Setelah memastikan penampilannya sudah cukup layak dari yang sebelumnya—yang kacau usai berolahraga. Dirga kini merasa lebih percaya diri untuk bertemu dengan Yoana yang mungkin tengah berbincang dengan Audrea di meja makan.
Sungguh ini diluar perkiraannya, atau mungkin tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Seorang Yoana berada di apartemennya. Wow, Dirga tidak tau harus mengatakan apa. Intinya ia gugup, juga senang. Sempat ia berpikiran apakah akan seperti ini rasanya kalau Yoana benar menjadi kekasihnya, yang setiap akhir pekan tiba perempuan itu akan berkunjung ke apartemennya. Memasakkan makanan untuk keduanya sarapan, lalu setelahnya menghabiskan waktu bersama hingga malam tiba. Sungguh sangat sempurna bukan?
Dirga berdecak lalu meringis, merutuki dirinya yang berpikiran seperti seorang bocah laki-laki yang baru saja merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta. Juga merutuki tindakan bodohnya beberapa waktu yang lalu, yang rela mengacak-acak isi lemari pakaiannya hanya untuk terlihat berkesan di mata seorang Yoana.
Dirga tidak pernah memusingkan masalah penampilan ketika ada seseorang yang bertamu di kediamannya, bahkan tidak jarang ia menemui mereka dalam keadaan belum mandi, karena pikirnya hanya sahabatnya saja yang kerap kali datang dihari libur seperti ini. Namun untuk kali ini berbeda, Dirga bahkan sempat beberapa kali mengganti pakaiannya. Hingga akhirnya pilihannya jatuh pada kaus putih dan celana training hitam andalannya. Well, tidak buruk juga, pikirnya.
Dengan rambutnya yang masih dalam keadaan setengah basah, Dirga memilih keluar dari kamarnya untuk menemui Yoana—uh, lebih tepatnya untuk sarapan. Tidak mungkin juga ia membiarkan adiknya juga Yoana menunggunya terlalu lama. Yang ada mereka akan melewatkan waktu sarapan.
Benar saja dugaannya, setibanya ia di dapur, disana terlihat Yoana yang tengah asik berbincang dengan Audrea. Sejujurnya ia merasa sedikit heran ketika keduanya terlihat cukup akrab padahal baru beberapa kali bertemu, juga ditambah sepengetahuannya, Audrea bukanlah tipe orang yang mudah akrab dengan orang baru. Jadi pikirnya Yoana memang seseorang yang pintar mengendalikan suasana.
"Maaf lama," ujar Dirga sembari menarik salah satu kursi untuk didudukinya.
"Oh, gue pikir lo pingsan didalam karena terlalu bahagia ada Mbak Yoana." Bisik Audrea pada kakaknya yang kebetulan duduk disebelahnya.
Dirga mendengus sebagai balasan, "Langsung makan aja, keburu siang. Nanti bukan sarapan lagi namanya." Ujar Dirga mengalihkan pembicaraan. Lalu ketiganya mulai menyantap makanannya, dengan sesekali diselingi pembicaraan yang di dominasi perbincangan antara kakak beradik itu dan Yoana yang menjadi pendengar, juga menjadi orang yang mentertawakan ketika keduanya mendebatkan suatu hal yang tidak perlu untuk diperdebatkan.
"Setelah ini gue pamit mau pergi ke rumah sakit ya,"
Dirga melirik Audrea yang sudah menyingkirkan alat makanya, "Sendiri?"
Audrea menggeleng, "Bareng Kak Elang." Yang dibalas anggukan oleh Dirga.
Sedangkan Yoana mengerutkan dahinya, namun tak lama kemudian kembali menetralkan raut wajahnya.
Elang? Laki-laki yang Leona bilang cute ketika di kafe waktu itu kah?
Obrolan mereka terhenti sejenak ketika terdengar suara bel dari luar unit apartemen Dirga.
"Itu mungkin Kak Elang. Biar gue aja yang buka pintunya." Ujar Audrea sebelum akhirnya meninggalkan ruang makan menyisakan Dirga dan Yoana disana.
"Kalian lucu." Ucap Yoana tiba-tiba.
Dirga mendongakkan wajahnya kearah Yoana yang mulai bangkit dari duduknya dan berniat untuk menyingkirkan bekas alat makan miliknya, milik Dirga juga Audrea.
"Nggak usah, biar gue aja nanti." Yang tentu saja Dirga hentikan, karena disini Yoana adalah tamunya. Mana mungkin Dirga membiarkan seorang tamu untuk mencuci piring bekas makan mereka sendiri.
"It's okay, Ga. Tadi kan yang masak gue, jadi biar gue juga yang cuci. Ya?"
Dirga tersenyum tipis, mau dihentikan bagaimana pun Yoana pasti akan kekeuh dengan pendiriannya. Jadi Dirga mengangguk saja, "Gue bantu." Ujarnya sebelum akhirnya ikut membantu mengeringkan piring yang sudah selesai Yoana cuci.
"Kalian sering berantem seperti tadi?" Tanya Yoana mencoba membuka pembicaraan.
Dirga mengendikan bahunya, "Ya, begitulah." Lalu terkekeh.
"Dulu, gue selalu ingin merasakan rasanya punya adik. Sepertinya menyenangkan." Yoana mendengus, lalu kembali melanjutkan kalimatnya, "Tapi sayangnya gue anak tunggal."
"Punya adik nggak selalu menyenangkan. Kadang bikin lo kesal juga. Tapi memang lebih banyak senangnya, apalagi masalah ngejahilin." Jelas Dirga jujur.
Yoana terkekeh melihat ekspresi wajah Dirga yang menurutnya sangat lucu. Laki-laki itu tertawa hingga matanya menyipit membentuk bulan sabit, dan bahkan hampir menghilang. Sepertinya laki-laki itu memiliki darah campuran. Karena menurutnya mata sipit Dirga terlihat seperti mata yang dimiliki khas orang-orang Asia timur. Dan sepertinya tidak hanya itu, karena saat diperhatikan lebih seksama, warna mata Dirga juga lebih cerah dibanding dengan orang-orang Indonesia pada umumnya. Garis rahang yang tegas, hidung mancung, kulit putih pucat, juga tinggi badan yang lebih dari 180cm. Begitupun juga dengan Audrea. Perempuan itu juga sama halnya seperti Dirga, sama-sama memiliki mata sipit yang akan hilang ketika tersenyum. Menggemaskan.
"Apa gue boleh tanya sesuatu?"
"Sure, go on!"
"Sepertinya lo ada darah campuran, apa gue benar?" Tanya Yoana yang dibalas Dirga dengan menganggukkan kepalanya, mengiyakan. Dan kemudian laki-laki itu menjelaskan bahwa dia memang memiliki darah campuran dari beberapa negara.
"Mama gue Korea, dan papa gue, actually kakek gue dari Jerman." Jelas Dirga sembari meletakkan piring terakhir yang dilapnya pada rak piring.
Yoana mengangguk, "Pantas."
"Apa?" Dirga menaikkan sebelah alisnya.
Yoana menatap Dirga sejenak, lalu melangkahkan kakinya menuju kursi bar yang berada tak jauh dari tempatnya, yang tentu saja diikuti Dirga dibelakangnya.
"Hmm?" Tanya Dirga lagi setelah ia duduk di sebelah Yoana.
"Apa gue harus mengatakannya?"
"Iya."
Yoana mendengus, "Pantas lo ganteng. Puas?"
Dirga terkekeh, "Sangat puas."
"Apa gue melewatkan sesuatu?"
Dirga dan Yoana kompak menoleh kearah sumber suara, disana seorang laki-laki jangkung tengah berdiri sembari menaikkan sebelah alisnya. Elang.
"Si bontot! Lo mau membawa Rea kemana?"
Elang melirik Yoana sejenak, yang Yoana tanggapi dengan senyuman tipis dan dibalas Elang dengan anggukan juga senyumannya.
"Gue yakin Rea udah bilang ke lo."
"Basa basi. Lo nggak pernah berubah memang." Ujar Dirga.
"Ayo, Kak!" Seru Audrea menghampiri sosok Elang dengan wajah sumringahnya. Perempuan itu terlihat seperti baru saja selesai mengganti pakaiannya, karena yang semula mengenakan pakaian rumahan kini berganti dengan pakaian formal dan jas putih khas seorang dokternya.
Elang mengangguk membalas seruan dari Audrea, "Gue duluan, Dir." Pamit Elang.
"Yo! Hati-hati."
-
Gantung banget nggak sih? Mau lanjut tapi takut kepanjangan. Jadi ya akhirnya aku jadiin dua part😂😂
Info update atau spoiler cek,
ig: _raawwrr.rr

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh La La Laa
General FictionGoddess series #1 ------------------------------ Please allow me Into your reality I'll approach you, so hold on to me.. Written in bahasa Start : Januari /26 /2021 End : Desember/14/2022