"Thanks for the date."
Dirga tidak bisa lagi menahan senyumnya. Jadi Yoana menganggap pertemuannya ini dengan sang Mama adalah sebuah kencan, ya?
"Yang tadi itu kencan, ya?"
Yoana yang berjalan beriringan dengan Dirga seketika memelankan langkahnya. Sedikit gelagapan. Apa ia salah bicara?
"Ah, memangnya bukan?"
Dirga tersenyum, "Boleh?'' izinnya saat akan menggenggam tangan Yoana agar kembali berjalan disampingnya.
"Memangnya ada yang mengajak orangtuanya saat kencan?" Lanjut Dirga setelah menautkan jemari panjangnya pada jemari Yoana. Menyalurkan hangat dari telapak tangannya pada tengan Yoana yang dirasa dingin karena udara malam yang tidak bersahabat setelah diguyur hujan.
Yoana mengangkat bahunya, "Nggak ada yang melarang kan."
Lorong apartemen Yoana terasa begitu senyap, sedari tadi mereka bahkan tidak berpapasan dengan siapapun disana. Mungkin karena diluar masih turun hujan, juga hawa yang dingin, membuat mereka malas keluar unit dan memilih tidur, bergelung dengan selimutnya di dalam kamar. Kalau itu Dirga, ia juga akan melakukan hal yang sama, dengan catatan jika tidak ada pekerjaan yang harus ia selesaikan. Walaupun itu di weekend malam ataupun ditengah liburan sekalipun.
Dirga sudah memutuskan pekerjaan apa yang akan dijalani nya, maka ia juga sudah tau pasti risiko apa yang akan di hadapinya.
Life is sucks sometimes. But you have to face it, if you don't, then you're a loser.
Ngomong-ngomong tentang pekerjaan, projeknya dengan perusahaan tempat Yoana bekerja telah usai. Tiga hari yang lalu adalah meeting terakhirnya. Hasilnya sesuai dengan ekspektasi, sangat memuaskan.
Namun diluar itu semua, ada satu hal yang mengganggu Dirga. Sepertinya ia akan sedikit kesusahan mencari waktu untuk bertemu perempuan yang kini berjalan di sampingnya setelah ini. Mengingat kepulangannya ke Jakarta hanya untuk mengurus projek dengan perusahaan tempat Yoana bekerja. Dan setelah projeknya selesai, kemungkinan besar ia akan di kirim kembali ke Boston, atau opsi lain di kirim untuk memimpin projek yang berada di Singapura atau Kuala lumpur.
Intinya dua opsi itu bukanlah suatu hal yang baik di saat hubungan nya dengan Yoana masih seperti ini,
Terlalu rawan.
Apalagi Dirga bukan dikirim seminggu dua minggu di sana, bisa berbulan-bulan, atau bahkan tahun.
Dirga tidak berani membayangkannya.
Bukan karena Dirga tidak yakin dengan Yoana. Hanya saja ia khawatir tidak lagi bisa meyakinkan masalah keseriusannya pada perempuan itu. Yang mana ia sadar ketika sudah berhadapan dengan pekerjaannya ia sering melupakan segalanya––seperti apa yang Mama, Audrea juga Papanya sering keluhkan. Dan bisa saja Yoana nanti akan ikut terkena imbasnya.
Bisa-bisa nanti ia akan membiarkan pesan Yoana selama berhari-hari tanpa balasan. Ditambah perbedaan waktu antar negara.
Rumit ya?
"Terimakasih sudah mengantarkan gue, yang sebenarnya lo nggak perlu melakukannya. Lo bisa aja langsung pulang tadi."
"Gue nggak mau dicap jelek Leona karena nggak mengembalikan sahabatnya pulang. Sudah cukup sekali gue disebut penculik." Dirga mendengus setelahnya, kembali teringat sehari setelah mengajak Yoana bermalam di pantai, Leona menelfon dan memarahinya habis-habisan. Bahkan Calvin pun mengeluh mendapatkan amukan dari Leona karena ulahnya tersebut.
"Maaf atas perlakuan Leona ya?"
Dirga menggeleng, "Nggak apa-apa. Gue memang salah saat itu."
Yoana mengangguk, "So, mau masuk dulu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh La La Laa
General FictionGoddess series #1 ------------------------------ Please allow me Into your reality I'll approach you, so hold on to me.. Written in bahasa Start : Januari /26 /2021 End : Desember/14/2022