BAB 22

7.5K 710 12
                                    

Entah perasaannya saja atau memang waktu berjalan lebih cepat dari biasanya. Seingatnya, saat memasuki apartement Dirga jam masih baru menunjukan pukul delapan lebih lima belas menitan, namun saat diceknya lagi jam dinding yang terpasang pada dinding dengan cat abu-abu itu kini jarumnya sudah menunjukkan pukul dua belas lebih sepuluh menit.

Wow! Ternyata ia sudah cukup lama berada di apartement Dirga ini. Entah karena ia yang lupa waktu, atau karena sosok Dirga yang menurut Yoana asik diajak berbincang hingga membuat ia betah berlama-lama berbincang dengan laki-laki itu.

Berbagai hal telah mereka perbincangkan, mulai dari masalah pekerjaan hingga tentang kesibukan  masing-masing pun tak luput menjadi topik perbincangan. Namun bukannya bosan, keduanya malah semakin keasikan. Nyatanya hingga saat ini mereka belum berniat untuk mengakhirinya.

“Nyokap di Semarang dengan keluarga Papa gue.”

“Oh jadi lo asli Semarang?” tanya Dirga.

Yoana tersenyum tipis lalu mengendikan bahunya, “Sebenernya gue asli Solo, tapi ya…ceritanya panjang,” Ditatapnya Dirga yang menatapnya dengan penuh tanya, “Intinya sekarang nyokap gue tinggal di Semarang.” Jelas Yoana sesingkat mungkin. Karena sejujurnya ia tidak terlalu suka mengangkat topik ini dengan seseorang yang baru dikenalnya.

“Kalau keluarga lo sendiri gimana?” kini giliran Yoana yang bertanya—Uh, atau bisa dibilang mengalihkan pembicaraan.

“Orangtua gue alamat aslinya sebenarnya di Jakarta. Tapi karena, tau sendirilah kondisi Jakarta sekarang seperti apa? Jadinya mereka memutuskan untuk menetap di Bogor untuk menghabiskan masa tuanya.” jelas Dirga yang diangguki  oleh Yoana.

“Padahal kalau dibilang untuk menghabiskan masa tua, gue rasa kurang tepat. Nyokap bokap gue belum setua itu, by the way.” Tambah Dirga.

Yoana terkekeh membalas  dengusan Dirga, “Mungkin mereka ingin berdua saja disana, tanpa ada gangguan dari kalian.” Kalian yang Yoana maksud tentu saja Dirga dan Audrea.

“Ah! Ngomong-ngomong tentang Bogor, asik dong lo jadi bisa sekalian liburan waktu kerumah orangtua lo.” Dirga menganggukan kepalanya, menyetujui tanggapan dari  Yoana.

“Gue bisa ajak lo kesana kalau lo mau,” lalu ditolehkannya wajahnya kearah Yoana.

Yoana terdiam sejenak, mencerna ulang kalimat yang baru saja Dirga katakan.
Yoana tidak ingin salah memahami.
Dari apa yang Dirga katakan, Yoana dapat menangkap dua artian. Yang pertama,  laki-laki itu menawarinya untuk liburan ke Bogor. Lalu yang kedua, laki-laki itu seolah menawarinya untuk mengajak Yoana ke kediaman orang tua Dirga?

Yoana berdehem sejenak untuk menyadarkan dirinya.

Tentu saja yang Dirga maksud adalah menawarkan ke Bogor untuk berlibur, dan bukan untuk tujuan yang lain. Bodoh, batin Yoana.

“Boleh, kabarin aja.”

Dirga menaikkan sebelah alisnya, “Ke rumah orangtua gue?”

Sorry?”

Dirga terkekeh mendapati ekspresi terkejut dari seorang Yoana yang menurutnya lucu—mata membulat dengan bibir yang sedikit terbuka, “Nggak, liburan ke Bogor maksud gue.” Ujar Dirga yang dibalas decakan oleh Yoana.

“Minggu depan lo ada rencana pergi?”

Yoana meletakkan gelas bekas minumnya diatas meja bar, “Belum tau. Kenapa?” lalu diliriknya Dirga yang tengah meneguk colanya.

“Kalau free kabarain gue ya?”

Yoana mengerutkan dahinya, “Tergantung, lo mau mengajak gue kemana dulu,” bukannya sok tau, tapi Yoana memang sudah paham betul kemana  perbincangan ini akan mengarah. Terlalu klasik, mudah ditebak.

"Ke Bogor."

“Ke rumah orang tua lo?" Tanya Yoana yang seketika dibalas kekehan kecil oleh Dirga.

"Jadi lo beneran mau kalau semisal gue mengajak lo kesana? Bertemu dengan orang tua gue."

"Jadi benar lo mau mengajak gue ke rumah orang tua lo?"

"Memangnya lo siap bertemu dengan mereka?" Tanya Dirga masih ingin menggoda Yoana.

Keduanya saling bertatapan, cukup lama. Namun tak lama kemudian akhirnya Yoana lah orang pertama yang memutuskan kontak mata tersebut, dan tertawa kecil setelahnya, "Sebenarnya kita membicarakan apa sih, Ga?"

Dirga ikut tertawa kecil, lalu mengusap wajahnya, "Entahlah,"

Rasanya seperti akan memperkenalkan calon istri ke orang tua, sial. Batin Dirga.

"Ke Bogor, hanya berdua?" Tanya Yoana memastikan.

"Maunya begitu, tapi sayangnya nggak. Calvin dan yang lain ikut."

Yoana membeo sembari menganggukkan kepalanya.

"Gimana?"

Dirga menatap Yoana, menunggu jawaban apa yang akan perempuan itu berikan padanya.

Ia sadar, rencananya untuk mengajak Yoana berlibur bersama memanglah tindakan yang kelewat nekat. Tapi mau bagaimana lagi, karena sejatinya Dirga adalah seorang yang menganut paham 'lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali' maka tentu saja ia akan melakukannya, daripada menyesal dikemudian hari karena tidak pernah mencobanya kan?

"Hanya dua hari. Jumat sore berangkat, terus Minggu siang atau sorenya udah balik."

Dirga sejujurnya sangat ingin Yoana mengiyakan ajakannya tersebut, tapi semuanya tergantung pada Yoana sendiri. Kalau memang perempuan itu keberatan ia tidak akan memaksa.

"Kalau nggak bisa—

"Tapi gue ikut mobil lo nggak apa-apa?"

Hitung-hitung liburan, pikir Yoana.

Setelah mempertimbangkannya beberapa saat, akhirnya ia memilih untuk mengiyakan ajakan dari Dirga. Toh berlibur dengan Dirga dan kawan-kawannya sepertinya tidak buruk juga. Ia juga sepertinya butuh liburan.

Dan tentu saja Dirga tidak mempermasalahkannya—tentang Yaona yang akan ikut di mobilnya.  Lebih baik seperti itu malah.

"Nggak apa-apa lah. Kan gue yang ngajak."

-

Sekarang H+ berapa lebaran deh?

Tapi biarlah, aku tetap mau bilang Minal aidzin walfaidzin semua. Mohon maaf lahir dan batin ya karena aku sadar aku banyak salah ke kalian. Maaf telat ngucapin, dan telat update juga. Ma bad:(

Info update atau spoiler cek,
ig: _raawwrr.rr

Oh La La LaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang