Kamu Cuma Tidur Kan?

2.2K 158 3
                                    

Jeno melangkahkan kakinya menuju koridor bangunan besar bernuansa putih setelah sebelumnya dia memarkirkan motornya di salah satu parkiran yang tersedia di halaman tempat tersebut, langkahnya berhenti sejenak ketika netranya berhasil menangkap noda kotor di sudut sepatunya serta rambutnya yang sedikit berantakan.

"Sial, bakal ngomel abis-abisan ni pasti dia."

Jeno berjongkok untuk memudahkannya menepuk-nepuk ujung sepatu dimana tempat noda tersebut berada guna menghilangkannya, namun sayangnya noda itu tak mau menghilang malah tangannya yang sekarang sedikit kotor akibat membersihkan noda yang hasilnya nihil.

Jeno tersenyum kala dirinya kembali mengingat seperti apa sosok kekasihnya yang suka mengomel apabila dia berpenampilan yang tidak rapi serta tidak bersih.

"Duh ga ilang lagi ni noda di sepatu, aish bodo amatlah."

Setelah lelah membersihkan noda yang tak kunjung mau menghilang dari sepatunya, Jeno kembali membawa langkahnya menuju kedalam bangunan dengan bau obat yang menyeruak dimana-mana. Kakinya berjalan menuju salah ruangan yang berjejer dengan angka tertera.

Sebelum dirinya memutar knop pintu, Jeno kembali meyakinkan diri dengan menarik napas secara perlahan. Kemudian Jeno berusaha menampilkan senyuman yang sudah jarang sekali terlihat akhir-akhir ini. Setelah dirasa cukup tenang, tangannya dibawa untuk memutar knop pintu, membukanya secara perlahan dan matanya berhasil menangkap sosok mungil kesayangannya tengah terlelap dengan tenang di bangkar.

Jeno kembali menghembuskan napas berat, tapi kemudian dirinya kembali menampilkan senyuman manis untuk menyambut sosok manisnya yang masih betah tertidur di depannya.

Setelah menutup pintu dengan rapat, kini Jeno mendudukan dirinya di kursi tepat di samping dimana sang kekasih tengah berbaring. Ditariknya kursi tersebut agar dirinya dapat lebih dekat dengan sosok yang begitu dicintainya. Tangannya menggenggam salah satu tangan kekasihnya yang bebas dari segala peralatan medis.

Dingin, itulah yang pertama kali Jeno rasakan tak kala tangan besarnya menggenggam tangan mungil milik kekasih hatinya. Tangan yang biasanya selalu menyalurkan kehangatan di setiap genggaman tangan keduanya, kini terasa semakin dingin dengan kulit putih pucat.

"Hai bocah, aku dateng lagi. Maaf ya baru dateng sekarang, kemarin aku sibuk banget soalnya. Padahal niatnya pas malem aku mau kesini tapi malah ketiduran karena cape."

"Engga kangen ni? Hahahah."

Tawanya mengudara disertai suara monitor yang sedikit banyaknya menghilangkan kesunyian di ruangan tersebut. Sejujurnya Jeno sangat merindukan sosok yang dipanggilnya bocah barusan.

Senyuman masih setia menghiasi wajah tampan milik Jeno, sesekali jemarinya mengusap dengan lembut punggung tangan milik sang pujaan hati.

"Aku kangen banget lho ini."

"Kamu engga mau marahin aku? Sepatuku ada noda kotornya nih, rambutku juga sedikit berantakan. Biasanya kamu bakal langsung rapiin rambut aku, sekarang kok diem aja si?"

Tak ada sahutan dari ruangan yang hanya berisi keduanya, hanya bunyi monitor yang menemani setiap celotehan Jeno, seolah monitor tersebut tengah menanggapi segala ucapannya.

"Ngga bosen apa tidur mulu?"

"Bangun dong, aku kangen tau."

Jeno  meremat sedikit kuat tangan yang kini berada di genggamannya, dadanya sesak. Mati-matian dia tahan buliran air mata yang siap meluncur dari pelupuk matanya. Napasnya memburu, menandakan dia tengah gelisah dan ketakutan.

Renjun, sosok yang kini tengah berbaring dengan beberapa peralatan medis menempel pada tubuh mungilnya. Kulit putihnya semakin pucat tak kala pemuda tersebut jatuh pingsan tempo hari lalu, bahkan kini pipi berisinya sedikit menirus, bibir merah mudanya kini benar-benar pucat seperti vampir.

OS || NOREN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang