OS [S2] : Cerita Komedi

904 93 13
                                    

Suasana gedung yang sudah didekor dengan dominan warna putih dan emas terasa begitu meriah sekaligus menebar aura bahagia.

Suasana pernikahan memang tak pernah gagal membuat para tamu juga ikut bersorak gembira. Tak terkecuali pernikahan kali ini, sebuah pernikahan megah yang membuat para tamu terkagum-kagum.

Senyum lebar dari si pengantin seolah memberitahu kepada semua tamu undangan bahwa mereka begitu bahagia berada disini. Dengan ikatan yang pasti dan halal.

Harusnya pernikahan ini membahagiakan, harusnya. Tapi tidak untuk Jeno.

Jika Jeno boleh jujur dia ingin menangis meraung-raung ditengah ruangan, ingin mengacaukan dan mengagalkan pernikahan ini. Membawa sang pengantin untuk dia ajak pergi, pergi jauh hingga tak akan ada yang mengusik hidupnya. Tapi itu semua hanya ada dalam bayangannya, bayangan seorang pria yang tengah patah hati.

"Kalo aku tau rasanya bakal sesakit ini, aku milih buat  engga dateng Ren." Jeno menatap Renjun yang tengah menebar senyum manisnya diatas panggung sembari menggandeng pasangan hidupnya.

Jeno iri pada pria itu, Jeno juga ingin berada disana. Bersanding dengan Renjun dan membentuk keluarga  kecil yang bahagia, tapi harapannya harus dipangkas habis. Dia tak lagi bisa berharap akan membangun keluarga kecil yang bahagia dengan orang yang bahkan sudah membangun keluarganya sendiri.

Jeno kira semuanya hanya lelucon belaka, Renjun hanya bermain-main dengannya dengan mengirim sebuah undangan yang bertuliskan namanya. Jeno kira Renjun hanya mengerjainnya dan akan membuat kejutan untuknya, Jeno memang terkejut, terkejut karena semuanya ternyata nyata.

Rasanya Jeno terlalu bodoh mengartikan kedekatannya dengan Renjun, harusnya Jeno tau batasan. Berhenti sebelum dirinya yang hancur dengan kepingan hati yang entah akan kembali utuh atau tidak.

"Ternyata disini cuma aku yang bawa perasaan ya Ren?"

"Bodoh banget aku jatuh cinta sama orang yang cintanya bukan buat aku."

"Hahaha orang lama tetap jadi pemenangnya ya Ren."

Jeno tertawa getir meratapi nasibnya, Jeno ternyata tidak hati-hati. Dia lupa memastikan segalanya, dia biarkan dirinya untuk jatuh dan menyelami cintanya  pada Renjun dengan begitu dalam. Tak memberi dirinya peringatan jika bisa saja dia terluka lebih dalam dari cintanya.

Ditengah riuhnya sebuah kebahagiaan, ada Jeno yang auranya begitu abu-abu. Kanvasnya yang sebelumnya penuh warna karena hadirnya Renjun, kini tiba-tiba disiram tinta hitam yang berhasil menutup warna-warna cerah yang cantik.

Kanvasnya kembali hitam, karena si pelukis penuh warna sudah pergi dan melukis kanvas lain yang mungkin lebih bagus dari kanvas abu-abunya.

Perihal cinta dan mencintai memang tak selalu berjalan mulus, ada yang harus patah, ada yang harus terluka, ada yang harus tak terbalas, ada yang bahkan tak dunia ketahui, seperti Jeno. Seperti cinta yang tengah Jeno alami.

Jeno beranjak dari duduknya, berjalan perlahan dengan memasang senyum sebaik mungkin meski hatinya sudah meraung dan menangis. Jeno harus terlihat bahagia, setidaknya hanya didepan Renjun meski itu palsu dan jelas dipaksakan.

Jeno menyalami orang tua yang sekarang sudah resmi menjadi mertua dari Renjun, padahal dia berharap yang beridiri disana itu kedua orang tuanya, bukan sepasang orang lain yang dia saja tak tau namanya. Memberi selamat yang dibalas dengan senyum bahagia diwajah dua paruh baya itu.

Selanjutnya Jeno melangkah kedepan menuju Renjun dan juga pasangannya. Bahkan sudah beginipun Jeno masih berharap jika yang kini bersanding dengan Renjun adalah dirinya. Jeno juga ingin berada disana, ingin menjadi pria beruntung yang berhasil memenangkan hati dan raga milik Renjun. Jeno ingin, tapi dia gagal.

OS || NOREN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang