Bagian-3

5.4K 180 3
                                    

Suasana masih hening. Bara duduk diseberang. Menatap Syasa dengan intens. Syasa seperti sedang di interview.

"Loh kok belum diminum tehnya sya?" suara Ririn dari arah dapur.

"Eh..iya nanti kak."

"Oiya sya, kakak sama ibu pergi dulu ya. Suami kakak lagi di rawat di rumah sakit."

Suami Ririn sakit tifus. Kemarin malam harus dibawa ke rumah sakit untuk dirawat inap.

"Bella dibawa kak?"

"Bella tidur. Bella di jaga sama mbaknya."

"Oiya kak. Hati-hati ya kak, bu."

Hening kembali. Syasa menarik napas panjang sebelum ia menatap ke Bara. Rambut hitam lebat, bibir tipis, hidung mancung. Penampilan Bara berubah. Dulu dia petakilan dan tidak mempermasalahkan penampilannya yang tidak rapi. Dan satu yang masih sama, wangi parfume Bara.

"Nadia?" potong Bara sebelum Syasa ingin memulai bicara.

"Bar--"

"Bilang apa dia?" sorot mata tajam Bara membuat Syasa tidak kuasa berlama-lama menatap ke arah nya.

"Dia ingin kau jangan seposesif itu dengan hubungan kalian." ungkap Syasa.

"Kau gak bisa seenaknya aja menjadi pengatur dalam hidupnya. Ya walau aku tau kalian pacaran. Tapi beri dia waktu untuk me-manange dirinya sendiri. Karena hubungan empat tahun kalian, kalau belum di sahkan oleh agama dan negara, kau ataupun Nadia tidak berhak ngatur-ngatur."

Syasa langsung menggunakan sebutan kau ke Bara. Ia refleks, karena sikap Bara kepadanya.

"JANGAN IKUT CAMPUR!" sentak Bara tiba-tiba. Kedua bola mata Syaa terbuka lebar. Bola matanya keatas mengikuti gerak tubuh Bara yang berdiri. Bara mengarahkan jari telunjuknya ke hadapan Syasa. "JANGAN MERASA JADI PAHLAWAN DALAM HUBUNGAN KAMI. URUSI SAJA KEHIDUPANMU!" tertohok. Syasa merasa tersindir dengan ucapan Bara.

Syasa memegang dadanya. Ia menutup mata dan menarik napas panjang. "Jangan emosi, jangan!" ucapnya dalam hati.

Bara melangkah pergi, sampai di anak tangga pertama, ia menoleh ke Syasa. Bertepatan saat Syasa mendumel ke arah Bara juga.

"Gak ada yang berubah! Aku emang begini sama dia! Itu juga demi KAMI!" tekan Bara di ujung kalimatnya.

"Iya tap--"

"Tapi..lebih baik tidak ikut campur dengan urusan orang lain! Karena itu tidak baik! Paham?!"

Syasa terbelalak kala Bara menatap tajam ke arahnya. "Huffttt! Sabarrrrr sya, sabar.."

Sudah tidak ada lagi urusan Syasa diruamah itu. Bara meninggalkannya diruang tamu. Cowok itu bahkan tidak dopan dalam penyambutan tamunya.

"Makin sombong!"

"Siapa juga yang mau ikut campur!"

"Haloo? Urusan hidup Syasa lebih penting dari kalian!" cerocos Syasa di depan sambil memakai sepatu.

Ketika Syasa ingin meninggalkan rumah itu. Suara tangis yang Syasa ketahui adalah anak Ririn terdengar dan tidak berhenti. Syasa mendekati pintu masuk, tidak ada suara bujukan tangis anak itu.

"Bella?" Syasa masuk kembali. Bella diayun di dekat dapur. Disana juga tidak ada mbak yang disuruh menjaganya.

"Bella....husssttt...cup...cupp...sayang..." Syasa mengangkat Bella dari ayunan. Ia mengendong dan membawa ke ruang tamu.

Syasa mengipas Bella. Anak itu masih mengantuk, tapi ia kepanasan. Itu terlihat dari keringatnya.

"Tidur ya sayang...tidur..."

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang