Bintang

883 88 20
                                    

"Jeno."

"Ya."

Jeno  yang sebelumnya tengah memperhatikan si kecil yang tengah asik mengeksplorasi diri di halaman luas rumahnya bersama dengan Renjun, menoleh dan memusatkan atensinya kepada sang istri.

"Mau denger sebuah kejujuran."

Jeno, menyerngit yang kemudian kerutan itu dielus oleh Renjun dengan lembut. Membuatnya tak lagi berkerut.

"Kejujuran? Kamu pernah bohong."

Renjun menggeleng seraya menatap mata suaminya dalam, menikmati pancaran penuh cinta yang selalu Jeno layangkan untuknya.

"Aku engga pernah bohong, tapi mungkin kamu belum tau soal ini."

"Apa? Apa yang belum aku tau?"

Renjun menggeser duduknya untuk lebih dekat lagi dengan sang suami, menggenggam tangan besar Jeno dengan lembut.

"Kamu tau, selama ini aku engga pernah kepikiran bakal nikah dan punya anak. Meski kita pacaran dari SMA, tapi aku ngga pernah kepikiran buat lanjut ke jenjang yang lebih serius."

Jeno mendengarkan Renjun berbicara dengan serius, ada bagian dalam hatinya yang terasa nyeri ketika Renjun mengatakan bahwa sebenarnya pemuda berdarah China tersebut tak pernah berpikir untuk menikah, termasuk dengannya sekalipun.

"Menurutku nikah itu ngga penting, hubungan kita juga ga penting. Tapi beberapa tahun lalu kamu dateng jauh-jauh ke China buat minta restu orang tua aku, aku ngga bisa nolak. Kamu ingetkan kalo aku nangis waktu itu?"

Jeno mengangguk dengan kaku, membalas tatapan istrinya sedetik kemudian kembali menatap tangannya yang masih dilingkupi tangan halus Renjun. Tak berani untuk tetap menatap mata cantik istrinya yang entah mengapa kini membuatnya sesak.

"Aku nangis, karena disaat aku nganggep hubungan kita engga begitu penting, tapi kamu engga. Aku pernah mikir, mungkin kamu juga nganggep hubungan kita engga begitu penting, tapi aku salah dan aku nangis saat tau itu. Aku bodoh dan engga ngehargai perasaanmu lebih."

"Setelah kita nikah, aku nyesel. Aku nyesel udah nikah, bukan nyesel karena nikah sama kamu. Aku engga pernah nyesel nikah sama kamu, tapi aku nyesel karena udah nikah. Aku yang dari awal engga  punya tujuan hidup dan engga punya alasan buat tetep hidup tiba-tiba jadi alasan dan sandaran seseorang buat tetep hidup, dan itu kamu Jeno."

"Maaf, aku tau ini nyakitin kamu. Tapi aku cuma mau jujur kalo selama ini aku engga pernah ngarepin sebuah pernikahan dan keluarga kecil yang didalamnya aku berperan sebagai orang tua."

"Jadi kamu nyesel udah lahirin Logan ke dunia?" Jeno memberanikan diri untuk menatap wajah Renjun, dengan mata yang berkaca-kaca Jeno menatap manik Renjun dengan begitu dalam.

Renjun merasa hatinya terluka ketika mendapati tatapan penuh luka dan kekecewaan yang jelas tergambar di manik hitam Jenonya.

"Aku engga pernah nyesel buat lahirin Logan kedunia, aku juga engga pernah nyesel karena punya Logan dalam hidup aku."

"Tapi kamu nyesel karena kita nikah kan Ren?"

"Bukan gitu, justru aku sedikit bersyukur karena yang nikahin aku itu kamu. Kalo bukan kamu mungkin aku engga bakal mau, aku bakal tetep sama pendirian aku yang engga bakal nikah. Tapi ini kamu, Lee Jeno yang selalu bisa buat aku melawan semua pendirian yang udah aku buat sendiri."

Jeno menghembuskan nafasnya sedikit kasar, kembali memasok oksigen kedalam paru-parunya dengan sedikit sesak.

"Waktu aku tau ada kehidupan lain didalam tubuh aku, aku seneng banget. Dan disaat itu akhirnya aku punya alasan buat tetep hidup, dan itu Logan, anak kita."

OS || NOREN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang