Bagian-41

3.6K 127 1
                                    

Yok dibaca
Yok divote
Yok dikomentari
Yok bisa yok💪

Menjenguk anaknya, Meta bersama Syasa dan Veby asik di dapur membuat makan siang. Sedangkan Bara, Fahrial dan Teza ngobrol di teras membahas pekerjaan.

"Main-main bang ke sawah. Ajak Kak Syasa juga, dia pasti mau. " Antusias Teza saat Fahrial mengalihkan pembahasan mengenai tanaman di sawah.

Bara tersenyum. "Nanti abang bilang ke kakakmu ya."

Fahrial memegang pundak Bara. "Kalau jadi datang. Kabarin adik kalian dulu ya. Biar ayah bisa bersihin gubuk di sawah untuk kita istirahat. Soalnya gubuk kotor karena banyak anak-anak bermain di sawah tapi tidak mau membersihkannya."

Bara mengangguk dan senyum. "Pasti yah. Nanti Bara kabarin kalau jadi ke sawah."

Sungguh inilah pernikahan yang Syasa inginkan. Hubungan keluarga yang harmonis dan saling tukar pikiran seperti ini yang dibutuhkan.

Bara masuk ke ruang tamu saat ada panggilan telepon dari nomor baru.

"Halo?" Ucapnya.

Tidak ada jawaban sama sekali, namun panggilan itu masih tersambung. Kening Bara mengeryit, sudah sebulan ini dia selalu mendapat panggilan dari nomor baru. Dan anehnya nomor-nomor itu selalu tidak ada jawaban sama sekali. Sekali dua kali, Bara pikir mungkin salah sambung. Tapi lebih dari itu, mungkin ini disengaja.

Bara memutus panggilan itu. Ia terus menatap dua belas digit nomor di layarnya. "Nadia?" Pikir nya. Ya, sudah sebulan semenjak kebongkar nya kebohongan Nadia dan Bara memutus hubungan dan komunikasi mereka, perempuan itu berusaha memperbaiki hubungan mereka. Namun Bara tetap tidak mau.

Pengkhianatan tetap tidak bisa dimaafkan.

Bara selalu katakan itu kepada Nadia. Namun  perempuan yang sedang mengandung itu rela meninggalkan janin bahkan laki-laki dari bapak janinnya demi Bara.

Nadia emang gila. Disaat seperti ini baru ia menyesali kesalahanya.

"Bang?" Panggil Veby.

Bara langsung menyimpan ponsel nya. "Ya veb?"

"Dipanggil Kak Syasa ke kamar bang,"

Bara senyum-senyum. "Oh yayaya. Tapi veb?"

"Kenapa bang?"

"Lain kali kalau mau datang, teriak aja veb. Abang sama kakak kalau kayak tadi pagi suka gak fokus sama sekitar."

Veby kekeh dan mengacungkan jempol. "Santai bang."

Sebelum menemui Syasa ke kamar, Bara lebih dulu pamitan dengan Fahrial. Biar bagaimanapun, Bara tetap menghormati ayah mertuanya itu.

Langkah demi langkah menuju kamar, Bara senyum-senyum. Sampai di depan pintu, Bara merapikan rambut bagian depan dan pakaiannya. Jantung nya berdegup kencang, sudah tidak sabar ingin bertemu sang istri.

Ketika mendorong pintu, Bara mendapati pemandangan surga dunia. Diliatnya Syasa hanya memakai tanktop dan pakaian dalam. Dan Syasa sontak kaget. Segera ia mengambil selimut menutupi tubuhnya.

"Udah berapa kali sih, aku bilangin kamu. Kalau masuk itu, ketuk pintu dulu. Paham kan?!"

Bara kekeh dan berjalan mendekati Syasa. Ia duduk di pinggir tempat tidur sambil memandangi Syasa yang sedang sisiran.

"Warna yang tadi sangat cocok untuk kamu, " Goda Bara mendapat tatapan tajam dari Syasa.

"Jangan pancing aku bar. Aku lagi ngak mau marah."

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang