Bagian-52

3.8K 138 5
                                    

Yok dibaca
Yok divote
Yok dikomentari
Yok bisa yok💪


Titan kalang kabut melihat Bara yang diam saja sambil menatap bingkai foto pernikahan. Mau tidak mau, ia mengabari Ririn agar bisa datang ke rumah Bara.

"Ada apa tan?"

"Kakak bisa datang kerumah Bara?"

"Bara kenapa tan?"

"I.. Itu.."

"Kenapa tan?"

"Titan ngak bisa jelasin di telepon kak. Mending kakak sama tante Pani datang kesini, biar Titan jelasin. Ya kak?"

Titan rela libur dadakan dan dimarahi oleh beberapa temannya karena ingkar dengan pertemuan. Gimanapun, Bara juga temannya. Waktu sekolah dulu, Bara banyak membantu Titan. Jadi, tidak ada salahnya Titan berada di samping Bara saat laki-laki ini terpuruk.

Setengah jam lebih, Ririn bersama Pani datang kerumah Bara. Ririn yang sedang hamil tua terpaksa datang karena penasaran. Begitu masuk, kening Pani mengkerut melihat seisi rumah Bara.

"Ada apa ini?"

Titan garuk-garuk kepala. "Ii.. Iitu.."

Mata Pani menangkap sosok Bara yang terduduk di lantai. Laki-laki itu menangis sambil menatap foto pernikahan nya.

"BAR??" pekik Pani menghampiri putranya. "Kamu kenapa, bar?" Pani menangkup pipi Bara dan menatap mata Bara yang berlinangan air mata.

"Tan? Bara kenapa?" Tanya Ririn yang ngos-ngosan.

"Sya.. Syasa pergi kak."

"APA?!" Teriak Pani.

Ririn memukul pundak Titan. "Jangan main-main kalau ngomong tan!"

"Titan serius kak. Bara bilang sendiri ke Titan kemarin malam."

Pani ikut menangis, ia memeluk Bara dan menenangkan putranya itu. "Ma... Iss.. Syasa ma.. Di--dia," Bara sengungukan cerita ke Pani. "di..dia ninggalin Bara ma. Kalau emang Bara salah, dia ngomong kan sama Bara, ngak pergi gini ma..."

"Ya mama paham, kamu harus tenang bar."

"Ta..tapi ngak gini ma. Dia ninggalin Bara ma. Dia dimana sekarang ma? Dia paling takut sendirian ma... Dia..." Bara sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Pani terus menghapus air mata di pipi Bara.

"Tenang bar. Mama yakin Syasa akan balik sama kamu."

"Gi...gimana kalau ngak ma?"

Pani memukul pundak Bara. "Jangan omongin hal buruk. Do'ain yang baik-baiknya."

Kepala Bara menggeleng. "Bara ngak mau ditinggal Syasa ma. Bara mau ketemu Syasa ma. Bara cinta sama dia ma. Bara ngak bisa jauh dari dia ma. Bara ngak mau ma. Ngak... Iss.."

Ririn ikut menangis di sofa. "Kamu mau Syasa balik kan bar?"

Sontak Bara mengangguk.

"Jangan diam disini sambil terpuruk aja. Cari dia bar. Usaha, dia pasti masih ada disini."

Bara memeluk Pani sangat erat. Ia nangis sejadi-jadinya. "Ma, Syasa ma. Bara mau ketemu dia ma..." Kedua kalinya Bara menangis seperti ini. Pertama, saat Ayahnya meninggal. Dan sekarang, saat Syasa meninggalkan nya. Emang inilah takdir, ada yang datang dan ada yang pergi. Kita sebagai manusia sudah harus Terima dengan konsekuensi itu.

Ririn mengabari Saka dan meminta tolong jika Saka ada teman yang bisa membantu mereka, begitu pun dengan Titan. Ia mencoba sekali lagi menghubungi teman-teman dekat Syasa, seperti Jeje, teman satu kerjaan Syasa. Tapi hasilnya nihil. Sedangkan Pani, menemani Bara di kamar. Menyuapinya makan, menenangkannya agar laki-laki itu tidak terpuruk dan memberikannya semangat.

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang