.
.
.Aku tidak pandai dalam menghadapi suatu masalah.
💎💎💎
Pada akhirnya kami bolos setelah jam istirahat ke dua. Kami pergi bersama dengan modus berbeda. Urusan bolos aku bisa diandalkan. Kami berkunjung ke kedai dulu karena terlalu lapar. Setelah makan di kedai yang jauh dari sekolah kami mampir ke sebuah cafe yang tidak terlalu ramai pengunjung, sengaja saja agar aku bisa sedikit tenang. Hoseok menyarankannya, kemungkinan dia tahu aku gelisah sepanjang perjalanan. Kami memesan 2 minuman dan sepotong besar cake cokelat untuk dimakan berdua. Aku meminum minumanku dengan wajah cemas, selama kami makan di kedai pun aku tidak bisa makan dengan nikmat, semua pikiranku terisi tentang Jimin. Hoseok tahu itu, jadi dia dengan cepat membuka handphonenya tanpa bicara.
Hoseok beralih duduk di sebelahku, dia memberikan handphonenya padaku setelah dia utak atik. "Ini, ada banyak obrolanku dengan Jimin." Dia menunjukkan pesan yang isinya percakapan dirinya dengan Jimin. "Aku tidak tahu harus memulai dari mana." Hoseok merasa tidak enak hati, aku lihat dia juga sedikitnya terlihat cemas. Mungkin dia takut melihat reaksiku setelah membaca semua isi pesan dari Jimin.
Aku menyimpan handphone Hoseok di meja, memutar badanku menghadap pada Hoseok yang duduk di sebelahku. "Ceritakan saja padaku apa yang terjadi pada Jimin." Hoseok menghela napas sebelum dia memulai berbicara.
"Jimin sebenarnya dia pindah ke negara lain karena berbagai sebab. Ayahnya tidak terpilih sebagai salah satu Dewan Perwakilan, perusahaan makanan Ayah Jimin bangkrut, dan ya kau tahu sendiri, pihak ketiga, Bank pasti mengambil seluruh properti untuk menutup biaya pinjaman."
"A-aku tidak tahu apapun mengenai ini." Aku tidak tahu kalau itu yang sebenarnya terjadi pada Jimin. Rasa iba muncul begitu tahu situasi Jimin bahkan lebih mengkhawatirkan dariku.
Hoseok mengangguk, "Aku juga tidak akan tahu kalau Jimin tidak mengabariku." Dia meneguk kopi lattenya.
"Kemana dia pindah? Ada dimana Jimin sekarang?"
Hoseok menyimpan mug kopi di meja dan melirik padaku. "Thailand. Jimin mengatakan padaku mungkin dia akan menetap sangat lama di sana karena situasi perekonomian mereka." Aku sedih mendengarnya, inginnya menangis tapi aku tahan agar tidak menangis di depan Hoseok. "Jaelin, sebenarnya Jimin sudah berusaha menghubungimu untuk memberitahu secara langsung padamu bahkan saat keluarga Jimin belum memutuskan untuk pindah. Tapi, Jimin tidak bisa menghubungimu. Dia menduga kalau kau memblokir nomornya karena sesuatu yang terjadi diantara kalian membuatmu marah padanya."
Aku menggeleng, "Aku tidak pernah memblokir nomor Jimin. Aku bahkan pernah mencoba menghubunginya berkali-kali tapi nomornya tidak bisa dihubungi. Dia mengganti nomornya."
Hoseok mengerutkan keningnya, "Jimin tidak pernah menganti nomornya selama di Korea, sekarang memang sudah ganti karena dia ada di Negara lain. Tapi emailnya masih sama dan dia tidak pernah mendapat balasan dari emailmu. Coba kau cek emailmu dulu.."
Aku dengan cepat mengeluarkan handphone dan membuka kotak masuk emailku. Aku tidak mendapatkan pesan dari Jimin. "Tidak ada. Lihatlah, aku tidak pernah mendapatkan pesan darinya. Apa Jimin berbohong?!" Sahutku setengah jengkel ketika aku mencari-cari pesan dari kotak masuk beberapa minggu ke belakang.
Hoseok menghela napas, "Jelas ada yang salah. Biarkan aku melihatnya." Hoseok mencoba menelphone nomor Jimin dengan handphone androidku, tapi tidak tersambung. Dia juga mencoba mengirim pesan pada email Jimin menggunakan emailku, pesannya tidak terkirim dan malah masuk ke dalam draf. "Aku bukan ahli teknis elektronik tapi aku curiga kau memblokir semua kontak Jimin di semua sosial media dan kontak handphonemu."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Mr. Kim || Kim Namjoon (RM) Fanfic AU
Fanfiction[Bahasa Indonesia] - TAMAT. Follow me for complete story. Summary: Ada seorang pria dewasa yang menyewa kamar tamu di rumahku. Ibuku yang mata duitan itu menyewakannya karena dia butuh uang. Mungkin kami butuh uang. Pria dewasa ini mengaku seorang m...