Daia terus saja memanjatkan syukur dalam hati ketika ia dan Kelvan sudah sampai di kelas dengan selamat. Bahkan Bu Ida pun belum kelihatan batang hidungnya yang berarti bahwa mereka berdua tidak telat.
"Eh Dai, makeup gue udah rapi belom? Gue abis dibeliin makeup baru lho sama ayang beb gue!" tanya Miskah yang duduk di sebelahnya sambil berpose ala selebgram yang lagi nge-endors produk.
"Iya," jawab Daia singkat.
"Yah, lo jawab nggak pake niat!" kesal Miskah dengan wajah ketus yang hanya dibalas cengiran oleh Daia.
Daia memang tak mengerti dengan apa yang namanya makeup. Bahkan ia pergi ke kampus dengan wajah polos yang hanya dilapisi bedak bayi ditambah lip balm.
Wajah Daia memang tak terlalu cantik. Namun berkat skincare milik Kelvan yang disedekahkan ke Daia, wajah Daia bisa mulus seketika tanpa harus memakai makeup tebal.
"Dai," ujar seseorang yang langsung membuat Daia menghela nafas panjang. Penderitanya akan segera dimulai.
Daia selalu merutuki dirinya karena ia terpaksa masuk satu fakultas yang sama dengan majikannya itu. Kelvan yang mengikutinya untuk masuk di jurusan ini.
"Apaan lagi?" tanya Daia malas.
"Yang sopan dong sama majikan, kalo kek gitu mulu uang jajan lo gue potong!" ujar Kelvan yang otomatis membuat Daia mengumpat dalam hati.
"Maaf Tuan Kelvan yang terhormat, ada apakah gerangan Anda memanggil saya?" tanya Daia dengan senyum ramah seakan sedang cosplay menjadi mbak-mbak kasir Indomaret.
Jika soal uang jajan, Daia tak bisa berkutik. Ia harus mempertahankan uang gajinya agar bisa ia tabung untuk memenuhi kebutuhannya di masa depan.
Daia juga sering berpikir jika ia tak bisa selamanya tinggal di rumah keluarga Kelvan. Ia tak ingin menjadi beban bagi keluarga itu. Cepat atau lambat, akhirnya Daia akan memiliki kehidupan sendiri.
"Hareudang banget. Emang AC nggak dinyalain ya?" tanya Kelvan.
"Orang udah nyala kok!" kesal Daia yang hampir ngegas.
"Kok gue masih gerah? Aduh, gue nggak mau keringet gue numpuk dan bikin kulit gue iritasi, cepet kipasin gue!" perintah Kelvan. Daia hanya bisa mengurut dadanya untuk meredam emosi.
Ia segera mengambil kipas portabel dari dalam ranselnya, dan mulai mengipasi Kelvan.
"Agak kiri dikit! Nah, adem," ucap Kelvan yang kini sudah memejamkan matanya sambil duduk bersantai di kursinya. Sedangkan Daia berdiri di sebelahnya seraya mengipasi lelaki itu.
"Kecepatannya tambah napa! Segini doang mah kurang kerasa," komplain Kelvan dengan nada memerintah.
Oke Daia, tahan.
"Kalo lo masuk angin, jangan salahin gue!" ucap Daia memperingatkan. Ia segera menekan tombol kecepatan penuh.
Padahal sudah ada AC yang menyala, ditambah kipas dengan kecepatan penuh. Biarkan saja Kelvan masuk angin, toh itu adalah ulahnya sendiri. Biar saja lelaki itu kapok.
Tak lama Bu Ida pun datang dan proses pembelajaran di mulai.
•°•
Setelah selesai, Daia langsung berlari ke arah kantin. Cacing-cacing di perutnya sudah melakukan petisi agar segera diberi jatah.
"Bu! Mie ayam satu! Yang banyak mienya! Ayamnya juga! Minumnya air putih aja!" ujar Daia yang langsung diberi acungan jempol oleh Bu Ike.
Daia langsung memilih meja kosong dan duduk di sana seraya memainkan ponselnya. Ia sedang men-skrol beranda Instagram masa depannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Manja Husband
RomansaSequel My Cute Little Wife Ketika celetukan lelaki manja bernama Kelvan membuat ia dan babunya berakhir di pelaminan. "Ekhem, jadi bagaimana Kelvan tentang tawaran Kakek waktu itu? Kamu mau ikut ke Jerman sama Kakek? Mengurus perusahaan Kakek yang a...