"Lo mau nggak tinggal sama gue di apartemen? Dengan begitu, nggak bakal ada gangguan lagi dari makhluk sejenis ayah. Gimana?" tanya Kelvan sambil tersenyum lebar. Sedangkan Daia, gadis itu sudah melotot tak percaya dengan ajakan Kelvan.
"HAH?"
"Bercanda, mata lo janga melotot gitu, ntar kalo keluar gimana? Tapi Dai, soal ajakan tadi, gue nggak sepenuhnya bercanda kok, sini duduk!" ucap Kelvan seraya menepuk-nepuk sisi ranjang di sebelahnya.
Dengan ragu, Daia duduk di sebelah Kelvan. Ia menunggu apa yang akan lelaki itu sampaikan dengan perasaan berkecamuk.
"Sebelumnya, sorry ya sama apa yang terjadi tadi sore." Kelvan memulai percakapan.
"Sorry Dai kalo lo nggak ngerasa enak. But, anggap aja apa yang terjadi tadi sore itu nggak pernah terjadi, itu cuma sebuah kesalahan," sambung Kelvan sambil memainkan jari-jarinya.
Apa? Sebuah kesalahan? Sungguh, Daia tak ingin menganggap apa yang terjadi tadi sore bukan hanya sekedar kesalahan, ya, ia sedikit kecewa.
"Kesalahan ya? Iya juga sih, mana mungkin Kelvan mau nyium gue?" batin Daia.
"Sorry Dai, jujur gue pengen banget bilang kalau yang tadi sore itu nyata adanya, itu bukan kesalahan. Dan gue juga pengen banget ngungkapin perasaan gue sekarang sama lo. Tapi gue belum yakin, yakin sama perasaan lo. Apa lo juga suka sama gue?" tanya Kelvan dalam hati.
"Ngapain lo minta maaf Van? Tadi sore? Emang tadi sore kita ngapain? Nyolong jambu tetangga? Perasaan nggak ada yang perlu diminta maafin deh." Yah, Daia akan menyerah saja. Ia akan pura-pura lupa.
Bukannya senang, Kelvan malah dibuat kecewa dengan apa yang Daia katakan. Jadi Daia memang tak pernah menganggap apa yang terjadi tadi sore itu nyata.
"Oh iya, tadi sebelumnya lo bilang apa? Apartemen? Apa maksud lo?" sambung Daia, mengalihkan pembicaraan mereka.
"Oh itu. Iya, ayah nyuruh kita buat tinggal di apartemennya," jawab Kelvan dengan santainya.
"Apa? Berdua?" tanya Daia tak percaya. Tinggal berdua dengan Kelvan? Berdua saja? Oh tidak!
"Eits siapa bilang cuma berdua? Lo jangan berharap lebih Dai," ujar Kelvan sambil terkekeh.
"Lha? Ayah sama bunda juga ikut?" tanya Daia bingung.
"Oh come on Daia, jangan lupain makhluk kecil nan gemoy bernama Michel!" jawab Kelvan seraya menunjuk ke arah Michel yang sedang tertidur pulas.
Daia mengangguk-angguk mengerti, setidaknya ada Michel yang akan membuat suasana apartemen sedikit lebih ramai, agar Daia tak akan canggung jika hanya berdua dengan Kelvan.
"Oke. Kalau itu usul ayah, gue nggak bisa nolak, Van. Jadi kapan kita pindah?"
•°•
Daia sama sekali tak percaya jika ia dan Kelvan akan langsung pindah ke apartemen satu hari setelahnya. Kelvan benar-benar kekeuh ingin pindah sekarang juga dengan alasan tak ingin lagi merepotkan ayah dan bundanya.
Dan di sinilah Daia sekarang. Di depan pintu sebuah apartemen mewah, tempat di mana ia dan Kelvan akan tinggal di dalamnya.
"Pin-nya berapa ya Dai? Gue lupa!" ucap Kelvan seraya menggaruk-garuk tengkuknya.
"Gue inget kok. Sini gue coba!" Daia mengambil alih touch screen yang menempel di pintu itu dan mulai mengetikkan sandi apartemen mereka.
Ting!
Pintu apartemen terbuka, Daia lebih dulu masuk sambil menyeret kopernya. Ia langsung tercengang setelah melihat interior apartemen yang mewah itu.
"Mulutnya nggak usah mangap bisa nggak? Kek nggak pernah ngeliat apartemen mewah aja lo Dai!" ledek Kelvan sambil berjalan mendahului Daia seraya menggendong Michel.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Manja Husband
RomanceSequel My Cute Little Wife Ketika celetukan lelaki manja bernama Kelvan membuat ia dan babunya berakhir di pelaminan. "Ekhem, jadi bagaimana Kelvan tentang tawaran Kakek waktu itu? Kamu mau ikut ke Jerman sama Kakek? Mengurus perusahaan Kakek yang a...