Bagian-23

3.1K 111 1
                                    

Dibutuhkan vote dan komentarnya💙



Ketika membuka pintu ruangan kerjanya, Syasa dikejutkan oleh Nano yang iseng bersembunyi di belakang pintu. Nano terbahak-bahak melihat wajah kaget cewek itu.

“Mbak Syasa bisa kaget juga ya?”

Syasa geleng kepala sambil mengelus dadanya. “Syasa juga manusia, No!!”

“Manusia tapi memiliki hati yang kuat. Nano salut sama mbak.”

“Hmm..”

Syasa sudah duduk di kursinya begitu juga dengan Nano. tapi cowok itu tidak berhenti bersuara. “Nano aja kadang ingin menyerah mbak.”

“Menyerah kenapa?”

Nano melirik cewek memakai kemeja putih yang sedang merapikan rambut lurusnya itu. “Karena mengejar calon istri yang astaga ngak peka-peka mbak.” Mengelus dadanya. Tatapan Nano berpindah dari meja Syasa ke meja Vivi. Cewek yang sedang menelungkupkan wajahnya di meja sambil menutup kedua telinganya itu kini mendelik ke arah Nano.

“Tuh kan, melotot aja manis.” Nano mengedipkan sebelah matanya. Refleks Vivi melempar botol aqua  bekas ke arah cowok itu.

“Bau tai!!”

“Ya deh, ya. Mau bau tai kek, mau bau apapun, aku iya in aja. Apasih yang gak untuk calon istri akuuu..”
Rajab bersiul diakhir ucapan Nano, menambah kekesalan Vivi hari itu.

“Kamu jangan ikut campur!” tegur Bunga dibalas anggukan kepala oleh Rajab.

Meninggalkan suara berisik Nano, Narti menghampiri meja Syasa. “Sya?” panggilnya.

“Ya mbak?”

“Bisa kita bicara sebentar?”

Ruangan menjadi hening. Nano  berdiri di dekat meja Vivi menjadi patung. Semua mata menatap ke arah Syasa.

“Bicara apa mbak?”

Narti melihat ke belakang, Vivi, Bunga, Nano dan Rajab sontak pura-pura bekerja. Vivi yang tadinya benci Nano mengajak Nano berbicara.

“Kita ngomong diluar aja, gimana?"

“Baik mbak.”

Narti dan Syasa keluar dari ruangan. Vivi dan Bunga berdecak kala penasaran apa yang akan dua perempuan itu bicarakan.

“Ini gara-gara kau!!” Vivi memukul lengan Nano.

“Kok aku lagi? Salah aku dimana?”

“Kalau kau tadi gak diem, pasti mbak Narti ngomongnya disini.”

Nano garuk-garuk kepala dan duduk di kursinya. “Apapun aku, dimata kamu tetap salah. Berisik, aku salah. Diampun salah. Mau kamu aku gimana? Gemes deh, jadi pengen cepat-cepat nikahin kamu,” ucap Nano sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Kusumpahin sebelah matamu TIMBILAN!!”

“Jangan doain calon suami yang buruk-buruk, itu gak baik.”

Bunga mengajak Vivi keluar agar tidak terus beradu mulut dengan Nano. Dilain tempat, tepatnya di kantin kini Syasa duduk berhadapan dengan Narti. Cewek itu serasa di introgasi oleh Narti.

“Mbak mau ngomong apa sama Syasa?”

“Mbak liat kamu tadi sama Wawan, kamu nangis kenapa?”

Syasa mengangguk sambil senyum.

“Mbak pasti udah tau alasan aku nangis kenapa.”

“Bara bentak kamu?”

Mata Syasa mulai berkaca-kaca, ia mulai menceritakan kejadian dari awal kepada Narti. “GAK! Syasa gak boleh nangis.” Tahannya menghela napas panjang.

SYASA (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang