Hilang

2.3K 191 10
                                    

Entah sudah berapa puluh hari Renjun lewati dengan perasaan berbeda, binarnya terlihat semakin redup setiap harinya. Tawa riangnya sudah lama tak lagi terdengar membuat orang disekitarnya merindukan tawa riang yang mengundang orang yang mendengarnya untuk ikut tertawa bersama.

Sudah beribu jam Renjun habiskan dengan terus berdiam diri dikamar, mengurangi-menambah porsi makannya, menghancurkan jam tidurnya, merusak tatanan hidup yang seharusnya dengan sempurna dia jalani, dan akhirnya kini dia kembali jatuh sakit. Tubuhnya seolah sudah tak lagi berfungsi, bahkan pemuda tersebut bisa menghabiskan seharian tanpa makan dan minum setetespun.

Sebegitu berpengaruhnya sosok Jeno dalam hidupnya, sosok yang kini tak lagi dapat dia dekap dengan hangat ketika hawa dingin mulai menusuk kulit, sosok yang tak lagi dapat dia dengar tawa mengelegarnya hanya dengan candaan garing milik dirinya sendiri, sosok yang tak akan lagi memunculkan guyonan garing yang nyatanya dapat membuat Renjun ikut tertawa mendengarnya, sosok yang begitu dia rindukan senyuman serta kehadirannya. Jeno, kekasihnya yang begitu dia cintai sudah pergi.

"Jen, aku minta maaf. A-aku ga bisa buat baik-baik aja."

Hanya kalimat tersebut yang berhasil keluar dari bibir pucat Renjun hari ini, kalimat yang tertuju untuk sosok yang kini telah sembuh namun tak lagi menetap dibumi. Sosok yang sudah menghilang dari dunianya.

Tangan mungilnya dibawa untuk membelai sebuah potret keduanya tahun lalu, dimana Jeno masih bisa sedikit bebas pergi kesana-kemari, dimana tawa menggelar miliknya masih selalu mengisi pendengaran Renjun.

Ada perasaan yang tak lagi dapat dibendung sampai menghasilkan anakan sungai di pipi tirusnya.

Ada perasaan rindu yang begitu membuncah namun sangat sulit untuk dia lepaskan.

Tubuhnya memeluk sebuah benda dengan bulu lembut yang pernah dihadiahkan Jeno untuk dirinya, sebuah boneka dengan warna putih yang menjadi saksi bisu betapa deras air matanya mengalir ketika merindukan sosok sang pemberi.

Rasanya sedikit menenangkan ketika Renjun memeluk boneka putih tersebut, ada sedikit perasaan rindu yang bisa dia luapkan lewat pelukan tersebut.

"Aku gak tau bakal terus disamping kamu sampe kapan, aku juga gak bisa janji buat selalu ada di samping kamu lebih lama lagi. Kamu tau kan-- a-aku ini sakit? Dan ya karena itu aku kasih kamu boneka ini."

Ucapan yang Jeno lontarkan kala memberikan boneka tersebut selalu saja terngiang ketika tubuhnya memeluk benda lembut tersebut.

Rasa rindunya mungkin sedikit terobati, namun rasa rindunya juga semakin membuncah tanpa tau harus kepada siapa perasaan itu dia luapkan.

Renjun masih ingat betul betapa nyaman dan hangatnya pelukan sosok kesayangannya.

Renjun masih ingat bagaimana hangatnya kecupan di pucuk kepalanya oleh Jeno.

Renjun merindukan Jeno yang selalu berkata 'jangan nangis, bayi' ketika dirinya mulai menitikan air mata yang selalu tak dapat dia bendung ketika menyadari kesakitan yang Jeno rasakan.

Renjun ingin mendengarkan kalimat itu sekali lagi, ah tidak, mungkin dia ingin terus mendengarkan kalimat tersebut terlontar dari Jeno-nya.

"Jen, a-aku.... aku nangis lagi hiks- maaf. A-aku ga bisa buat berenti hiks a-aku ga tau caranya Jen."

Tangisan tersebut kembali mendominasi didalam ruangan yang bahkan tak pernah terbuka tirainya, didalam ruangan dengan cahaya remang yang selalu menjadi tempat dimana Renjun menghabiskan waktunya.

Tangannya meremat benda didalam pelukannya sampai kusut, dirinya sudah tak lagi mampu menopang tubuhnya hanya untuk sekedar duduk. Tubuhnya ambruk di atas ranjang, kepalanya sedikit berdenyut akibat menangis terlalu lama.

OS || NOREN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang