“Pilih yang warna merah bold atau yang nude aja?”
Yoana mengernyit, lalu menunjuk lipstick berwarna bold yang berada di genggaman tangan kiri Leona, “I thoughts Calvin would like this one.” Ujarnya lalu terkekeh, yang dibalas Leona dengan cebikan bibir.
“Ha ha ha..so funny.” Balas Leona yang tetap menuruti saran Yoana, membawa lipstick berwarna merah terang menuju kasir.
“Habis ini udah kan? Langsung pulang?” Tanya Yoana yang hanya membuntuti Leona ke kasir, tanpa minat membeli skincare ataupun make up. Karena kebetulan Yoana sudah membelinya beberapa waktu yang lalu.
Leona menolehkan wajahnya pada Yoana usai menerima paper bag berisi barang-barang yang dibelinya, “Emang lo masih mau kemana?”
Yoana menggeleng, “ Langsung pulang aja. Gue capek. Nggak apa-apa kan?”
“Yaudah.” Leona mengangguk setuju. Ia sadar diri tidak ingin lebih merepotkan Yoana lagi, yang sudah mau meluangkan waktu untuk menemaninya shopping bahkan menjemputnya ke kantor. Padahal belakangan ini sahabatnya itu sedang sibuk-sibuknya mengurus suatu pekerjaan di luar kantor, yang artinya mengharuskan Yoana untuk berpindah-pindah lokasi meeting.
“Mana kunci mobil, biar gue yang nyetir.” Pinta Leona pada Yoana sesampainya mereka di basement tempat CRV putih milik Yoana terparkir.
“Akhirnya bisa duduk.” Ujar Yoana sambil melenguh pelan setelah menyamankan posisi duduknya dengan menyandarkan punggung lelahnya pada kursi. Rasanya seperti baru saja menemukan oasis di tengah padang pasir.
Bagaimana tidak, usai seharian bekerja Yoana langsung menemani Leona berbelanja yang mana pasti menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mendapatkan barang yang menurut Leona paling bagus. Dan setelah dua jam mengitari sudut mall , akhirnya kini ia bisa merasakan nikmatnya duduk sembari meluruskan kedua kakinya yang telah terbebas dari stiletto.
“Sebelum jemput gue lo tadi sempat belanja dulu?” tanya Leona setelah memasang seat belt, dan bersiap menjalankan mobil.
Yoana menggeleng, “ Nggak. Kenapa?”
Leona mengendikan bahunya dan diikuti matanya yang mengintip jok belakang melalui kaca spion. Lebih tepatnya mengarah pada sebuah paper bag bertuliskan Dior yang berada di jok belakang.
“Oh,” Yoana yang mulai paham dengan apa yang Leona bicarakan pun mengangguk, “Itu jasnya Dirga. Gue bawa supaya nggak kelupaan, mau gue kembalikan.”
“Oohh..punya Dirga.” Dan apa kalian tau ekspresi apa yang Leona tunjukkan saat mengatakan kalimat itu pada Yoana?
Tersenyum, hampir menyeringai, lalu tak lupa tatapan mata menyebalkan yang diikuti gerakkan menaik-turunkan alisnya.
Ish! Sudah dipastikan itu pasti salah satu hasil didikan Calvin.
Yoana memutar bola matanya, “Could you stop doing that stupid things?”
“What?”
“What?” ucap Yoana menirukan nada suara Leona. “Udahlah, gue tau kemana pikiran lo mengarah. Gue mengenal lo nggak sehari dua hari.”
Leona terkekeh, “Memangnya apa yang ada di pikiran gue?” balas Leona sesekali melirik Yoana melalui ekor matanya, tanpa mengalihkan fokusnya pada jalanan Ibu kota yang padat.
“Apalagi,”
“Apa? Orang gue hanya memikirkan kenapa lo harus repot-repot mengembalikan jas dari seorang Dirga, yang mana lo tau pasti kalau Dirga nggak akan mempermasalahkan kehilangan..Ah,no! I mean, memberikan satu jasnya untuk lo.”
Ya, Yoana tau. Kehilangan satu jas bukanlah masalah besar bagi seorang Dirga. Apalagi mengetahui Dirga yang merupakan bagian dari BCG—salah satu consulting group terbaik, yang diketahui menggaji karyawannya dengan nominal dolar. Sudah dipastikan Dirga pastilah memiliki berlusin jas yang tak kalah mahal dan mewah dari jas yang dipinjamkannya untuk Yoana.
“Kalau nggak gue kembalikan itu artinya gue nyolong.”
Yoana pikir perbincangan tentang Dirga akan berhenti disini, namun nyatanya Leona terlihat semakin antusias membahas tentang apa yang Yoana dan Dirga perbincangkan malam itu di rooftop, sampai-sampai memilih untuk memisahkan diri dari yang lain.
“Hanya mengobrol biasa, basa basi khas orang yang baru mengenal.”
“Just it?” Leona terlihat belum puas, “Gue nggak yakin,”
Memang ya perempuan yang satu ini! Batin Yoana.
“Dirga menceritakan masa lalunya sewaktu di kuliah di London.”
“Oke, then?”
“Dia satu kampus dengan Calvin,”
Leona mengangguk, “I know that part,”
Yoana mendelik sebal. Kalau sudah tau kenapa harus bertanya, pikirnya. Lalu kembali mengalihkan tatapannya pada jendela disampingnya.
“Next,” tuntut Leona.
“Dia pernah hampir gila—
“—what?”
Lihat, ekspresi Leona hampir sama seperti ketika Yoana yang mendengarkan langsung saat Dirga yang mengatakannya. Bedanya kala itu Yoana yakin kalau ia masih bias mengontrol ekspresinya. Tidak seperti Leona tadi.
Yoana mendengus geli,
“Kok bisa?”
Yoana menyeringai tipis, “Menurut lo karena apa?”
“Kalau masalah putus cinta sepertinya nggak mungkin. Iya kan?”
Yoana mengangguk, “Ya, itu nggak mungkin.”
“Masalah keuangan? Oh,semakin nggak masuk akal. Dengan dia bisa kuliah di London sudah pasti masalah finansial terjamin.”
Dan lagi-lagi Yoana mengangguk sebagai balasan.
“Lalu karena apa?”
“Menyerah?” Tanya Yoana yang dibalas deheman.
“Well, dia bilang alasan dia hampir gila itu karena…..dia menyesal menjadi terlalu mempesona.”
Leona terbelalak, “What the…Dirga seriusan bilang itu?”
“hmm.”
Leona dibuat geleng-geleng tidak percaya, “Selera humor Dirga seburuk itu ternyata.”
See? Bukan hanya Yoana yang menganggap selera humor Dirga seburuk itu kan?
-
Dirga narsis juga ya ternyata😂
Info update atau spoiler cek,
ig: _raawwrr.rr

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh La La Laa
General FictionGoddess series #1 ------------------------------ Please allow me Into your reality I'll approach you, so hold on to me.. Written in bahasa Start : Januari /26 /2021 End : Desember/14/2022