"Mayang, pak Kelvan udah pulang belum? Udah jam tujuh nih!" Terdengar suara Daia dari lantai atas yang langsung membuat Kelvan mematung di tempatnya.
Kelvan segera melepaskan pelukan itu sambil melangkah mundur. Wanita itu ikut berbalik badan sambil menatap Kelvan, kemudian kembali menunduk.
"Oh shit!" umpat Kelvan sambil mengusap wajahnya gusar setelah tahu bahwa wanita yang ia peluk bukanlah Daia istrinya, melainkan Mayang.
"M-maaf Pak!" ucap Mayang sambil terus menunduk. Kelvan berdecak, mengapa malah Mayang yang meminta maaf padanya? Harusnya ia yang meminta maaf kepada gadis itu.
"Enggak Mayang, saya yang minta maaf. Saya kira kamu istri saya, maaf," ujar Kelvan kemudian berjalan keluar dari dapur.
Ia membuka pintu kamar, dilihatnya Daia yang tengah tersenyum seraya menatap Kelvan. "Kamu udah pulang? Ih pinternya tepat jam tujuh!" ucap Daia kemudian menghampiri Kelvan yang masih berada di ambang pintu.
Daia yang melihat sesuatu di tangan Kelvan segera mengambilnya dan membuka kantong kresek berisi gado-gado itu.
"Gado-gado," ucap Kelvan.
"Asik! Kamu bawa gado-gado Van? Kebetulan aku pengen makan gado-gado!" ujar Daia dengan excited.
"Aku ambil piring sama sendok dulu kali ya? Eh kamu mau juga nggak? Kamu--"
"Kenapa baju kamu dipake Mayang?" potong Kelvan seraya menahan lengan Daia agar wanita itu tak keluar dari kamar.
Daia menghentikan langkahnya, kemudian terdiam sesaat setelah mendengar nada suara Kelvan yang agak berbeda dari biasanya, sepertinya pria tengah marah.
Ia segera berbalik badan, kemudian menatap suaminya. "Mayang ke sini cuma bawa beberapa baju, baju-baju dia masih belum kering karena kamu tau akhir-akhir ini cuacanya sering mendung."
"Jadi aku pinjemin satu baju aku ke dia. Tapi besok dia bakal pulang ke rumahnya dan bawa baju-baju dia kok Van, aku--"
"Kenapa harus baju yang aku kasih ke kamu? Aku aja belom pernah liat kamu pake baju itu Dai, tapi kenapa malah Mayang yang pake? Bukan masalah harga atau apa tapi plis dong Dai, baju itu aku beli cuma buat kamu. Aku nggak mau ada orang lain yang pake barang-barang kamu terlebih lagi semua itu dari aku!" potong Kelvan.
Pria itu memang marah, marah pada Daia dan juga dirinya sendiri. Andai saja Daia tak memberi pinjam baju itu ke Mayang, andai saja Kelvan bisa membedakan mana istrinya dan mana Mayang, pasti kejadian beberapa menit yang lalu tidak akan pernah terjadi.
"Gimana kalo aku ngira kalau Mayang itu kamu? Gimana kalo tiba-tiba aku meluk Mayang yang aku pikir itu kamu, Dai?" tanya Kelvan memberi perumpamaan yang sebenarnya adalah kenyataan.
"Maaf," ucap Daia sambil menunduk menatap lantai. Ia tak tahu jika Kelvan akan semarah ini hanya karena perihal baju. Ya, ia tak tahu apa yang terjadi di dapur sebelumnya.
Kelvan menghela nafas panjang, kemudian menarik tubuh Daia ke pelukannya. Seharusnya ia tak memarahi istrinya. Daia memang tak bersalah.
"Maaf Dai, aku terlalu keras ya ngomongnya?" tanya Kelvan seraya mengusap-usap rambut istrinya.
Mendengar ucapan Kelvan, Daia malah menangis tersedu-sedu. "Padahal baju itu kekecilan di aku Van, jadi nggak mungkin aku pake buat sekarang. Kamu marahin aku terus Van!" ujar Daia sambil menangis kencang.
Kelvan mengernyitkan dahinya. Padahal baru sekali ini ia memarahi Daia. Berkali-kali kata wanita itu?
"Tadi malem aku mimpi kamu marahin aku! Sekarang kamu marahin aku! Kamu marahin aku terus ih! Jahat kamu mah Van!"

KAMU SEDANG MEMBACA
My Manja Husband
RomantikSequel My Cute Little Wife Ketika celetukan lelaki manja bernama Kelvan membuat ia dan babunya berakhir di pelaminan. "Ekhem, jadi bagaimana Kelvan tentang tawaran Kakek waktu itu? Kamu mau ikut ke Jerman sama Kakek? Mengurus perusahaan Kakek yang a...