BAB 28

6.8K 667 21
                                    

Dirga membaringkan tubuhnya pada sofa usai melepas kasar dasi juga jasnya. Diletakkan sebelah tangannya menutupi mata guna menghalangi cahaya lampu yang membuat kepalanya semakin berdenyut.

Sebenarnya Dirga sudah merasa tidak enak badan sejak tiga hari yang lalu. Pikirnya ia hanya kurang istirahat, seperti biasanya. Tapi sepertinya kali ini berbeda. Vitamin juga istirahat saja ternyata belum cukup. Padahal biasanya hanya dengan meminum vitamin dan istirahat yang cukup keesokan harinya ia sudah akan merasa lebih baik. Dan ini sudah hari keempat, bukannya merasa lebih baik, ia malah merasa kondisinya semakin memburuk.

Dirabanya dahinya yang berkeringat dengan punggung tangan.

Demam.

Dirga sontak mengerang.

Dipaksakan tubuhnya untuk bangkit, pandangannya mengedar mencari jas abunya yang ternyata tergeletak didekat kaki sofa. Diraihnya jasnya itu lalu diambilnya ponselnya dari saku.

Dirga butuh ke dokter.

Segera dicarinya kontak seseorang, Airlangga. Karena tidak mungkin ia menghubungi adiknya kali ini, yang mana Audrea sedang sibuk-sibuknya. Dirga tidak ingin mengganggunya, juga tidak ingin membuat pikiran adiknya terdistraksi karenanya.

"Halo,"

"Bisa ketempat gue?" ujar Dirga segera setelah panggilannya tersambung.

"Hmm, sorry?"

"Balik kerja lo bisa ketempat gue?" Tanyanya ulang dengan sesekali memijat pelipisnya.

Hening sejenak, hanya terdengar gesekkan kertas. Sepertinya Elang sedang membuka atau mungkin menutup data pasien yang dibacanya.

"Lo sakit?"

"Hmm."

"Audrea..."

"Jangan! Jangan kasih tau adik gue."

Dari seberang telepon Dirga bisa mendengar sahabatnya itu tengah menghela nafasnya, "Oke." Jawab Elang singkat. Karena Ia sudah paham betul bagaimana seorang Dirga. Kalau sampai Dirga mengatakan bahwa ia sedang sakit, itu berarti Dirga sudah berada di batas toleransinya.

Dirga sudah lama tidak pernah mengeluh sakit. Paling paling juga kelelahan, atau karena jet lag. Dan biasanya Dirga bisa mengatasinya sendiri. Tapi kalau sudah sampai menelfon Elang? Bisa disimpulkan kalau kondisi Dirga kali ini cukup serius.

"Hmm."

"Satu jam lagi gue ketempat lo. Jangan pingsan."

"Ya." Lalu ditutupnya panggilan. Dibaringkannya lagi tubuhnya pada sofa. Ingin rasanya ia pindah ke kamarnya, tapi tubuhnya terasa sangat lemas juga kepalanya yang terasa seperti akan meledak membuatnya mengurungkan niatnya tersebut.

Dan setelahnya yang dapat dilihatnya hanya gelap.

***

"Nggak ada yang bukain pintu. Calvin dan lo sengaja bohongin gue ya?" Tanya Yoana sembari terus membunyikan bel unit apartemen seseorang yang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan segera ada orang yang akan membukakan pintu untuknya.

"Buat apa juga bohong. Apalagi pakai bawa-bawa Dirga sakit segala. Omongan itu doa, mana berani." Jeda sejenak,

"Bentar!" Tambah Leona kemudian, dan setelahnya terdengar suara grasak-grusuk entah apa yang sedang sahabatnya itu lakukan.

Tak lama kemudian suara seorang laki-laki terdengar menggantikan suara Leona dari seberang telepon, Calvin.

"Lo langsung masuk aja. Gue takutnya dia pingsan."

Oh La La LaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang