Sequel Mr. Kim || Prolog

880 135 9
                                    

🌼🌼🌼

Sequel of Mr. Kim

🌼🌼🌼

Prolog.

.

.

.




Aku telah menelphone Zitao. Haruki yang memberikan nomor telphonenya padaku, Haruki mengatakan bahwa dia tidak akan menyembunyikan apapun dariku karena aku berhak tahu. Haruki seperti orang baik.

Zitao mengatakan kalau Haruki dan Yamada adalah waliku di Jepang. Zitao tidak mengatakan aku harus berpura-pura menjadi adik dan anak mereka. Katanya itu hanyalah tatakrama karena aku dimasukkan ke dalam kartu keluarga mereka. Aku tidak paham, kenapa harus dimasukkan ke dalam kartu keluarga mereka. Kata Zitao itu adalah jalan pintas jangka panjang yang bisa aku dapatkan. Ini akan sangat menguntungkanku kalau-kalau aku kuliah dan butuh dokumen resmi atau menikah dengan Namjoon, katanya tidak mungkin aku tetap di dalam kartu keluarga Namjoon yang statusnya tidak karuan, bukan ayah, bukan juga saudara, apalagi istri. Sialan. Namjoon merencanakan ini untuk masa panjang, dia benar-benar ingin aku kembali padanya.

"Zitao, aku muak sekali. Aku sudah tidak peduli lagi apa yang mau Namjoon lakukan. Aku lelah, Silahkan saja lakukan apa yang Namjoon ingin lakukan kepada hidupku. Aku akan mencoba hidup bahagia di sini."
Aku menutup panggilan dengan Zitao seperti itu, melampiaskan amarahku padanya. Lagipula, aku tidak mau menelphone Namjoon.

Aku menghempaskan tubuh ke ranjang, mengutuk Namjoon.

Pintuku di ketuk, lalu Haruki membuka pintu ke samping, pintu unik ini tidak akan bisa aku kunci, hal yang membuatku semakin kesal.
Haruki membawakanku satu map berisi arsip-arsipku, "Kau mungkin membutuhkannya," dia keluar lagi setelah memberiku map.

Isinya adalah kertas kartu keluarga milik Yamada, di kertasnya ada nama Makoto Yamada, Haruki Yamada, dan Lee Jaelin. Aku lega karena namaku tidak diganti, walau orang-orang mungkin saja ada yang akan memanggilku Yamada.
Kertas lainnya adalah akta kelahiranku yang palsu, kartu pelajar, surat penerimaanku di sekolah, kartu keuangan pelajar, kartu debit, dan buku tabungan. Ini semua pasti hasil pekerjaan Zitao.

Aku menghela napas, isi koperku belum aku bereskan, tapi badanku sudah lelah. Aku pergi mandi sebelum pergi tidur.

000

Sehari sebelum aku masuk sekolah, Yamada memberiku satu dus besar berisi paket dari sekolah, isinya seragam sekolah, seragam olahraga, botol air minum, buku modul, dan tas. Sepertinya semua tas seluruh anak sekolah adalah sama. Kata Haruki, sekolahku adalah sekolah khusus perempuan. Aku tidak kaget, Namjoon mungkin sengaja menempatkanku di sekolah khusus perempuan agar aku tidak terlibat dengan laki-laki lagi. Aku juga tidak berharap akan bertemu teman laki-laki yang bisa aku jadikan pacar. Aku tidak ingin mencari masalah, lagipula aku hanya ingin belajar bersungguh-sungguh, lalu kuliah di universitas ternama, bekerja dan menyibukkan diri mencari uang sendiri alih-alih menerima semua tunjangan dari Namjoon. Aku akan sukses di jalanku, dengan caraku.

