Bab 22. 가정 (An Assumption)

1.8K 243 37
                                    

Aku tahu ada yang tidak beres dengannya..

💎💎💎

Aku tidak bisa tidur, aku tidak membawa iphone Hoseok jadi aku tidak bisa menghubungi Jimin. Mana mungkin aku pakai ipad baru ini, aku takut kalau Mr. Kim memang menyabotase semua sambungan yang tertuju pada Jimin, baik di ipadku ataupun di handphoneku. Ini tidak boleh terjadi lagi.

Tapi aku penasaran, dulu itu, apa memang benar sabotase dilakukan oleh Mr. Kim? Atau handphoneku saja yang rusak?

Aku masih ingat nomor baru Jimin, aku pakai ipad untuk menghubunginya diam-diam. Aku pakai mode videocall, menunggu Jimin mengangkat handphonenya membuatku berdegup gugup.

"Hai?"

"Oh, hai Jimin. Kau baik?" Aku lega setengah mati melihat wajah Jimin di layar ipad. Ini membuktikan jika Mr. Kim tidak menyabotasenya.

"Ya, tentu. Bagaimana denganmu? Oh, kau ada dimana?" Jimin sedang memakai kaos dan dia sedang duduk di kursi meja belajarnya.

"Apa aku menganggu sesi belajarmu?" Aku malah bertanya balik.

"Tidak, aku sudah menunggumu menghubungiku, sungguh!" Dia masih lugu.

Aku tersenyum mendengarnya, "Aku sedang berlibur, ke pulau Jeju. Bersama Mr. Kim dan Mina besok pagi akan sampai." Aku setengah cemberut.

"Oh, dengan Kim Namjoon? Apa kau baik-baik saja dengannya? Aku khawatir." Kening Jimin berkerut, dia terlihat khawatir tapi itu berlebihan.

"Khawatir kenapa, aku baik-baik saja, lihatlah, aku sehat hihi.." Leluconku tidak mempan untuk Jimin. Ada yang aneh dari ekspresinya, apalagi dia memanggil Mr. Kim dengan nama lengkapnya. Aku tidak ingat telah memberitahu Jimin nama lengkap Mr. Kim. "Ada apa Jimin? Kau seperti memikirkan sesuatu."

Jimin terlihat ragu, tapi dia bicara padaku pada akhirnya. "Begini Jae, aku sebenarnya belum tahu secara pasti. Ini baru asumsi." Pembicaraan Jimin berubah menjadi serius, atmosfir di sekelilingnya berubah. "Ayahku, maksudku, kebangkrutan yang dialami ayahku bukanlah sesuatu yang normal." Keningnya berkerut, "Semua saham di perusahaan ayahku ditarik secara penuh oleh pemegang saham utama yang baru."

"Aku tidak mengerti." Keluhku.

"Intinya, semua saham di perusahaan ayahku dicabut dan lenyap. Kami kehabisan modal dan tidak bisa mengait orang-orang pemegang saham, mereka menolak untuk berinfentarisasi dengan ayahku tanpa alasan yang jelas."

Aku mengerutkan keningku, "Aku tidak tahu harus berkata apa tapi itu sungguh kejam. Mengapa mereka tidak mau bekerjasama bukankah selama ini perusahaan ayahmu maju dan punya omset yang bagus?"

Jimin menghela napas, "Ya, inilah yang anehnya. Seseorang sudah merencanakan semuanya untuk membuat ayahku jatuh." Alis Jimin naik sebelah.

"Seseorang?"
Oh, mungkinkah itu ada hubungannya denganku?
Tidak mungkin Mr. Kim kan? Apa sih yang aku pikirkan, berlebihan sekali..

"Begitu yang dapat aku ketahui. Aku tidak tahu siapa orangnya, tapi Ayahku tahu semuanya. Aku sempat menguping pembicaraannya dengan ibuku dan aku tidak berani bertanya padanya." Jimin berubah menjadi sendu dan sedih.

"Jimin, aku turut bersedih." Aku ikut murung melihat Jimin sedih.

"Jaelin, aku takut."
Aku terdiam, Jimin tidak pernah begini sebelumnya. "Aku takut kalau tebakanku benar mengenai seseorang yang dengan sengaja menjatuhkan perusahaan Ayahku."

"Kenapa harus takut? Bukankah bagus kalau tebakanmu benar apalagi jika ayahmu tahu pelakunya, keluargamu bisa melaporkannya ke polisi, menuntutnya." Kataku.

✔ Mr. Kim || Kim Namjoon (RM) Fanfic AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang