BAB 52

5.5K 541 24
                                    

"Yang baru bertemu dengan calon mertua auranya beda ya, sob?"

Rendi mengangguk sambil terkekeh menanggapi pertanyaan Nico.

"Lebih...lebih, apa ya?"

"Lebih sumringah." Sahut Rendi kemudian.

"Nah, iya." Nico mengangguk menyetujui sepenuhnya pendapat Rendi. Mereka berdua tertawa kemudian, sedangkan Dirga masih berusaha bersikap tenang. Walaupun sebenarnya dalam hati sudah mengumpat kan banyak kosakata yang ia tau.

"Gue sudah dengar kabar tentang teman kuliah lo itu,"

Dirga mengangguk, tidak heran Rendi tau. Pasti Audrea yang menceritakannya.

"Lo jangan plin-plan."

"Maksudnya?" Dirga mengerutkan dahi, menghadapkan wajahnya pada Rendi sepenuhnya. Kegiatan Nico yang sedang mencoba kamera sudah tidak lagi menarik perhatiannya.

"Lo jangan terlalu baik jadi orang. It's okay being a nice guy, tapi dalam kasus lo ini, kebaikan lo malah menjadi kelemahan lo."

Nico menolehkan wajahnya pada dua sahabatnya itu, mengalungkan kamera ke lehernya, "Kalau lo ingin punya dua istri, gue dukung kok, Dir."

Dirga berdecak, dan dibalas Nico dengan kekehan, kemudian kembali menyibukkan diri mengganti lensa kamera.

"Setelah tau masa lalu Yoana, gue harap lo lebih bisa mengerti. Menunggu bukan masalah kan?"

Dirga mengangguk, "Kalau gue mempersalahkan, sudah sejak awal gue cari yang lain. But, I didn't. I know she's the right one for me. Gue juga nggak mau terburu-buru."

"Laki-laki itu yang dipegang omongannya. Setidaknya gue sudah mengingatkan ini ke lo. Kalau nanti lo salah langkah, gue orang pertama yang akan menghabisi lo. Nggak peduli dengan Audrea akan marah ke gue nantinya."

Dirga meringis, mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, "Alright...alright, lo saksinya. Gue juga sudah berjanji dengan ibunya untuk menjaga Yoana. Bahkan kalau dia menolak. Kalian tau gue."

Rendi serta semua sahabatnya tidak pernah meragukan omongan yang keluar dari mulut seorang Dirga. Karena mereka tau betul Dirga ialah sosok yang sangat sangat bisa diandalkan, sangat bisa dipercaya, semua yang keluar dari mulut laki-laki itu, Dirga akan selalu menepatinya.

Maka dari itu Rendi berani mengatakan akan menghajar Dirga kalau sampai laki-laki itu tidak bisa menepati ucapannya. Karena kenyataannya, hal itu tidak akan pernah terjadi.

Dirga, he is the man who never breaks his words.

Semua orang tau itu.

Nico kembali bergabung duduk dengan dua sahabatnya setelah selesai mencoba kamera barunya, "Dari sekian banyak perempuan yang pernah dekat dengan lo," ujar Nico mengutip kata dekat dengan gerakan jarinya, "Menurut gue memang hanya Yoana yang bisa mengimbangi ke superioran lo itu."

"Seperti, di hubungan kalian nggak berat sebelah. Lo nggak over dominan seperti sebelum-sebelumnya."

Rendi begitupun juga Dirga mengangguk.

"Ngomong-ngomong, kamera baru? Bukannya yang lama juga masih bagus." Tanya Dirga sembari mengotak-atik kamera milik Nico yang laki-laki itu letakkan di atas meja.

Nico melipat tangannya di atas dada, "Memang masih bagus, tapi hilang."

"Jangan bilang ini dari perempuan yang waktu itu...ehm, siapa? Gista?" Tebak Rendi. Mengingat kejadian saat mereka berlibur di Bogor dengan Nico yang membawa seorang tawanan. Juga saat akan memasuki cafe tadi, ia sepertinya sempat berpapasan dengan perempuan itu.

Oh La La LaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang