Bagian-5

4.7K 134 21
                                    

Pagi yang begitu cerah. Syasa mengawali harinya dengan bersenandung di kamar mandi, dan Veby sesekali menyambung nyanyiannya.

"KAK OH KAK?" teriak Veby dari dapur.

"IYA, KENAPA?"

"GAK JADI DEH."

"VEBYY..."

Yang di jeritin udah kabur ke teras. Veby memang suka begitu, manggil terus bilangnya gak jadi, lupa kak. Dasar Veby.

•••••

Beberapa teman Syasa memberi tau informasi lowongan kerja. Dan pagi itu, ia akan pergi ke salah satu pabrik mengantar surat lamaran.

"Semangat." dukung Fahrial ketika melihat Syasa keluar dari kamar memakai kemeja putih dan celana hitam layaknya pelamar kerja.

"Makasih ayah."

"Semoga keterima ya kak." Teza datang dari arah dapur.

"Makasih ya." Syasa mengelus puncak kepala Teza.

Syasa pergi bersama Teza ke simpang. Ia akan menaiki angkot ke tempat tujuan. Sampai di perusahaan yang anak ia datangi, Syasa sedikit gugup. Namun, mengingat semua yang ia lakukan demi keluarga, semangatnya kembali hadir. Syasa bersama empat pelamar lainnya disuruh menunggu di sebuah ruangan kecil. Satu persatu dipanggil untuk di interview langsung oleh HRD perusahaan.

Syasa kembali gugup kala tau yang akan menginterviewnya adalah seorang cowok. Ia menjawab kala ditanya, dan diam kala tidak ditanya.

"Kuliah?" tanya HRD yang bernama Wawan Hartono. Syasa tau karena ia membaca nametag di jas hitam yang dikenakan cowok tersebut.

"Iya pak,"

"Kenapa gak lanjut?"

"Ambil cuti, karena ayah lagi sakit di Medan."

Wawan mengangguk, ia membaca Daftar Riwayat Hidup Syasa. Kemudian berkata, "Oke. Kami akan mengabari kamu seminggu lagi."

"Iya pak,"

Syasa keluar dari kantor itu dengan perasaan legah. Sebelum pulang, Syasa mampir ke warung depan kantor. Ia memesan teh manis dingin. Sambil bertanya-tanya dengan pemilik warung mengenai kantor yang barusan ia datangi. Sedikit informasi ia dapatkan mengenai sistem kerja yang pemilik warung ketahui dari beberapa pegawai yang sering makan diwarungnya.

"Makasih ya bu atas informasinya," ucap Syasa sebelum ia pulang menaiki angkot yang barusaja ia stop.

"Iya sama-sama,"

Diangkot hanya ada Syasa, supir dan dua penumpang yang merupakan anak sekolah. Kedua anak itu saling bercerita sambil menunjukkan sebuah chat di ponsel. Syasa senyum, ia menjadi ingat saat SMK dulu, ia dan Nadia sering pulang bersama. Lebih tepatnya, Nadia sering menunjukkan beberapa chat dari cowok-cowok yang sedang ia dekati, termasuk Bara orangnya.

Baru berjarak tiga kilometer dari tempat tadi, Syasa mendapat pesan dari Meta. Ibunya menyuruh Syasa mampir ke apotik membeli obat batuk untuk ibunya. Sudah dua hari belakang ini, Meta batuk.

Syasa melihat dari jendela, ada apotik disebelah café dan Indomaret. Ia memberhentikan angkot, dan turun.

"Makasih ya bang," ucapnya ke supir angkot.

"Iya dek, sama-sama. Hati-hati nyebrangnya." Balas sang supir dengan logat bataknya.

Syasa menyebrangi jalan untuk sampai ke apotik. Setelah menyebrang, kedua mata Syasa melihat dua orang yang tidak asing. Mereka adalah Bara dan Nadia. Keduanya sedang duduk di café sambil berbicara dengan ekspresi yang tidak seperti biasanya.

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang