Bagian-58

3.1K 107 8
                                    

Yok dibaca
Yok divote
Yok dikomentari
Yok bisa yok💪

"Kakak hamil?" Tanya ulang Veby.

Syasa menarik napas sebelum ja menjawab. "Ya veb."

"Allhamdulilah kak. Veby ikut senang."

Senyum terbit diwajahnya. Ia tidak mempermasalahkan kehamilannya ini. Ia juga tidak mempermasalahkan jika nanti dia akan merawat bayinya sendiri. Yang ia permasalahkan, apa Bara harus tau tentang kehamilannya?

"Bara harus tau kalau kamu hamil," Ucap Meta membuat jantung Syasa deg-degan.

Syasa dilema. Jujur dalam hati, ia ingin mengatakan ke Pani, mama yang selalu memberikan hal positif kepadanya. Tapi untuk sesaat, membayangkan wajah Bara saja udah mampu membuatnya menangis.

"Bu.. Syasa rasa bukan saatnya buat bilang ke Bara."

"Tapi ini anak dia juga sya,"

"Syasa tau bu. Cuma Syasa belum kuat untuk berhadapan sama."

Hening sesaat, hingga Vebypun mengalihkan topik pembicaraan.

"Veby juga setuju sama kakak bu. Lagian, untuk apa juga kasih tau si brengsek itu!"

Hati Syasa sedikit legah. Entah mengapa ia ingin semua orang mendukung apa yang ia putuskan. Mungkin menjadi egois adalah jalan agar Syasa tidak lagi dibodohi.

"Kakak sama dede bayinya harus sehat-sehat ya. Nanti kalau udah mau lahiran, nenek sama tante bakal kesana."

Syasa tertawa mendengar ucapan Veby. Tangannya terulur mengelus perutnya. "Jadi anak yang kuat ya..."

Setelah teleponan selesai, Syasa segera siap-siap berangkat ke kampus. Dia ingin bertemu langsung dengan dosen pembimbing pertama membahas tempat riset penelitian. Apakah cocok untuk diteliti sesuai judulnya atau tidak?

Selama perjalanan menuju kampus. Senyum selalu terbit di wajah Syasa. Kini semangat hidupnya bertambah. Syasa akan meraih masa depan yang cerah supaya ia bisa menyekolahkan anaknya kelak sampai ke perguruan tinggi.

"Bantu mama ya sayang..."

••••••

Jam setengah sembilan pagi. Bara baru saja selesai mandi. Saat ingin mengambil pakaian, Bara terdiam menatap seisi lemarinya.

Pakaiannya hanya tersisa kemeja kerja. Seluruh kaosnya sudah ia pakai dan bertumpuk di kamar mandi.

Bara tersenyum sambil geleng kepala. "Begitu hancurnya aku tanpa kamu sya,"

Pagi ini dia akan pergi ke kantor. Menemui direktur dan beberapa pihak lain untuk menandatangani beberapa berkas. Wait, bukan berkas melanjutkan kontrak kerja, tapi berkas yang berkaitan dengan pemecatannya.

"BAR, UDAH BELUM? LAMA BANGET DANDAN NYA!!" teriak Titan dari luar kamar Bara.

Ya, semenjak satu motor Bara dijual, Laki-laki ini lebih suka nebeng bareng Titan.

"BENTAR,"

Tidak berlangsung lama, Bara keluar kamar dan menyusul Titan yang sudah menunggu di halaman.

"Bar, nanti pulang sendiri, bisa kan?"

Bara naik kebelakang motor Titan dan menepuk punggung laki-laki itu. "Bisa," Jawabnya.

Titan menatap Bara dari kaca spion. "Udah siap kan?"

"Udah,"

Titanpun menjalankan motornya. Laki-laki inipun ikut sedih melihat Bara. Gimanapun, kebahagiaan Bara juga kebahagiaan Titan juga. Bara sudah Titan anggap sebagai abangnya sendiri, walau usia mereka hanya selisih sebulan saja.

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang