Satu tahun kemudian...
Butuh waktu setahun untukku bisa berjalan normal bahkan berlari. Namjoon mendukung pemulihanku dari awal sampai akhir. Dia benar-benar ada untukku dan memperlakukanku seperti putri. Orang-orang mungkin beranggapan aku adalah adik kandungnya. Aku tidak tersinggung, malah bersyukur kalau dia benar-benar menganggapku sebagai adiknya.
Namjoon tidak menyentuhku sama sekali, dia tidak pernah meniduriku lagi semenjak dia mengatakan akan berubah menjadi pria yang lebih baik.
Itu bagus. Namjoon menjadi pria bertanggung jawab sekarang. Tapi aku tidak yakin kalau Namjoon hanya ingin menjadikanku sebagai adik kandungnya. Dia pasti ingin menjadikanku istrinya nanti, mungkin. Aku mau jadi istrinya kalau Namjoon terus bersikap baik padaku. Toh, aku tidak punya pria lain untuk dinikahi. Aku tidak berharap pada Jimin lagi. Aku tidak bisa menghubunginya dan dia tidak pernah mencoba menghubungiku. Aku sudah menyerah padanya.
Tidak apa.
Aku punya Namjoon versi baik sekarang.Aku mempelajari bahasa Jepang dan Cina. Aku berharap aku bisa kuliah di negara lain. Aku tidak mau kuliah di dekat Namjoon, jadi aku mempelajari bahasa lain. Walaupun aku masih sekolah menengah setidaknya aku harus sudah memiliki rencana sekolah lanjutan. Bahasa Cina membuatku pusing, aku masih belum benar-benar menguasai bahasa Cina, mungkin aku akan mencoret list untuk kuliah di Cina. Aku masih punya banyak pilihan dan aku masih punya banyak waktu untuk menentukan.
*
Aku melihat sekeliling rumah Namjoon yang bergaya eropa. Dilihat dari luar seperti ini membuatku ingat hari-hari pertama aku kesini.
Saat itu rasanya hampa sekali setelah tahu Namjoon menculikku untuk sampai kesini. Namun hari ini aku lebih terasa hidup karena aku sudah mulai menerima hidup bersama Namjoon. Yang paling penting sekarang aku punya tujuan. Aku ingin menjadi wanita yang bisa membuat Namjoon bangga.
"Hei sayang.."
Aku menoleh pada Namjoon yang baru saja keluar dari pintu rumah.
"Hei.." aku dia peluk sebentar.
"Sudah bawa semua barang-barangmu?" Namjoon terlihat santai menanyaiku yang hendak pergi dari rumahnya.
Aku mengangguk, "Sudah." Padahal hanya dua koper yang aku bawa dan keduanya sudah muat di belakang mobil.
"Aku akan mengantarmu sampai kau naik pesawat dan jangan membantah lagi." Katanya, aku terkekeh mendengarnya bersikeras mengantarku.
"Aku harus bersyukur karena klienmu hari ini sangat penting sampai kau tidak mengantarku sampai Jepang." Aku tersenyum begitu wajah Namjoon tidak terlihat senang.
"Telphone aku setelah sampai." Katanya dengan dingin.
"Tentu saja." Aku mengeluarkan kamera dari tas kecil yang aku pakai. "Kita photo dulu di sini, di depan rumahmu, kalau aku rindu aku bisa memandang photonya." Aku dan Namjoon berselfie di satu frame, beberapa kali potret dan hasilnya bagus sekali.
Kami naik ke dalam mobil yang dikendarai oleh sopir Namjoon yang sering aku panggil Alex tanpa embel-embel tuan, toh di Amerika tidak harus memanggil nama orang secara formal. Sepanjang perjalanan ke bandara aku mengoceh di samping Namjoon yang iya-iya saja menanggapiku. Dia mungkin sedih aku pergi tapi menyembunyikan kesedihannya. Aku tatap mata Namjoon yang hitam.
"Kau sedih aku pergi?""Hah?" Dia ternyata tidak fokus padaku.
"Kau melamun Mr. Kim?"
Sudah lama sekali aku tidak memanggilnya Mr. Kim. Namjoon mengerutkan keningnya dan menghela napas. "Kau sungguh bersedih karena aku pergi?" Dia jelas terlihat begitu tidak rela aku pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Mr. Kim || Kim Namjoon (RM) Fanfic AU
Fanfiction[Bahasa Indonesia] - TAMAT. Follow me for complete story. Summary: Ada seorang pria dewasa yang menyewa kamar tamu di rumahku. Ibuku yang mata duitan itu menyewakannya karena dia butuh uang. Mungkin kami butuh uang. Pria dewasa ini mengaku seorang m...