Renjun tersenyum, senyum yang begitu manis. Senyum yang selalu tertuju pada dunianya. Si semesta terindah yang pernah Renjun punya dalam hidupnya.
"Hallo sayangnya kita." Renjun turut menggerakan tangan gemuk balita berusia tiga tahun di sampingnya.
"Hari ini aku bareng si gembulnya kita nih. Ayo Lele sapa papa dulu."
Chenle yang tak begitu paham apa arti semua ini melihat sang mama dengan pandangan bingung.
Renjun tersenyum kearah anaknya, mambawa tangan Chenle untuk mengusap benda yang tertancap didepan mereka.
"Hallo papa ini Lele, bilang begitu sayang."
Pandangan anak tiga tahun itu mulai fokus pada benda besar yang berisi tulisan dan sebuah foto yang dia kenal pemiliknya.
"H-halo papa, ini Lele." Entah kenapa mata Chenle langsung memerah, tangannya yang masih mengusap benda tersebut juga sudah bergetar.
Direngkuh tubuh separuh semestanya itu dengan hangat, Renjun tau kini anaknya tengah bersedih. Pun sama dengan dia. Pelukan itu masih terus berlalu hingga si kecil sedikit reda tangisnya.
"Papa, Lele kangen."
Tiga kata itu berhasil membuat air mata Renjun yang sudah sedari tadi dia tahan akhirnya berhasil menerobos keluar. Buru-buru Renjun hapus air mata itu dan kembali memandang anaknya yang tengah begitu dalam memandang sebuah foto yang tertempel disana.
"Papa, Lele boleh ketemu lagi sama papa? Kata oma, papa lagi bobo. Tapi kenapa papa bobonya disini, ditempatnya opa." Bibirnya kembali melengkung kebawah dengan bergetar.
"Opa udah pelgi jauh, papa juga ikutan ya?" Si cadel itu kembali menitikan air matanya.
Chenle kini tau kenapa sang mama selalu nampak sedih kemudian menangis ketika dia menanyakan keberadaan sang papa. Chenle kini tau papanya tidak akan mungkin kembali bersama dirinya dan juga sang mama, Chenle ingin sang papa tapi dia juga tidak mau meninggalkan mamanya.
"Papa, Lele sekalang udah besal! Lele udah lancal ngomongnya. Lele juga udah jago main piano, kata papa kalo Lele udah jago main piano nanti kita main baleng telus mama yang nyanyi. Tapi kok.... Tapi kok papanya pelgi si?"
"L-lele kan masih mau sama papa, sama mama. Kaya yang lainnya. L-lele hiks Lele mau papa."
Satu hal yang selalu Renjun hindari selama beberapa bulan kematian suaminya kini akhirnya terjadi, tangisan Chenle yang sudah paham bahwa papanya tak mungkin lagi kembali.
Lee Jeno, sosok pria luar biasa yang selalu berhasil membuat senyum manisnya merekah. Sosok luar biasa yang penuh cinta dan juga kelembutan. Seorang pria yang mampu membuatnya percaya akan cinta, percaya akan segala bentuk kebahagiaan yang telah diberikan padanya. Cintanya, dunianya, semestanya dan bagian dari segalanya.
Tapi sayangnya Jeno-nya itu tak mampu menepati salah satu janjinya, janji untuk menua bersama. Karena tujuh bulan lalu Jeno sudah berpulang terlebih dahulu. Membuat Renjun yang sudah terbiasa hidup dengan Jeno merasa kosong. Jeno berhasil merenggut sebagian jiwa milik Renjun. Dan kini Renjun sedikit merasa hampa.
"Lele mau peluk papa." Anak usia tiga tahun tersebut mencoba untuk menghalau tangisnya meski kini suaranya sudah bergetar.
"Lele juga mau bobo sama papa sama mama, kita bobo beltiga. Peluk-peluk lagi."
Renjun yang berada disebelah Chenle memalingkan wajahnya, Renjun sudah menangis dan tak ingin menunjukannya pada sang putra.
"Disini Lele udah engga punya papa lagi, papanya Lele udah pelgi jauh, pelgi ketempatnya opa. Kata papa, opa bakal seneng kalo Lele kilim doa, jadi papa juga pasti bakal seneng kalo Lele kilim doa buat papa kan? Lele bakal lajin kilim doa ke papa kok, bial papanya engga lupa sama Lele, sama mama, sama oma, sama nenek, sama kakek."
"L-lele.... Lele engga mau papa pelgi, tapi papanya udah pelgi duluan. Lele mau disini sama papa, sama mama. Kita beltiga baleng-baleng teyus."
"Mama.." Chenle beralih menatap mamanya dengan mata yang sama-sama memerah. "Papanya engga bisa ya balik lagi kesini ya? Papanya engga bisa ya Tuhan kilim lagi kesini?"
Renjun menggigit bibirnya agar tangis yang sedang dia tahan tak menerobos keluar begitu saja. "Papa... Papa udah tenang diatas sana." Tangannya bergerak untuk mengelus kepala putra tunggalnya.
"Tuhan sayang sama papa, sayang banget malahan. Makannya Tuhan manggil papa buat kesisi-Nya."
"Tapi Tuhan engga sayang sama Lele!! Tuhan ngambil papanya Lele!!"
"Tuhan sayang sama Lele, sayang juga sama mama dan papa. Tuhan ngambil papa biar papa--"
"Bial papa apa?! Bial papa bisa ninggalin Lele?!!" Tangisan si anak yang masih belum bisa menerima kepergian sang papa meluncur begitu saja, ikut menarik tangis sang mama untuk mengudara.
"Kenapa Tuhan ngambil papa? Kenapa Tuhan engga ngebialin papa buat disini telus!! Tuhan jahat udah ngambil papa dali Lele dan mama!!"
Renjun langsung merengkuh tubuh Chenle kedalam pelukannya, menangis bersama-sama. Berharap ini semua hanyalah mimpi buruknya, berharap ketika terbangun nanti Jeno-nya masih disini. Masih dalam genggaman tangan dan juga pelukan tubuhnya. Renjun juga ingin marah pada Tuhan karena telah mengambil cintanya, tapi Renjun juga tau segala takdir yang telah Tuhan tulis untuk hamba-Nya adalah segala bentuk jalan yang terbaik.
"Lele inget dulu papa pernah bilang apa waktu Lele nanya kenapa Tuhan ngambil opa dari kita?"
Tangis si bayi mulai mereda, otak kecilnya dibawa untuk menjelajahi ingatan dimasa lalunya bersama sang papa. Mencari potongan dari puzzle masa lalu yang mamanya maksud.
Hingga akhirnya Chenle menemukan potongan puzzle tersebut dan mengangguk. "Papa bilang Tuhan ngambil opa dari kita kalena tugas opa udah selesai, opa olang baik makannya tugas opa selesai duluan. Tuhan bukan jahat kalena udah ngambil opa, tapi Tuhan baik kalena udah bawa opa kesisi-Nya. Tempat yang engga akan buat opa kesusahan, opa bakal ada di tempat yang buat opa bahagia."
"Jadi...?" Renjun memancing anaknya untuk mengucapkan kata selanjutnya yang sepertinya engga dia lontarkan.
"Jadi.... J-jadi Lele engga boleh malah sama Tuhan. Lele juga engga boleh sedih, kalo Lele sedih opa juga ikutan sedih diatas sana."
"Lele juga harus inget kalimat papa kalo Lele ngerasa marah sama Tuhan karena udah ngambil papanya Lele."
Tubuh kecil Chenle kembali merapat dengan tubuh mamanya, mencari perlindungan paling aman yang selalu dia dapatkan dari sang papa. Tapi kini dia hanya memiliki perlindungan itu dari mamanya. Mama paling hebat yang akan selalu dia banggakan.
"Sekarang Lele minta maaf sama Tuhan ya, dan juga Lele kasih doa buat papa sama opa. Oke ganteng?"
Chenle mengangguk kemudian menggenggam tangannya didepan dada seraya memejamkan mata. Memohon maaf pada Tuhan dan menguntaikan kalimat panjang berisi doanya untuk sang papa dan juga opanya yang sudah pergi meninggalkan dia dan keluarganya yang lain.
Sementara Renjun tengah memandangi nisan suami tercintanya, mengelus foto yang tertempel disana seraya mengucapkan kalimat rindu dengan gerakan bibirnya tanpa suara.
"Jeno, aku rindu."
"Tunggu aku ya, suatu saat pasti kita bakal bertemu lagi."
Kini Renjun juga ikut memejamkan matanya, turut berdoa untuk cintanya dan juga sang papa. Renjun juga pernah menjadi Chenle, Renjun juga sudah ditinggal oleh sang papa seperti Chenle. Tapi kala itu Renjun sudah besar, kala itu juga Renjun sudah bertemu dengan Jeno yang membuat dirinya kuat hingga sekarang. Tapi kini sosok yang menguatkannya justru ikut menyusul sang papa dalam keabadian.
"Jeno, kita pasti akan berkumpul lagi suatu saat nanti. Aku mencintaimu, selalu, dan selamanya."
.
.
.
.Akhirnya book ini update juga!!!
Next update semampuanya whahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
OS || NOREN ✔
FanficSecuil kisah dari kesayang kita semua, Jeno dan Renjun ⚠ BxB ⚠ Noren Area ⚠ Bukan Lapak Homophobic ⚠ Disertai Typo Dimana-Mana Start : 30 Agustus 2021 End : 31 Maret 2022 S2 Mulai : 8 Mei 2022 Selesai : -