Bagian-43

3.1K 124 2
                                    

Yok dibaca
Yok divote
Yok dikomentari
Yok bisa yok💪


Profesional.

Satu kata itu harus diterapkan bagi siapapun yang satu kerjaan dengan suami, istri, adik, abang, maupun saudaranya. Seperti inilah Syasa dan Bara. Walau kerja di satu perusahaan, tetap saja mereka harus bekerja tanpa menganggu satu sama lainnya.

Kini Syasa disibukkan dengan rekapitulasi transaksi penjualan bulan ini. Harusnya di kerjakan oleh Vivi tapi dilimpahkan olehnya, sebab Vivi tidak datang karena ada urusan di rumah dan tertinggal Nano dengan kesepiannya hari ini.

"Aahhh!" Teriak Nano.

"Kenapa kau?" Senggol Rajab.

"Sepilah sepi!" Nano meredam kan wajahnya diatas meja. "sang penyemangat hati tidak datang hari ini. Gimana aku bisa menjalani perkerjaan ini? Ahhh!!"

Bunga diseberang melempar gulungan kerja ke meja Nano. "Lebay kau no!"

Nano mengaruk-garuk rambutnya. "Iri bilang kau bung."

"Biasa aja tuh,"

Kini Nano mengambil ponsel dan menscroll chatnya dengan Vivi. "Adek kenapa sih sama abang? Di telepon, ngak diangkat. Di chat, cuma read doang. Di SMS, ngak dibalas. Di email, ngak di jawab. Abang harus apa dek? Oh dek ku?"

Rajab yang satu meja dengan Nano cekikian melihat temannya itu. Sedangkan Bunga geleng-geleng kepala dan ingin muntah, lainnya halnya dengan Syasa dan Narti, keduanya senyum melihat ekpresi galau Nano.

"Udahlah no," Sahut Narti.

"Udah gimana mbak? Calon istri Nano ambil cuti selama seminggu? Sedangkan Nano ngak dikasih tau alasan sebenarnya apa? Bilangnya masalah keluarga. Nano ingat-ingat, masalah keluarga kami di rumah aman-aman aja loh mbak." Begitu dramatis nya Nano berbicara sampai Rajab tidak tahan ingin tertawa.

"Kalimat mu no, macam udah betul kali ah. Hahaha.. " Samber Rajab.

"Nano ngak semangat, ahhh!" Laki-laki itu kembali menundukkan kepala. Sebenarnya Nano suka dengan Vivi. Hanya saja penyampaian sikap Nano masih terlalu kekanakan dan main-main, itu kenapa Vivi tidak. Merespon positif kepadanya.

Bunga berdiri sambil membawa ponselnya dan mengklik voice note dari Vivi.

"Nano bau taiii!" Itulah kata-kata Vivi.

Mendengar itu saja Nano jadi senyum-senyum. "Calon istri?"

Bagai mendapat hadiah emas, begitulah ekspresinya.

Melihat sikap Nano, Syasa jadi kebayang Bara. "Ah, ya!" Syasa menepuk keningnya. Hujan baru saja reda di jam sepuluh pagi. Bara belum juga mengirim chat mengenai makan siang nanti.

"Tanya ngak ya?"

Syasa ragu. Pasalnya selalu Bara yang mengajaknya makan siang di kantin ataupun di luar.

"Ngak usah deh. Mungkin Bara sibuk."

••••••

Dibawah terik matahari tanpa membawa payung, Syasa bersama Bunga mengantri nasi padang di seberang kantor.

"Mbak Narti pesan pake rendang kan mbak?" Tanya kembali Bunga.

"Ya."

Selesai mengantri, Syasa dan Bunga kembali ke kantor. Di depan kantor mereka berpapasan dengan Wawan. Laki-laki itu menegur Syasa.

"Ngak bilang-bilang ya," Ucapnya.

Syasa tersenyum tipis dan menggeleng. "Tadinya mau beli di kantin, tapi kantin ya tutup."

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang