Prolog

7.6K 598 34
                                    


Aku tertawa sampai mataku berair. Jimin membuat lelucon yang membuatku tertawa-tawa sepanjang jalan.
"Aduh, Jimin. Hentikan, aku bisa sakit perut." Aku menepuk punggungnya yang memakai tas hitam.

"Mana bisa. Aku dilahirkan untuk membuatmu tertawa selamanya." Jimin menirukan wajah Pak Satpam yang katanya sedang mengejan untuk kentut. Mata sipitnya dibuat lebar secara dibuat-buat, bibirnya melengkung ke bawah dan itu konyol sekali.

"Kau jelek! Hentikan!"
Aku menimpuk pipinya, tidak keras tapi berhasil buat Jimin mengaduh.
"Cepat jalan, jangan mengaduh melulu. Kau ini perempuan atau lelaki sih."
Jimin menarik sebelah tanganku ketika aku mendahuluinya berjalan. "Apa?"

Kening Jimin berkerut, "Di depan rumahmu ada mobil. Itu ayahmu bukan?"

Aku melirik sekilas pada sosok pria yang keluar dari mobil putih yang diparkir di depan rumahku. "Sembunyi." Aku menarik Jimin bersembunyi di balik tembok belokan gang jalan. Aku dengan sengaja mengintip di sana. Jimin pun sama.

"Itu ayahmu? Dia terlihat lebih mudah dari ibumu." Kata Jimin.

"Bukan. Ayahku sudah lama mati." Aku memperhatikan bagaimana pria itu bicara pada ibuku. Ibuku yang tersenyum bahagia dan mempersilahkan dia masuk ke rumah bersama satu pria lain yang memakai pakaian serba hitam dan formal.

"Wah, aku pikir pria itu bawa bodyguard. Pasti dia kaya, eh tunggu sebentar. Wajahnya tidak asing." Jimin berbicara sendiri, aku sibuk menduga-duga apa yang mereka lakukan.

Aku berbalik pada Jimin, "Jimin aku pikir kau cukup mengantarku sampai sini. Sampai jumpa besok, bye~" aku mencium pipinya sebelum berlari masuk ke dalam rumah. Entah apa yang dipikirkan Jimin begitu aku pergi, dia mungkin akan tertawa sendirian, atau terkekeh dengan muka merah.

Aku masuk ke dalam rumah, cakap-cakap ibuku dengan pria tadi terdengar samar-samar.

"Setelah dia lulus, aku akan menikahinya."

"Kalau itu yang kau mau, boleh saja. Asalkan kau akan menjamin kehidupan anakku."

Apa-apaan?
"Ibu? Apa yang ibu bicarakan?" Aku menghampiri mereka yang berbicara duduk di sofa. Aku melirik ibuku.

"Jaelin, duduk dulu. Kemari.." Ibuku menepuk sofa kosong disebelahnya. Aku melirik pada pria di sofa lain yang sama tengah melihatku. Ketika aku duduk di sebelah ibu, ibuku memperkenalkannya. "Jaelin, ini dia Pak Direktur Kim Namjoon, yang punya Perusahaan Elektronik."
Aku tidak mengerti apa hubungannya dia yang direktur dan pemilik elektronik. "Pak Direktur, ini dia anak saya. Namanya Lee Jaelin."

"Salam kenal Jaelin,"
Dia tersenyum dan memberi salam padaku dengan ramah. Sudut bibir kirinya terdapat lekukan cacat setiap bibir itu tersenyum.

"Salam kenal, paman ini siapa? Apa paman akan menikahi ibuku?" Aku memandang curiga dari gerak geriknya yang jelas terlihat ingin dipandang baik olehku.

"Hahaha, Jaelin. Mana ada, Pak direktur yang muda ini mau menikahi ibu?" Ibuku tertawa. Iya juga, dia terlalu muda untuk ibu yang sudah beruban.

Pria bernama Namjoon atau pak direktur itu terkekeh, lalu dia berbicara dengan santai padaku. "Yang akan aku nikahi itu kamu Jaelin, bukan ibumu."

"APA?!"

***


Aku mendapatkan inspirasi ini ketika melihat Namjoon di Grammy. Oh, My! Aku meleleh..😍

Ini Lanjutkan kah?

✔ Mr. Kim || Kim Namjoon (RM) Fanfic AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang