BAB 69

4.9K 433 39
                                    

Kepala Yoana terasa berat dan berdenyut bukan main. Kalau diskalakan dengan angka, dari satu sampai sepuluh, Yoana akan memberi skala sakitnya di nomor 9,99. Sesakit itu memang. Padahal pagi tadi belum separah ini. Makanya Yoana masih bisa memaksakan diri untuk tetap berangkat bekerja.

"Ugh..." Desisnya pelan, lalu mencoba bangkit dari tempat duduknya.

"Mau kemana?" Tanya Keke-teman sedevisi Yoana-menyadari raut muka Yoana yang memucat, bahkan barusan kalau tidak berpegangan pada kursi, bisa saja tadi Yoana jatuh.

"Lo sakit, Na?" Tanyanya lagi memastikan, saat dirasa telapak tangan Yoana yang dipegangnya basah oleh keringat.

"Gue nggak apa-apa. Mungkin karena beberapa hari yang lalu habis kehujanan aja." Sangkal Yoana berbohong. Karena setelah hari itu ia sama sekali tidak merasakan sakit. Dalam seumur hidupnya ia tidak pernah jatuh sakit hanya karena kehujanan. Dan lucunya, kali ini Yoana jatuh sakit hanya karena menangis semalaman.

Saat ini Yoana ingin sekali mentertawakan dirinya sendiri.

Kenapa? Karena dia sadar dirinyalah yang bodoh. Disini yang salah adalah dirinya sendiri, ia yang membuat Dirga menjauh, bahkan Yoana lah yang memaksa supaya Dirga pergi. Tapi sekarang apa? Yang bersikap seolah-olah paling tersakiti juga dirinya sendiri, kan?

"Ck! Kelakuannya si Adrian, kan? Udah hafal gue." Omel Keke yang sore itu sempat melihat keduanya berboncengan sepeda motor padahal langit terlihat sangat mendung.

"Terus ini lo mau ke klinik?" Yang dibalas Yoana dengan anggukan.

"Iya, gue mau minta obat sakit kepala. Kepala gue sakit banget. Kayanya mau flu." Jelasnya dengan diakhiri senyuman tipis.

"Mau gue temani?"

"Nggak perlu, gue nggak apa-apa, Ke. Lo lanjut kerja aja." Ujar Yoana meyakinkan Keke yang terlihat kekeuh ingin mengantarnya.

"Yakin?"

"Iya." Ditepuknya bahu Keke pelan, "Udah ya, gue duluan!" Pamit Yoana dan segera meninggalkan Keke yang sebenarnya masih memperhatikan Yoana dengan perasaan khawatir.

"Nggak bisa gue diemin, sih. Si Adrian kudu tanggung jawab. Enak aja udah bikin anak orang sakit.." diraihnya ponselnya di atas meja, menscroll layar dan berhenti pada sebuah kontak bernama Adrian Caturangga Risk Management.

"Yoana sakit. Sekarang lagi otw ke klinik, samperin gih!"

***

"Terimakasih, Dok."

"Ya, saya permisi." Pamit sang dokter meninggalkan Yoana dan seorang laki-laki yang kini bersidekap tangan sambil menatap Yoana menyelidik.

Ruangan yang di dominasi aroma khas obat-obatan itu terasa begitu dingin dan sunyi setelah kepergian sang dokter. Yoana yang masih merasakan sakit kepala pun hanya dapat memejamkan matanya, mendiamkan laki-laki yang Yoana sadar sedari tadi memperhatikan dirinya.

"Beneran sakit karena gue ajak hujan-hujanan waktu itu?"

Yoana menggeleng setelah membenarkan posisi duduknya diatas brangkar di klinik perusahaan, "Kalau iya, harusnya sehari setelah itu sakitnya. Bukan sekarang." Jawab Yoana seadanya.

"...."

Yoana membuka matanya saat tidak terdengar sahutan dari sang lawan bicara.

"Balik kerja sana! Habis ini gue juga mau izin pulang setelah udah agak mendingan."

Adrian tidak memberikan respon apapun, tetep bergeming di tempatnya.

"Lo sedang ada masalah apa?"

"Nggak ada."

Oh La La LaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang