Kalimat, ' Finally, She said yes', terpampang dengan berlatarkan sebuah foto sepasang tangan yang saling menggenggam. Sedikit kabur seolah-olah foto diambil dengan tergesa dan tanpa sepengetahuan si perempuan. Terlihat begitu mencolok diantara postingan-postingan yang di dominasi hasil jepretan kamera milik Dirga diberbagai tempat yang telah laki-laki itu kunjungi.
Tebaknya foto diambil semalam, dihari ulang tahun Dirga. Saat mereka tengah merayakan hari bahagia itu dengan dilengkapi sebuah kue yang baru terpotong sebagian, sebotol wine, dan berbagai menu makanan yang telah terhidang diatas meja. Terlihat begitu sederhana namun terkesan sangat intimate.
Apa itu yang menyebabkan Dirga datang sangat larut untuk mengambil hadiah pemberian Rafa semalam? Pantas saja.
Pertanyaan yang seketika memenuhi benak Karina ialah, siapa dia? Siapa perempuan itu? Jadi apa yang di dengarnya dari Audrea selama ini, itu benar? Mengenai Dirga yang sedang dekat dengan perempuan. Perempuan yang berhasil membuat Dirga rela mengambil penerbangan ke Semarang usai pekerjaannya rampung saat itu juga.
Perempuan yang sama dengan orang yang memiliki janji makan siang dengan Dirga beberapa waktu yang lalu, yang sampai membuat Dirga menolak tawaran makan siang darinya.Apakah semua itu berhubungan dengan orang yang sama? Dengan perempuan yang berhasil memecahkan rekor menjadi perempuan pertama yang Dirga tunjukkan di media sosial nya setelah mama dan Audrea?
How lucky she is.
Oh, atau bisa dibilang mereka sama-sama beruntung. Ya, Karina yakin itu. Ia mengenal seperti apa sosok Dirga, dan ia tidak perlu meragukan pilihan laki-laki itu. Dirga tidak mungkin asal tunjuk perempuan untuk dijadikan perempuannya. Jadi siapapun perempuan itu, orang tersebut sudah pasti memiliki sifat yang sama dengan Dirga.
Harusnya Karina ikut bahagia bukan?
Tapi pada kenyataannya memang tidak bisa semudah itu.
Sebut Karina munafik karena selalu menyangkal perasaannya sendiri, selalu menolak dan bersikap seolah tidak membutuhkan kehadiran Dirga. Namun pada kenyataannya malah sebaliknya.
Karina tidak perlu membeberkan alasan yang sama untuk kesekian kalinya kan? Alasan kenapa ia berusaha mati-matian mengubur perasaan miliknya itu untuk Dirga. Jelas karena ia sadar diri. Dan menyadari ia bukanlah perempuan yang pantas untuk laki-laki seperti Dirga.
Karina menghela nafasnya. Lalu diakhirinya sesi memata-matai profil media sosial milik laki-laki itu.
Sudah tidak ada harapan. Tidak, tepatnya..memang sejak awal tidak pernah ada harapan.
***
Dirga sadar dirinya bukanlah lagi laki-laki berusia belasan tahun yang akan mudah dimabuk cinta, hanya karena mendapatkan jawaban akan pernyataan cintanya dari seorang yang disukainya.
Tidak perlu mengingatkan Dirga mengenai usai, ia masih sangat ingat betul dan masih sangat yakin karena ia belum mengalami kepikunan. Mana mungkin ia melupakan usianya sendiri, yang baru saja bertambah...oh, atau berkurang satu tahun tepat satu hari kemarin.
Berkepala tiga. Usia ideal seorang laki-laki yang biasanya dikonotasikan sudah mapan, sudah berkeluarga dan setidaknya memiliki satu orang keturunan. Benar bukan? Sebagai besar msyarakat pasti akan langsung memikirkan hal yang sama setiap kali mendengar tentang frasa tersebut.
Namun bagi Dirga, usia hanyalah angka. Usia bukan tolak ukur akan sebuah pencapaian seseorang. Tidak semua orang sama. Setiap orang memiliki waktunya masing-masing. Ada yang di pertengahan usia dua puluhan sudah bisa mendapatkan segalanya. Tapi ada pula yang baru bisa mencapai kesuksesannya setelah berusia lebih dari itu. Dua hal tersebut tidak ada yang salah, tidak ada yang gagal pula. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki jalan cerita dan kisahnya masing-masing.
