Bagian-34

4.8K 138 11
                                    

Yok dibaca
Yok divote
Yok dikomentari
Yok bisa yok💪

Jarum jam serasa berhenti berjalan. Bara berpindah duduk disamping Syasa. Tangan kanannya meminta Syasa untuk menatapnya.

"Aku tau, aku salah." Bara mulai bersuara. Syasa melihat laki-laki ini menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya dia tersenyum. "aku minta maaf," lanjutnya.

Mulut Syasa serasa dikunci. Apalagi ketika melihat manik mata Bara yang mulai berkaca-kaca. "Katakan padaku, hukuman apa yang cocok atas penderitaan yang aku berikan kepadamu?"

Syasa tidak bisa berpikir dikondisi saat ini. Hatinya campur aduk, ada sedih, bahagia, marah.

"Aku ngak tau," Syasa mengalihkan pandangan ke samping.

"Aku tau, aku pantas dibenci oleh mu. Bahkan lebih dari itu."

Ucapan Bara sama sekali tidak di respon Syasa. Bukan hal marah atau benci, tapi memang Syasa masih kaget saja dengan sikap Bara sekarang.

Kedua tangan Bara perlahan mengenggam tangan Syasa. Dia mengelus punggung tangan Syasa. "Aku mau memperbaiki semuanya," sesal Bara.

"Tinggal dua hari lagi," seru Syasa.

Keadaan menjadi hening. Bara tidak bisa menjawab karena dua hari batas waktu yang dikatakan Syasa membuat penghalang baginya. Bara terisak. Dia benar-benar menangis, menyesali sikapnya selama ini.

"Apa kamu benar-benar mau pernikahan kita ini selesai?" tanya Bara dengan meneteskan air mata. Tangan kanan Bara menyentuh pipi Syasa, meminta perempuan itu untuk membalas tatapannya.

"Kamu benar mau cerai dari aku?" suara Bara benar-benar lembut. Syasa tidak bisa melihat orang menangis. Karena dia akan ikut menangis juga. Tapi kali ini, Syasa coba tahan air matanya.

"Bukannya itu mau kamu kan?" pertanyaan balik Syasa.

"Itu dulu sya. Sebelum kebusukan Nadia kebongkar," jelas Bara.

Sudut bibir Syasa terangkat, membentuk senyuman tipis. "Kalaupun kebusukannya kebongkar setelah masa waktu ini berlalu. Kamu juga ingin kita bercerai kan?"

Kepala Bara menggeleng, digenggamnya tangan Syasa erat. "Ngak sya, ngak."

"Udahlah. Aku udah cape menahan ini semua," pasrah Syasa.

"Jadi kamu mau kita pisah?"

Syasa diam. Bukannya selama pernikahan Bara lah yang ingin pisah darinya?

"Jawab aku sya?!"

Tatapan Bara menjadi serius. "Kasih aku alasan kenapa kamu mau kita pisah?"

"Alasannya, karena aku mau nurutin permintaan kamu. Paham kan?!"

Bara berdecak. Kenapa sulit rasanya meyakinkan Syasa bahwa dirinya ingin memperbaiki semuanya. "Itu dulu, bukan sekarang! Yang sekarang aku mau kita perbaiki semuanya. Baik aku, maupun kamu."

"Tapi kam--"

Ucapan Syasa terputus kala Bara menarik tubuh Syasa dan menempelkan bibirnya di bibir mungil Syasa. Ya, Bara merenggut ciuman pertama Syasa. Bara bahkan melumat bibir Syasa. Dan Syasa memukul-mukul dada Bara agar melepaskan ciuman tersebut.

"Bar--mmpph!"

Bara melepaskan ciuman itu. Dia tersenyum dan memajukan tubuhnya ke depan. "Aku berhak mendapatkannya,"

Mata Syasa menajam dan mengusap-usap bibirnya.

"Ngak ada perceraian. Ngak ada marah-marahan lagi. Ngak ada pisah ranjang. Ngak ada pergi pulang kerja masing-masing!" Bara mengedipkan sebelah matanya. Hal itu membuat Syasa terbelalak. "Kita akan tidur di kamar atas. Kamu pergi dan pulang bareng aku. Dan semua hal, akan kita lakukan bersama-sama."

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang