Bagian-69

3.4K 134 7
                                    

Yok dibaca
Yok divote
Yok dikomentari
Yok bisa yok💪


Dikeramaian orang, Muthia menatap jeli perkumpulan Clara bersama teman-teman nya. Matanya menatap tajam laki-laki yang duduk disamping Kalisa. Langkah kakinya berjalan mendekati objek tersebut.

"Sini kau!" Clara menarik paksa lengan Bara dan membawanya menuju dapur.

"Apa ka--"

Muthia langsung menampar pipi Bara. "Udah ku peringatin kan, jangan datang lagi dan ganggu Syasa. Pikir pake otak! Kau itu udah buruk dimata Syasa dan semua keluarganya.."

Bara mengantupkan kedua tangannya. "Maaf kak,"

Muthia menggelengkan kepala. "Maaf ngak guna bar! Mending sekarang kau pergi dan jangan ganggu Syasa lagi."

"Aku ngak akan pergi karena Syasa sedang hamil," Ungkap Bara membuat Muthia mematung.

Bara tersenyum menatap Muthia. "Benar kan kak? Istri aku lagi hamil kan?"

"Ngh.. Ak.." Terbata-bata Muthia.

Bara memegang kedua pundak Muthia sambil tersenyum bahagia. "Bahkan Tuhan Pun ingin kami bersatu kembali menjaga anak kami kak. Gimana bisa kakak bilang aku untuk jauh dari Syasa."

Muthia diam sambil menatap Bara yang sedang bicara.

"Coba deh kakak bayangkan gimana sedihnya dia saat dia hamil tapi ngak ada suaminya? Kakak lagi hamil kan? Coba posisi itu digantikan sama kakak, apa kakak kuat?"

"Syasa perempuan kuat! Dia bisa tanpa kau!" Ketus Muthia.

Bara berdecak. "Tau apa kakak tentang Syasa? Coba kakak liat matanya baik-baik, apa ada kebahagiaan disana? Apa dia benar-benar terlihat kuat, atau hanya pura-pura kuat saja.."

Kepala Bara mengangguk. "Kak.." ditatapnya Muthia yang sedang terdiam. "aku sadar, aku salah besar kepadanya. Aku sadar, aku jahat. Aku menyesal kak.. Aku sangat-sangat menyesal menjadi jahat terhadap istriku sendiri," Kembali, air mata Bara menetes. Muthia sontak terkejut melihat nya.

"Syasa, kakak ataupun keluarga bebas mau kasih aku hukuman apa. Tapi aku mohon, jangan pisahkan aku dari Syasa. Aku ngak bisa hidup tanpanya kak..."

Hati Muthia tersentuh, ia larut dalam tangis. Kembali ia menampar Bara. "Kau jahat! Kau jahat! Iss.."

Kepala Bara mengangguk. "Aku tau, aku jahat kak."

"Kalau kau tau, kenapa kau lakuin, huh?! Sakit hati kakak liat Syasa nangis terus gara-gara kau!" Luapkan Muthia. "kau ngak pernah mikir kan? Gimana dia hidup sendirian di kost. Hujan-hujanan, itu demi apa? Demi menghilangkan kesedihannya gara-gara kau!"

"Maaf kak, maaf.. "

"Udah dewasa kan? Coba sekali-kali kalau ngelakuin sesuatu itu, PAKE OTAK! Jangan pake keegoisan mu!"

Bara menunduk sambil mengangguk. "Maaf kak..."

"Semua orang ngak butuh maaf dari kau! Butuhnya perubahan kau!"

Bara menggengam erat kedua tangan Muthia, tatapan mereka bertemu. "Bara janji kak, Bara pasti berubah."

"Salah bar, salah! Jangan janji sama Syasa ataupun kakak! Tapi janji lah sama Tuhan dan dirimu sendiri kalau kau bakalan berubah untuk kebaikan!"

Bara mengangguk, "ya kak, Bara akan lakukan yang terbaik. Bara mohon, jangan pisahin Bara dari Syasa kak.."

"Kakak pun ngak tau harus ngomong apa bar. Luka di hati Syasa ngak akan mudah disembuhkan.."

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang