Yok dibaca
Yok divote
Yok dikomentari
Yok bisa yok💪Langit mulai gelap. Diluar sana, gerimis lagi-lagi datang. Muthia berdiri dan mondar-mandir tidak karuan, berbeda dengan Syasa yang terlihat santai di kursi tunggu. Ya. Saat ini mereka sedang menunggu bidan klinik yang sedang membantu proses lahiran seorang ibu muda diruangan. Mereka disuruh menunggu untuk beberapa saat, dan Muthia yang palik kekeh untuk menunggu.
"Kakak gelisah kenapa?" Tanya adik ipar Muthia.
Muthia menatap sekilas Syasa. "Ngak tau nih, bawaannya gelisah aja."
"Mikirin apasih kak sampe gelisah gitu?" Sahut Syasa.
"Mikirin kamulah!" Celetuk Muthia.
"Emang Syasa kenapa?" Tanya Syasa kembali.
Muthia berdecak, akhirnya duduk kembali di samping Syasa. "Tau ah,"
Syasa tertawa kecil dan mengelus perut Muthia. "Dedek bayi...uhhhh.."
Muthia menghela napas. Gimanapun ia tidak bisa meluapkan kecemasannya dalam hati mengenai Syasa. Muthia tau jika Syasa sudah sayang kepada Bara. Muthia juga emosi mengenai sikap buruk Bara. Namun, Syasa tidak bisa mengambil keputusan sepihak saja. Bara suaminya. Ada baiknya di bicarakan terlebih dahulu sebelum Syasa kabur seperti ini.
Hampir setengah jam menunggu, akhirnya bidan selesai membantu proses kelahiran. Muthia segera mengajak Syasa masuk keruangan bidan.
"Maaf menunggu lama mbak," Ucap Bidan dengan ramah.
"Ya, ngakpapa mbak." Jawab Syasa sambil senyum.
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Begini mbak. Adek saya ini udah beberapa hari mual, muntah-muntah dan pusing. Saya boleh minta tolong diperiksa agar saya bisa tenang mbak, " Jelas Muthia.
Syasa hanya mengangguk.
Syasa disuruh berbaring di tempat tidur. Muthia tetap ada disamping Syasa, ia tidak akan meninggalkan Syasa sendirian.
Bidan ini memeriksa tensi sambil bertanya apasaja keluhan Syasa. Tidak lama-lama, Syasa dan Muthia duduk di depan meja Bidan menunggu hasil nya.
Syasa menatap ke Muthia yang terlihat gelisah, ia tersenyum sambil memegang paha kiri Muthia. "Tenang aja kak, Syasa cuma demam biasa kok."
Muthia mendelik ke Syasa. "Kamu bukan bidan yang bisa tau kamu itu kenapa?!" Sinisnya.
Syasa tersenyum kecil.
"Gimana mbak?" Tanya Muthia setelah melihat bidan menuliskan sesuatu di buku.
"Setelah saya mendengar keluhannya dan memeriksa mbaknya. Mbak sedang hamil."
Senyum Syasa memudar mendengar ungkapan dari bidan. Dan Muthia, dia berdecak disamping.
Mata Syasa membelalak. "Sa--say--saya hamil?" Tanya Syasa kepada bidan.
Bidan mengangguk. "Apa bulan ini mbak sudah haid?"
Kepala Syasa sontak menggeleng.
"Benar. Mbak sedang hamil. Usia kandungan mbak berjalan tiga minggu."
Syasa terduduk lemas. Matanya mengerjap dan tangannya memegang kepala. Bagaimana bisa?
Syasa tidak bisa berkata-kata lagi. Jantungnya berdegup kencang. "Apa yang harus aku lakukan? Dikondisiku yang hamil ini?" Kepala Syasa rasanya mau pecah. Sudah banyak hal yang akan ia kerjakan menempuh pendidikannya, apa ia akan kuat di kondisinya sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
SYASA (SELESAI)
Romansa18+ Nikah di jodohkan emang sudah biasa✔ Nikah tanpa cinta juga sering terjadi✔ Tapi bagi Syasa semua itu tidak diinginkan. Walau dijodohkan dan nikah tanpa cinta, bukan berarti pernikahan untuk status dan bercerai. "Aku menyerah," •••••••••••...