Aku kembali masuk awal tahun sebagai murid sekolah menengah. Korea dan Jepang tidak cukup berbeda, aku bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Ada beberapa club yang aku ikuti, berharap aku tidak perlu pulang cepat setiap hari. Aku ikut club lari jarak pendek, club tataboga, club artistik, dan club sains. Kebanyakan siswi tinggal di asrama, hanya aku dan beberapa orang yang tinggal di sekitar sekolah saja yang tidak tinggal di asrama. aku berharap sekali bisa tinggal di asrama agar aku tidak perlu berinteraksi dengan Yamada yang membatku canggung dan Haruki yang selalu mengingatkanku pada kelicikan Namjoon.

Tidak ada yang spesial dari keseharianku sebagai murid SMA di Jepang. Aku berteman dengan sekelompok siswi baik dan ramah walau aku tidak terlalu banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Les privat bersama satu guru wanita di rumahnya atau mengikuti kegiatan club adalah keseharianku menghabiskan waktu. Aku menerapkan sistem belajar siswa-siswi Korea Selatan, belajar habis-habisan untuk bisa kuliah di Universitas ternama dan hal itu membuatku agak dikucilkan dari teman-temanku. Mereka memanggilku gila belajar dan aku tidak peduli. Aku hanya melakukan kegiatan agar aku bisa melupakan Namjoon dan masa depanku yang entah akan seperti apa.

Haruki kadang mengajakku jalan-jalan ketika aku benar-benar senggang. Suatu hari kami pernah pergi ke tokyo hanya untuk pergi ke konser Musik Grup Band Indie kesukaan Haruki. Aku tidak tahu Grup Band apa tapi aku menikmati keseruannya walau tidak paham gendre apa yang mereka mainkan. Haruki asik diajak menjadi teman. Kalau Yamada lain lagi, ibu Haruki itu suka memanggilku Yuki dan dia suka mengajakku mengobrol yang tidak aku pahami maksudnya. Haruki pernah memberitahuku kalau ibunya bertanya aku hanya tinggal jawab saja sesukaku, kebanyakan aku menjawab pertanyaan Yamada dengan 'iya' juga sudah cukup. Mungkin ibunya Yamada punya penyakit demensia, karena dia selalu mengulang pertanyaan yang sama diwaktu yang sama.

Tidak ada yang bekerja sungguhan di keluarga Yamada, agar orang lain tidak curiga jadi di depan rumah kami membuka toko bunga kecil-kecilan. Ibu Haruki sendiri yang menanam bunga di kebun kami yang luas. Kadang ketika memanen hasil sayur, yang dijual adalah sayuran/ buah-buahan hasil panen kebun kami. Penjualan tergantung musim, untungnya Yamada masih bisa melayani pelanggan dan dapat berhitung dengan benar.

Aku sama sekali tidak ikut campur penjualan yang keluarga Yamada lakukan. Kebanyakan aku berada di luar rumah, pulang hanya ketika langit gelap, pergi untuk mandi, makan dan istirahat sebelum paginya pergi ke sekolah lagi. Walau begitu Yamada tidak memarahiku, dia tidak pernah mengomel seperti mendiang ibuku. Dia selalu berbicara lembut dengan senyuman yang membuatku canggung dan tidak mau dekat-dekat dengannya.

Aku pikir pada akhirnya selama mengenyam pendidikan sekolah menengah di Jepang aku tetap sendirian. Tidak punya teman, tidak terlalu dekat dengan keluarga Yamada dan hidup palsu di tengah bayang-bayang Kim Namjoon. Namun, ada secuil yang membuatku terasa hidup sebagai diriku yang baru. Seseorang yang mengenalkanku pada kebahagiaan kecil.
Namun, seseorang itu mengingatkanku pada Park Jimin. Selalu pada Jimin. Bisakah aku bertemu lagi dengan Jimin padahal aku sama sekali tidak bisa menghubunginya?

Haruskah aku menyerah pada Park Jimin?

Ya Tuhan, Aku hanya ingin bahagia..


.




🌼🌼🌼

Agustus 2021

✔ Mr. Kim || Kim Namjoon (RM) Fanfic AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang