What if...

1K 80 0
                                    

Semua orang tau seceria dan secerah apa sosok Renjun, semua orang tau sosok Renjun yang selalu menebar senyum untuk orang di sekelilingnya. Semua orang juga tau Renjun adalah manusia yang penuh tawa setiap hatinya.

Mereka bilang Renjun itu hidupnya bahagia, tak pernah merasa susah. Namun sayangnya mereka salah, Jeno telah membuktikannya. Mengenal Renjun ketika usia pemuda tersebut masih 14 tahun hingga kini mereka sudah berusia 21 tahun membuat Jeno paham betul seperti apa sosok Renjun sebenarnya.

Renjun itu memang manusia penebar senyuman manis, Renjun juga memang manusia penebar tawa seringan kapas. Namun Renjun bukanlah sosok manusia tanpa beban masalah di pundaknya, karena nyatanya Renjun juga memikul banyak beban di kedua bahu kecilnya.

"Jeno."

Jeno tersenyum dengan manis ketika mendapati sosok mungil kesayangannya yang berlari ke arahnya dengan riang. Senyum pemuda asal China tersebut tak pernah luntur sedikitpun setiap harinya, dan Jeno jatuh cinta dibuatnya.

Jeno langsung merentangkan tangannya ketika Renjun sudah dekat dengannya, dengan sigap dia langsung menangkap tubuh Renjun kedalam dekapannya. Mengecup puncak kepala Renjun sebagai hal rutin yang selalu dia berikan ketika mereka berdua bertemu.

"Mau langsung pulang, atau?"

"Pulang ya, aku cape."

Jeno mengangguk kemudian merangkul pinggang ramping Renjun untuk berjalan beriringan menuju mobil pemuda tersebut.

Yang Renjun katakan memang benar jika dirinya merasa lelah. Namun bukan badannya saja, tapi seluruh isi otak dan pikirannya juga lelah. Renjun lelah dengan semuanya bahkan rasanya hidupnya kini begitu memuakan.

Jeno yang paham jika kekasihnya tengah berada di titik terendah lantas setelah mereka sampai di apartemen milik Renjun, Jeno langsung membawa tubuh Renjun kedalam pelukannya. Mengusap punggung hingga pinggang Renjun dengan ritme yang stabil.

"Punggungnya masih sakit ngga? Kemarin-kemarin kamu ngeluh pungggungnya sakit kan?"

Renjun mengangguk dengan masih menenggelamkan wajahnya pada permukaan dada bidang Jeno, bahkan kini kedua tangannya mencengkram erat baju bagian pinggang yang Jeno kenakan.

"Sakit, sakit banget. Tapi aku engga tau kenapa, padahal aku engga salah posisi tidur."

"Kamu kecapean Renjun, kamu kalo kecapean pasti gini. Mau aku pijitin?"

"Mau, tapi ngga mau lepas pelukannya~"

"Ya udah pijitin sambil berdiri aja."

Jeno menggerakan salah satu tangannya menuju punggung Renjun yang sering pemuda tersebut keluhkan terasa sakit. Memijitnya dengan perlahan naik turun, yang mana membuat Renjun sedikit merasa baikan.

"Masih sakit bagian sini?" Jeno memposisikan tangannya tepat pada punggung bawah Renjun, tepatnya sejajar dengan pinggang pemuda tersebut.

"Masih, bahkan hari ini sakit banget. Kerasa panas juga Jen."

"Mau mandi sekalian berendem air dingin ngga? Biasanya bakal enakan kan kalo kena yang dingin-dingin." Jeno berujar dengan posisi tangannya yang masih setia memijit punggung Renjun dengan lembut.

"Boleh, aku juga gerah. Jeno mandi juga ya? Kamu bisa gunain kamar mandi deket dapur, bajunya ada di lemari biasa."

"Iya, nanti setelah aku siapin air buat kamu berendam ya?"

Renjun mendongak untuk menatap Jeno yang jauh lebih tinggi darinya, kemudian Renjun menampilkan senyumnya yang semanis madu.

"Makasih ya Jeno."

OS || NOREN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang