Dia menakutkan dan....
💎💎💎
Aku pulang dan Mr. Kim ada di depan pintu rumah. Dia terlihat tidak senang. Wajahnya kaku dan awan gelap ada disekelilingnya. Aku tidak tahu apa yang menyebabkannya seperti itu, namun sedikitnya aku tahu, aku menebak pasti karena aku pulang petang begini.
"Darimana saja?" Lagaknya seperti ibuku, selalu bertanya begitu ketika aku main lama. Aku tidak menjawabnya, melainkan masuk ke dalam rumah. "Dari mana saja Kim Jaelin?" Aku menoleh, tidak terima dengan nama panggilanku yang berubah.
"Aku habis dari rumah Jimin, berharap dia masih ada di sana." Kataku, matanya memutar jengah, aku tak kira dia bisa begitu kekanakan.
"Lalu kau pergi berduaan dengan laki-laki lain? Begitu mudahnya kau lupakan Jimin dan melupakanku??"
Aku tidak menyangka dia akan katakan ini. "Itu tidak ada hubungannya denganmu, Mr. Kim."
"Tentu saja ada. Jangan panggil aku Mr. Kim lagi." dia mendekat ketika aku diam di tempat. "Kenapa kau tidak mengerti apa yang sudah aku lakukan padamu? Kau milikku, Jaelin. Aku berhak tahu atas apa yang kau lakukan."
"Apa maksudmu?" Aku bergerak mundur, menjauh darinya. "Aku bukan milikmu walau kau pernah meniduriku."
Dia tahu aku ketakutan atas tindakkannya, Mr. Kim berhenti mendekat, dia menghela napas dan memejamkan matanya. "Aku hanya ingin tahu siapa lelaki itu, apa dia pacar barumu?" Dia membuka mata dan bertanya dengan nada yang lembut.
"Bukan, dia temannya Jimin." Aku masih memandangnya dengan was-was, Mr. Kim aneh, dia menakutkan, aku tidak suka atas tindakannya yang seakan-akan dia tak mau aku terlepas dari pengawasannya. Dia posesif. "Kami hanya membicarakan mengenai Jimin yang hilang, lalu dia menawariku untuk mengantar ke halte." Aku mencoba menjelaskan, aku pikir dia setidaknya bisa diam dan melepaskanku.
"Benarkah?" Sebelah alisnya terangkat.
"Ya."
Mr. Kim berbalik dan pergi tanpa ucapkan apa-apa lagi.
"Mr. Kim?" Aku memanggilnya tanpa sadar. Dia menoleh, "Kenapa kau meniduriku? Bukankah kau waliku sekarang? Kau apa untukku?"
Mr. Kim tidak menjawabnya, dia seperti hilang kata-kata.
"Mr. Kim? Kau ayah angkatku atau kakak angkatku? Atau apakah aku hanya dijadikan sebagai pelampiasan hasratmu?""Kau calon istriku."
Aku diam, mencerna apa perkataannya barusan. "A-apa?"
"Setelah kau lulus, aku akan menikahimu." Dia mengatakan itu dengan mudahnya.
"Ke-kenapa?"
"Kau masih tanyakan kenapa?? Tentu karena aku menginginkanmu." Mr. Kim kembali mendekat padaku. "Kau membuatku melupakan dunia, aku tidak inginkan apa-apa lagi selain dirimu. Hanya kau, Jaelin.." dia mengelus pipiku.
"A-aku tidak mengerti, kenapa bisa? Kau menginginkan bocah sepertiku?"
"Kau spesial untukku." Aku pikir aku bermimpi? Kenapa aku senang ketika dia mengatakan bahwa aku spesial?
****
Aku tidak bisa tidur. Apa yang Mr. Kim katakan membuatku berpikir berulang kali. Jika iya Mr. Kim akan menikahiku setelah aku lulus, ini seperti mimpiku ketika pertama kali aku mengenalnya. Apakah aku akan baik-baik saja? Maksudku, apa aku mau? Aku tidak mencintainya, aku punya impian lain selain menikah dengan Jimin. Tapi itu tidak mungkin, Jimin saja pergi dariku, mana mungkin terjadi.
Masalahnya, aku tidak punya siapapun lagi. Aku tidak bisa menumpang hidup di rumah orang lain, aku bisa saja pergi. Tapi aku masih takut. Mr. Kim sejauh ini dia baik, masih memperdulikanku. Aku takut dia akan meniduriku lagi, tapi sampai saat ini dia masih bekerja di ruangannya.
Suara langkah kaki terdengar, aku pura-pura tidur, menaikkan selimbutku sampai ke bahuku dan mencoba bernafas dengan teratur. Pintu kamarku terbuka dan menutup dengan cepat, ranjangku bergerak, Mr. Kim mencoba tidur di sebelahku. Dia tidak katakan apapun selain memelukku dalam tidurnya. Aku menyesal tidak mengunci pintu kamarku.
Aku harus apa?
"Mr. Kim?""Biarkan aku tidur memelukmu. Aku tak akan lakukan apapun." Katanya.
Aku menahan napas, "Mr. Kim, aku-"
"Panggil aku dengan namaku saja."
Tidak bisa. Kau lebih tua dariku, kenapa dia ini? "Itu tidak sopan."
Mr. Kim membuka matanya, dia menatapku dengan tajam. "Aku tidak bisa memanggilmu Namjoon, seperti tidak sopan."Mr. Kim terkekeh, "Tidak apa jika itu darimu." Dia mencium pipiku sebelum kembali pejamkan mata.
Aku di sampingnya memperhatikan bagaimana wajah rupawan Namjoon. Uh, aneh jika aku memanggilnya begitu. "Em, Namjoon. Berapa umurmu?"
Dia kembali membuka matanya, "Kenapa kau terus menanyakan umurku?"
"Aku hanya ingin tahu." Aku menunduk ketika dia kembali melototiku.
"Tiga puluh empat, aku belum terlalu tua untukmu." Dia membawa wajahku untuk berhadapan dengan wajahnya.
"Kau tidak menyukaiku ya?" Aku menggeleng, walau Namjoon tampan dan kaya. Aku tidak mencintainya. "Kau suka lelaki seusiamu?"Aku mengangguk, "Maaf. Aku pikir aku tidak bisa menikah denganmu."
"Kenapa tidak bisa? Hanya aku yang bisa membahagiakanmu saat ini. Kau tidak punya siapapun dan apapun lagi."
Perkataannya membuatku menunduk sedih, "Kau benar, walau begitu aku-" dia mencegahku untuk berkata-kata. Dia menciumku. Ada apa dengannya?
Aku melepaskan ciuman yang hendak dia dalami. Aku bangun, Namjoon tak biarkan aku pergi. Dia menarikku untuk kembali tidur. "Kau hanya butuh waktu." Katanya. Dia ada di atasku, berbicara dengan suaranya yang rendah, aku tak bisa mengalihkan dari tatapannya. Wajahnya yang rupawan, yang terlihat seperti tak tersentuhkan, terlihat seperti dia membutuhkan seseorang untuk hidupnya dan orang itu adalah aku.
"Kenapa kau tidak pacari wanita seusiamu? Kenapa kau inginkan aku?" Aku memberanikan diri untuk bertanya ini, kalau tidak aku mungkin akan dia pandang lemah.
Namjoon terkekeh, dia masih bertahan di posisinya. "Mereka hanya mengincar uangku. Aku tak begitu suka wanita yang penuh dengan kepalsuan."
"Tidak semuanya begitu." Ucapku lagi.
"Memangnya kau tahu apa?" Wajahnya tak ramah, aku berpaling muka darinya, takut. "Kau hanya belum melihat dunia," dia menunduk, menyentuhkan keningnya di sisi kepalaku. "Aku tidak tahu kenapa aku menginginkanmu. Kau terlihat sangat murni, kau selalu melakukan apapun yang ingin kau lakukan, kau tidak terlalu memerdulikan lingkungan sekitarmu dan ibumu seperti tidak peduli padamu. Aku ingin menjagamu, dan perasaan itu begitu kuat, aku tidak bisa menguasai perasaanku ketika aku mabuk kemarin. Aku benar-benar minta maaf." Dia berucap di depan telinga kiriku. Setelahnya dia memundurkan wajahnya dan aku berbalik menghadapnya.
"Kau menyayangiku? Kau mencintaiku?"
Dia sedikit menyinggungkan bibirnya, "Iya, aku barusan mengakuinya. Kau masih tidak paham?"
Aku terpesona dengan satu lengkungan yang berada di pipinya saat dia tersenyum. Jantungku berdegup keras, aku kira itu karena aku takut. Tapi, untuk sekarang, aku pikir aku menyukai senyumannya yang cacat. Aku mengangguk membenarkan apa pertanyaannya.
Namjoon tertawa. Aku hanya menatapnya tanpa katakan apapun. Dia memang tampan, apa aku salah untuk tidak menyukainya?
Tanganku terulur untuk menyentuh cacat di pipinya. Ketika jari jemariku menyentuh titik itu, Namjoon berhenti tertawa. Dia melihatku dalam diam, aku yang hanya menatap titik cacatnya beralih menatap matanya yang memantulkan bayanganku.
"Aku tidak tahu kau ini jahat atau baik." Kataku. "Aku tidak tahu dirimu."Namjoon meraih jariku yang masih menyentuh pipinya. Dia membawa telapak tanganku untuk menyentuh bibirnya. Setelah menciumnya dia berkata, "Aku akan menunjukkannya padamu mulai saat ini."
💎💎💎
Agustus 2019
Revisi - Oktober
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Mr. Kim || Kim Namjoon (RM) Fanfic AU
Fanfiction[Bahasa Indonesia] - TAMAT. Follow me for complete story. Summary: Ada seorang pria dewasa yang menyewa kamar tamu di rumahku. Ibuku yang mata duitan itu menyewakannya karena dia butuh uang. Mungkin kami butuh uang. Pria dewasa ini mengaku seorang m...