BAB 06 | revised

12.1K 1K 12
                                        

"Morning!"

Dirga mengerjapkan matanya beberapa kali, memastikan penglihatannya tidak bermasalah. Mengucek matanya sebentar lalu berjalan mendekat kearah seseorang yang kini sedang menyiapkan sarapan di meja makan.

"Lo nggak salah lihat. Iya ini gue," perempuan itu tersenyum.

"I miss you so much!" Dirga sontak membawa perempuan itu kedalam dekapannya.

"Lepas! Lo belum mandi."

"Nggak, nanti." Balas Dirga yang malah semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh perempuan itu, menyandarkan kepalanya pada bahu si perempuan dan memejamkan mata.

"Semalam datang jam berapa? Kok gue nggak dengar." Tanya Dirga setelah akhirnya melepaskan pelukannya, lalu menuangkan air putih kedalam gelas—yang mana itu adalah tujuan awalnya.

"Sebelum lo pulang, terus gue langsung istirahat. Lo sendiri pulang jam berapa?"

Dirga mengerutkan keningnya, mengingat pukul berapa ia pulang semalam—tentunya setelah mengantarkan Yoana pulang , "Uhmm...jam sepuluh lebih sepertinya?"

Perempuan itu mengangguk lalu menggeser piring yang berisi sandwich dan juga cangkir berisi kopi hitam no sugar kehadapan Dirga, "udah sikat gigi kan?"

"Gue sudah cuci muka dan sikat gigi," ujar Dirga seperti anak kecil yang melapor pada sang ibu karena sudah melakukan hal yang baik dan berharap diberikan sebuah pujian.

"Good boy," puji perempuan itu mengusap kepala Dirga.

"Hey! Gue merasa nggak memiliki harga diri sebagai kakak," keluh Dirga kemudian.

Audrea, sang adik terkekeh.

Perempuan yang bersama Dirga kali ini adalah adik kandung Dirga satu-satunya. Perempuan berusia dua puluh lima tahun yang sebentar lagi akan menjadi seorang dokter itu memang sangat dekat dengan Dirga. Karena perbedaan umur keduanya yang tidak begitu jauh, dan memang akrab sejak kecil. Membuat Dirga tidak segan menampilkan sosok manjanya pada Rea, seperti yang dilakukannya beberapa waktu yang lalu.

"Apa kabar Mama dan Papa?" Tanya Dirga.

"Mama baik, Papa juga. Kemarin Mama nitip pesan supaya lo nyempetin pulang ke Bogor. They're miss you...so much, Bang."

"Gue udah ada rencana pulang, tapi selalu aja waktunya bentrok. Setiap gue mau ke Bogor, mereka sedang di Bandung. Atau kalau nggak, setiap mereka di Jakarta, guenya yang lagi di Boston."

Audrea memakluminya, keluarganya memang super sibuk. Lihat saja Audrea dan Dirga, mereka baru sempat bertemu sekarang. Padahal jarak kampusnya dengan apartemen Dirga tidak begitu jauh, kurang lebih hanya membutuhkan waktu satu jam naik LRT.

Untung saja kali ini ia masih bisa bertemu dengan kakaknya itu, sebelum nantinya ia akan kembali disibukkan dengan program internshipnya, juga Dirga yang mungkin akan kembali ke Boston.

Rea sudah sangat hafal bagaimana pekerjaan kakaknya yang harus siap pergi kemana dan kapan saja. Kalau dihitung-hitung, setiap kali Dirga di Indonesia ia tidak pernah bisa lebih lama dari satu bulan. Karena pada dasarnya home base Dirga memang bukan di Indonesia, melainkan di Boston.

Audrea ingat betul kala Dirga yang baru saja tiba di Jakarta namun malamnya ia harus kembali pergi ke Singapura, untuk menghadiri seminar pada pagi harinya karena menjadi salah satu pembicara. Maka dari itu moment seperti sekarang ini sangatlah penting bagi keduanya.

"Tumben jam segini belum siap-siap? Biasanya juga jam enam udah mau berangkat." Ujar Rea setelah melirik jam dinding.

"Setelah ini. Tadi niatnya mau ngambil minum terus mandi. Tapi malah lihat lo nyiapin sarapan, yaudah gue makan dulu aja."

"Enjoy your breakfast, Bang. Gue mau ganti baju, siap-siap mau ke rumah sakit."

***

"Nggak mau berangkat bareng gue aja?" Tanya Dirga yang sudah rapi dengan setelan jas. Meletakkan tas yang berisi laptop ke atas meja lalu mulai membentuk simpul pada dasi yang baru di kalungkannya di lehernya.

"Ehm, enggak deh. Gue berangkat sendiri aja."

Dirga mengangguk, akan kembali melanjutkan kegiatannya merapikan dasi, ketika bersamaan dengan ponselnya yang tiba-tiba saja berdering.

Nomor tanpa nama.

Siapa?

Dirga meraih ponselnya, menggeser tombol hijau hingga terdengarlah suara seorang perempuan dari seberang sana.

"Halo,"

"Dirga?" Sapa orang itu,

Dirga mengerutkan keningnya, ia merasa tidak asing dengan suara yang di dengarnya.

"Yoana?" Tanyanya memastikan.

Terdengar perempuan itu terkekeh kecil, "Iya, it's me Yoana. Gue ganggu lo ya? I'm sorry."

Dirga tersenyum tipis, membayangkan bagaimana mata rusa seorang Yoana yang terlihat berbinar setiap kali perempuan itu tersenyum ataupun tertawa. 

Dan Dirga menyukai senyuman milik perempuan bermata rusa itu.

"It's okay, gue masih di apartemen belum perjalanan."

"Anyway, ada apa?" Tanya Dirga sambil mencuri pandang pada sang adik di hadapannya yang tengah melahap roti lapis.

"Ah, itu... sebagai ucapan terimakasih karena kemarin lo udah traktir gue. Rencananya gue mau ajak lo lunch siang ini. Gimana?"

"Astaga. You don't owe me anything. Harusnya nggak perlu diganti juga nggak masalah."

"Anggap aja barter. Gue nggak enak kalau nggak traktir lo balik."

Dirga mengangguk-angguk kecil,  "Ehm...

"Sebenernya nggak harus siang ini juga. Kalau lo sibuk, kita bisa reschedule. It depends on you. Gue hubungin lo sepagi ini karena takut nanti gue kelupaan dan mungkin lo udah terlanjur ada kerjaan lagi di luar." Terang perempuan itu panjang lebar.

Karena terlalu asik berbincang dengan Yoana, Dirga sampai melupakan kegiatannya merapikan dasi yang belum sepenuhnya jadi.

Hal itu tentu saja mencuri perhatian Audrea.

Siapa orang yang menelepon kakaknya sepagi ini sampai membuatnya kehilangan fokus.

Usai menghabiskan roti lapisnya, Audrea mendekati sang kakak yang direspon Dirga dengan menaikkan sebelah alis— seolah bertanya ada apa tanpa suara—lalu tanpa basa-basi Audrea meraih dasinya, membenarkan simpul dasi Dirga yang masih tidak karuan bentuknya itu.

"Let me fix your tie,"  ujar Audrea yang dibalas anggukan oleh Dirga yang masih terus saja asik berbincang dengan Yoana melalui sambungan telepon.

-

Info update atau spoiler cek,
ig: _raawwrr.rr

Oh La La LaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang