Tiga hari sudah semenjak kejadian malam itu, dan Dirga bagaikan benar-benar hilang dari pandangannya.Tidak ada pesan, panggilan, apalagi pertemuan seperti hari-hari sebelumnya. Tidak ada lagi genggaman hangat, kecupan manis, dan pelukan yang selalu Yoana dapatkan dari laki-lakinya itu.
Hampa.
Lagi-lagi kehampaan menyeruak masuk dalam hatinya, setelah akhir-akhir ini ia mulai lupa bagaimana rasanya.
Sudah sedalam dan sebanyak ini kah pengaruh kehadiran Dirga dalam hidupnya?
Iya, dan Yoana pun tidak pernah menyangka hal ini bisa terjadi.
Lantas kalau sudah seperti ini, Yoana bisa apa?
Sudikah Dirga kembali setelah dengan bodohnya Yoana memintanya untuk pergi?
Masih maukah Dirga bersama dengan perempuan yang tidak tahu malu ini?
Yoana menekuk kedua lututnya, memeluknya. Dengan air mata yang mulai berlinang membasahi pipi.
Ini memalukan.
Setelah banyak usaha dan pengorbanan yang telah Dirga lakukan dan berikan untuk dirinya, Yoana malah memberikan balasan seperti ini.
Bolehkah ia menyesal sekarang?
Bolehkah ia berharap Dirga kembali padanya seperti sebelumnya?
Belum terlambat kan?
Yoana mengusap kasar bekas air mata diwajahnya, mengedarkan pandangan mencari keberadaan ponselnya. Setelah ditemukannya, segera digulirnya layar ponsel, lalu berhenti tepat pada kontak dengan nama seseorang yang sejak tiga hari lalu tak pernah berhenti mengusik pikirannya.
Yoana hanya butuh satu gerakan untuk menekan tombol dial pada layar ponselnya itu, namun mengapa terasa begitu berat?
Dirga pasti akan menjawab panggilannya kan?
"Ya, Dirga pasti menjawabnya." Cicitnya pelan. Mencoba meyakinkan diri.
Dinyalakannya kembali ponselnya yang terkunci, hanya butuh satu sentuhan pada layar ponselnya dan...
"Hah! Nggak, nggak bisa."
Yoana meremat ponselnya, dan melemparnya asal pada tempat tidur.
Yoana tidak sanggup, hanya dengan membayangkannya saja ia sudah merasa sesesak ini. Apa lagi kalau nantinya ia benar-benar mendengarnya dari Dirga secara langsung.
Tidak, Yoana bukannya tidak siap mendengar bentakan ataupun kalimat kasar dari Dirga. Karena ia tau Dirga bukan laki-laki seperti itu. Yang Yoana takutkan hanyalah mendapati Dirga yang hanya akan mendiamkan dirinya.
Diamnya seseorang yang tengah kecewa dan marah merupakan sebuah mimpi buruk.
Kalau boleh memilih, Yoana lebih bisa menerima jika Dirga memarahi dirinya. Daripada harus mendapati Dirga yang hanya diam saja, seolah tidak lagi menganggapnya ada. Karena itu sangatlah menyakitkan.
Juga, Yoana tidak sanggup jika Dirga benar meminta untuk mengakhiri hubungan yang ada diantara mereka, yang bahkan belum lama terjalin.
"Dirga, apa kamu benar-benar pergi? Apa kamu benar menuruti kemauan bodoh ku?"
Yoana lupa, ia melupakan satu fakta bahwa apa yang keluar dari mulut Dirga akan benar-benar laki-laki itu kabulkan.
Dirga, laki-laki yang selalu memegang segala ucapannya.
Kalau Yoana tidak salah menebak, dan kalau jadwal keberangkatan Dirga tidak berubah, maka hari ini adalah hari terakhir Yoana dapat menghirup udara yang sama dengan kekasihnya itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/241733234-288-k390105.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh La La Laa
Ficción GeneralGoddess series #1 ------------------------------ Please allow me Into your reality I'll approach you, so hold on to me.. Written in bahasa Start : Januari /26 /2021 End : Desember/14/2022