Extra Part-2

7.9K 152 14
                                    

Bulan demi bulan berjalan. Sudah waktunya Syasa dan Bara kembali ke Medan. Walau banyak pertimbangan yang sebelumnya Bara lakukan untuk bisa sampai kesini.

Kini mereka berada di dalam mobil Saka. Mereka dijemput oleh Teza, Veby dan Saka. Ririn tidak ikut karena ia harus menjaga bayinya yang masih berusia dua bulan.

Binar kebahagiaan tampak jelas di wajah Syasa. Sedari masuk mobil, tangannya terus mengenggam tangan Veby. Begitupun dengan Veby, perempuan itu terus tersenyum dan sesekali mengelus perut Syasa.

"Rumah siapa yang urus?" Tanya Syasa ke Bara. Laki-laki itu duduk di depan.

"Titan,"

"Aman kan?"

"Kita liat aja nanti,"

Entahlah, ada rasa bahagia dicampur kecemasan. Kembalinya Syasa ke kota kelahirannya membuatnya gugup. Beberapa bulan lalu, tekadnya sangat kuat pergi dari kota ini dan berjanji untuk tidak akan menginjakkan kakinya kesini. Namun salah, kenyataannya Syasa harus kembali. Memulai semua hal dari awal tanpa mencampur adukkan masa lalu yang kelam itu.

"Tangan kakak dingin," Seru Veby.

Syasa tersenyum. "Kakak gugup aja veb,"

"Gugup kenapa?"

Syasa memegang dadanya. "Ngak tau kenapa. Tapi kakak gugup. Dan..."

"Dan apa kak?"

"Kakak merasa bersalah dengan ayah dan ibu karena pergi tanpa bilang kalian,"

Veby mengelus paha Syasa. "Jangan dibahas lagi kak. Kita semua ngak mempermasalahkan itu. Asalkan kakak sehat aja, itu udah cukup buat kami kak."

Bara yang mendengar perbincangan Veby dan Syasa hanya diam. Ia tidak mau menganggu waktu pelepasan rindu antara kakak dan adik itu.

Mobil Saka masuk ke pekarangan komplek rumah Bara. Hingga tibalah mereka di depan pagar. Syasa menatap rumahnya masih dari jendela mobil. Matanya berkaca-kaca. "Masih sama," Ucapnya. Bahkan beberapa bunga yang ia tanam masih ada.

Bara membukakan pintu untuk Syasa, "Ayo?" Bara mengulurkan tangan kanan dan diterima oleh Syasa. Dipegangi oleh Bara, Syasa berjalan memasuki halaman rumah.

Dari teras, Syasa melihat Meta, Fahrial, Pani dan Ririn berdiri menunggu kedatangan mereka. Syasa ingin berlari, namun tenanganya saat ini belum kuat. Kakinya sudah membengkak. Bahkan untuk jalan saja napasnya sudah ngos-ngosan.

"Syasa..." Panggil Meta dan memeluk Syasa. Meta mencium kedua pipi Syasa. "kamu baik kan? Kamu sehat kan?"

Air mata Syasa turun. Ia tak kuasa menahan tangis haru hari itu. Kepalanya mengangguk sambil senyum. "Syasa baik bu."

Fahrial menyusul dan memandang sang putri dari samping.

"Putri ayah sudah mau jadi seorang ibu.." Ucapnya.

Pelukan dilepas oleh Meta, Syasa menoleh ke Fahrial. Tangisnya pecah saat sang ayah merentangkan kedua tangan dan ingin memeluknya.

"Ayah..." Rengek Syasa.

Fahrial membalas pelukan Syasa dan mengelus puncak kepalanya. "Ayah sayang sama kamu.."

Syasa mengangguk. "Syasa juga sayang sama ayah. Ayah sehat kan? Ayah masih kerja? Ayah harus jaga kesehatan, jangan sampai penyakit ayah kambuh lagi."

Fahrial mengangguk dan mencium puncak kepala Syasa. Ia tersenyum dan menangkup kedua pipi Syasa. "Ayah baik-baik aja."

"Isss.. Ayah..."

"Husss.. Jangan cengeng ihh..."

"Syasa kangen sama ayah. Iss..."

"Ayah juga kangen sama kamu.."

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang