Yang laki-laki banyak tingkah minta perhatian, sedangkan yang perempuan nggak peka." Lalu dibalas kekehan oleh Audrea dan Gladista yang kebetulan sedang ada disana, membantunya menyiapkan masakan untuk makan malam.
"Sepertinya lo butuh kaca deh." Sahut Leona yang kini sudah ikut bergabung dengan ketiga perempuan yang sibuk dengan berbagai bahan masakan.
"Nggak jadi ikutan billiard?" Tanya Yoana.
Leona menarik kursi bar, duduk disana lalu menggeleng. "Nggak. Gue disini aja, bantu doa."
-
Lama tak jumpa ya kawan:)) Miss u guys so bad!!!Btw, seneng deh dapat notif dari kalian, padahal aku udah lama nggak muncul. Terharuuuuu 😭😭 aku jadi mood lagi. Apalagi baca komen komennya, walaupun nggak semuanya aku balas, tapi selalu aku baca kok. Pada gemashh sama Dirga ya kalian wkwk.
Terakhir, aku mau nanya, alasan kalian masih betah disini karena apa?
Info update atau spoiler cek,
ig: _raawwrr.rr
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh La La Laa
General FictionGoddess series #1 ------------------------------ Please allow me Into your reality I'll approach you, so hold on to me.. Written in bahasa Start : Januari /26 /2021 End : Desember/14/2022