Bukan, Dirga mengatakan hal itu bukan untuk mencari pembelaan atas dirinya sendiri, yang hingga di usianya sekarang masih belum juga bisa mencapai titik itu.
Dirga sama sekali tidak peduli dengan opini orang lain mengenai dirinya. Selama orang terdekatnya tidak mempermasalahkan itu, Dirga tidak akan pernah ambil pusing. Toh, buktinya sampai sekarang mama dan papanya tidak memaksa dirinya untuk segera berkeluarga, atau bahkan parahnya sampai memaksa dirinya untuk menerima perjodohan dengan anak salah satu kenalan orang tuanya. Kalau sampai hal itu terjadi Dirga tidak sanggup membayangkan akan seperti apa nantinya.
Kembali pada mendapatkan jawaban akan pernyataan cintanya dari seorang yang disukainya. Ya, benar. Kalian tidak salah membaca. Perasaan Dirga yang selama ini ia tujukan untuk Yoana akhirnya berbalas. Perempuan itu menerima pengakuan cintanya. Di hari ulang tahunnya. Sekali lagi akan ia ulangi, DI HARI ULANG TAHUNNYA. Iya, di hari sepesialnya. Yang seumur hidupnya tidak pernah ia bayangkan sebelumnya akan mendapatkan kado se-sepesial ini.
Jadi wajar saja kan kalau di sepanjang hari ini ia tidak pernah lupa memasang senyum terbaiknya? Tidak peduli giginya akan kering karena terlalu lama tersenyum. Kalau saja tidak ada Rendi yang menyuruhnya untuk berhenti tersenyum--yang menurut laki-laki itu, Dirga yang tersenyum seperti itu malah terlihat menyeramkan seperti tokoh badut di salah satu film horor yang pernah Rendi tonton sebelumnya-Dirga akan sanggup-sanggup saja tersenyum di sepanjang hari ini. Persetan dengan giginya yang akan kering atau apalah.
"Lo malah seperti, maaf...orang sakit jiwa, Dir."
Dirga mengendikan bahunya acuh, namun tetap menuruti perintah Rendi untuk berhenti tersenyum senyum sendiri.
"Jadi sekarang status kalian naik pangkat jadi pacaran?" Tanya Rendi.
"Nggak."
Rendi menautkan kedua alis tebalnya, "Lalu?"
"Menurut gue status pacaran itu terkesan seperti main-main. Dan gue nggak main-main dengan Yoana, Bang."
Rendi mengangguk-anggukkan kepalanya, "Ceritanya lo langsung melamar Yoana?"
"Mana berani gue main lamar tanpa restu orang tuanya." Dirga menatap Rendi penuh keyakinan, "Ya, lihat saja bagaimana kedepannya. Intinya kita udah sama-sama berkomitmen. Dengan Yoana menjawab ya aja, itu udah lebih dari cukup."
Dirga mengecek arloji di pergelangan tangan kirinya, sudah saatnya ia harus pulang.
"Gue suka dengan desain yang ini, lebih minimalis. Nggak terlalu besar, ada space buat taman, dan yang terpenting privasinya terjamin." Ujar Dirga sambil menunjuk salah satu desain rumah yang telah Rendi berikan padanya.
"Oke, jadi deal dengan desain yang terakhir ya? Nggak ada revisi lagi?"
Dirga mengangguk, "Udah fix ini aja. Gue suka. Rumah terlalu besar juga susah ngerawatnya haha."
"Gue balik ya, Bang. Ada janji makan malam sama calon istri." Pamitnya, tak lupa menampilkan cengiran yang sangat amat jarang Dirga tunjukan pada orang-orang.
"Amin, Dir! Amin!!" Balas Rendi mengantarkan kepergian Dirga dari ruang kerjanya.
"Hati-hati lo."
-
Kalian pikir kedepannya bakal adem ayem aja? Hohohooo tentu tidak semudah itu ferguso..ini baru mau masuk konflik yang sesungguhnya.
Are u guys ready?
Mau nyoba nge-challenge kalian ah, aku pengen tau seberapa kompak kalian. Komen 50, vote 50 sampe jam 3. Kalo bisa double up.
Challenge di terima gak nih?
See u luv!
Info update atau spoiler cek,
ig: _raawwrr.rr

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh La La Laa
General FictionGoddess series #1 ------------------------------ Please allow me Into your reality I'll approach you, so hold on to me.. Written in bahasa Start : Januari /26 /2021 End : Desember/14/2022